Diananta sudah dipenjara selama 3 bulan 6 hari sejak 4 Mei 2020 atau sehari setelah Hari Kebebasan Pers Internasional.
"Putusan ini bukan hanya soal diananta, tapi juga soal kebebasan pers di Indonesia. Dan hari ini akan tercatat sebagai hari kelam bagi kebebasan pers di Indonesia," jelas Ade Wahyudin, kuasa hukum Diananta dari LBH Pers.
Melihat vonis Diananta yang hampir sama dengan masa penahanan yang sudah dijalani, Ade menilai ada keraguan di benak hakim.
Baca juga: Sejumlah Wartawan Positif Covid-19, Ini Imbauan AJI
Bujino A Salan, Kuasa Hukum Diananta lainnya, mengatakan berdasarkan keterangan ahli pidana dan pers yang sempat dihadirkan dalam persidangan, unsur yang didakwakan tidak bisa terpenuhi karena Diananta adalah seorang jurnalis.
"Seorang jurnalis mempunyai hak dan legal standing. Untuk itu profesi ini diakui oleh Dewan Pers," jelasnya.
Kronologi Kasus
Diananta atau Nanta ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian jadi terdakwa di PN Kotabaru sebab beritanya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'.
Konten ini diunggah melalui laman Banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu. Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.
Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.
Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers.
Baca juga: Kisah Wartawan Positif Covid-19, Takut OTG sampai Akhirnya Terinfeksi
Diananta dan Sukirman datang ke Sekretariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna menjalani proses klarifikasi.
Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan Banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu.