Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pemuda Dirikan Sekolah Sungai, Berawal dari Keprihatinan Akan Tong Sampah Raksasa

Kompas.com - 02/08/2020, 08:09 WIB
Suwandi,
Khairina

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Sungai Batanghari yang membelah pulau Sumatera, kini kondisinya semakin memprihatinkan.

Sebagian besar masyarakat menjadikan sungai ini tempat pembuangan sampah.

Air sungai sudah bewarna coklat pekat. Kekeruhan air disebabkan tambang emas ilegal dan pembuangan sampah ke dalam sungai.

"Sungai-sungai itu tempat mahluk hidup. Jangan sampai karena ulah manusia, membuat sungai berubah menjadi bencana," kata Ketua Pemuda Peduli Lingkungan, Edo Saputra, Minggu (2/8/2020).

Baca juga: Demi Antar Bahan Belajar Murid, Guru di Kaltara Seberangi Sungai Habitat Buaya

Berawal dari keprihatinan dengan sungai yang dijadikan tempat pembuangan sampah, Edo bersama pemuda lainnya menginisiasi sekolah sungai pada 2019 lalu.

Sekolah sungai membidik anak-anak sekolah, mulai dari SD sampai SMA bahkan pesantren. Mereka akan digembleng untuk peduli dengan sungai.

Ada beberapa materi yang diberikan dengan menonton film berisi tokoh-tokoh menginspirasi dalam merawat sungai.

Kemudian, anak-anak diajari mendaur ulang sampah agar bernilai guna dan tidak membuangnya ke sungai.

Anak-anak juga belajar tentang jenis-jenis tanah yang berada di sekitar sungai kemudian pembibitan tanaman yang dapat melestarikan sungai.

Setelah anak-anak dibekali ilmu tentang sungai, mereka akan diajak melakukan aksi penyelamatan sungai.

Di antaranya melakukan aksi bersih sungai dengan menyusuri sungai dan kanal-kanal kuno yang ada di seputar Candi Muaro Jambi.

Menariknya, anak-anak diajari untuk menasehati orang-orang tua yang membuang sampah ke sungai. Kemudian menanam pohon di tepi sungai maupun kanal.

Tahun lalu, sambung Edo, Pemuda Peduli Lingkungan telah merekrut siswa di sekolah-sekolah dari 8 desa di sekitar Candi Muaro Jambi, yaitu Desa Muaro Jambi, Danau Lamo, Desa Baru, Kemingking Luar, Kemingkin Dalam, Tebat Patah, Teluk Jambu, dan Dusun Mudo.

Sekolah sungai itu menjelaskan tentang candi 3.891 hektar. Di mana, di dalamnya ada ratusan kanal kuno, sungai buatan yang dahulu kala, waktu zaman kerajaan hindu-budha dijadikan sarana transportasi.

Sistem kanalisasi yang rumit, perlahan dijelaskan kepada anak-anak. Air dalam kanal itu mengalir berlawan dengan Sungai Batanghari.

Jika air Sungai Batanghari mengalir ke hilir, maka air dalam kanal kuno mengalir ke hulu. Kemudian searah dengan putaran jarum jam.

Dahulu kala, fungsi kanal tidak hanya sarana transportasi dari satu candi ke candi lain, tetapi sebagai benteng pertahanan dan sumber air bersih.

"Kami sudah didik 500 siswa untuk lebih menghargai sungai sebagai tempat mahluk hidup dan sumber kehidupan. Kita memiliki hubungan yang baik dengan sungai sejak dahulu kala," kata Edo menegaskan.

Baca juga: Terdakwa Susur Sungai yang Tewaskan 10 Siswa SMPN 1 Turi Dituntut 2 Tahun Penjara

Ada beberapa titik fokusyang menjadi perhatian saat aksi Sekolah Sungai, di antaranya Sungai Batanghari, Berembang, Amburan Jalo, Kemingking, Sungai Jambi, Sungai Melayu dan Bekako.

Untuk kanal kuno itu sepanjang Danau Lamo. Sebagian besar memang menghubungkan beberapa candi yang telah dipugar yakni Astano, Tinggi, Kembar Batu dan Gumpung.

Sembari menyusuri sungai, anak-anak yang berada di Desa Baru, Kemingking, dan Danau Lamo juga diperkenalkan dengan dampak buruk pencemaran sungai, yang berasal dari limbah perusahaan sawit.

Kemudian anak-anak yang dekat dengan kanal, diajari sejarah dan dampak baik jika suatu saat kanal dinormalisasi. Air bisa mengalir lancar dan tidak menyebabkan banjir.

Aksi untuk mengunjungi Sungai Amburan Jalo, misalnya anak dibawa langsung untuk melihat kanal.

Di mana sekarang juga berfungsi untuk mengaliri sawah dan kebun pertanian dan tempat mahluk hidup seperti ikan.

Agar Sekolah Sungai dapat menjangkau anak lebih banyak, karena selama ini sebulan hanya empat pertemuan, kata Edo, pihaknya merekrut relawan untuk mengajar pada 2020 ini.

Relawan ini namanya Kanti Sungai. Mereka juga dibekali pengetahuan sejarah, pelestarian dan mahluk hidup sungai serta kanal. Mereka yang mengajari anak dengan riang gembira.

Kebanyakan relawan adalah mahasiswa yang berasal dari disiplin ilmu berbeda. Ini akan memperkaya pengetahuan anak tentang sungai dan kanal kuno.

"Anak-anak tidak dipungut biaya. Bahkan mereka dapat hadiah-hadiah menarik dari kakak-kakak relawan yang baik hati," kata Edo lagi.

Kehadiran relawan membuat proses belajar di Sekolah Sungai menjadi lebih sering dan melibatkan banyak siswa.

Tetapi, sekolah itu hanya berjalan dua bulan, karena distop karena pandemi Covid 19, sampai waktu yang tak ditentukan.

Selain Sekolah Sungai, Pemuda Peduli Lingkungan juga telah mendorong terbitnya Perdes di Desa Muaro Jambi tentang Pelarangan Galian C.

Selanjutnya, Edo sedang menggodok regulasi Buang Sampah ke Sungai dan Lubuk Larangan, dengan sejumlah aparat desa.

"Kami berharap bisa diberlakukan tahun ini," tutup Edo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com