Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Antar Bahan Belajar Murid, Guru di Kaltara Seberangi Sungai Habitat Buaya

Kompas.com - 01/08/2020, 16:16 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

TANA TIDUNG, KOMPAS.com – Jantung Reni Sari Bunga (56) Kepala Sekolah SDN 002 Kabupaten Tana Tidung (KTT), Kalimantan Utara (Kaltara), berdegup sangat kencang ketika perahu ketinting yang ditumpangi bersama tiga orang guru lain oleng saat melawan derasnya arus Sungai Sesayap.

Guncangan air bisa saja mengempaskan ketinting dan menyeret mereka masuk ke dalam sungai.

Lebih buruknya lagi, mereka bisa dimangsa buaya. Sungai Sesayap yang berarus kuat juga jadi habitat buaya.

Baca juga: Siswanya Tak Punya HP, Guru Ini Rela Lalui Jalanan Rusak Saban Hari untuk Mengajar di Rumah

Dalam situasi genting itu, tukang pengemudi ketinting membuat keputusan kembali ke daratan.

Rombongan guru itu kemudian melanjutkan perjalanan dengan perahu yang berukuran lebih besar.

Keputusan inilah yang membuat Reni dan lainnya bisa selamat tiba di seberang.

"Peristiwa ini terjadi ketika saya bersama guru guru SDN 002 Tana Tidung, Bu Rita Parianti, Bu Suhartini, dan Bu Isriana mengunjungi murid kami, Muldi Fajar dan lima anak lain," ujar Reni membuka obrolan, Sabtu (1/8/2020).

Tempat tinggal Muldi Fajar (12) berada di Kampung Seberang Mangkabit, Desa Sedulun, Kecamatan Sesayap. Desa ini berada di antara perkebunan kelapa sawit.

Muldi dan 5 orang siswa SDN 002 Tana Tidung tinggal di perkampungan ini. Orangtua mereka bekerja sebagai buruh perkebunan.

Setiap hari Muldi dan kawan-kawannya menyeberangi Sungai Sesayap untuk pergi bersekolah ke Tideng Pale, Ibu Kota KTT.

Baca juga: Viral, Video Guru Ngaji Meninggal Saat Menyembelih Sapi Kurban

Sungai Sesayap, salah satu sungai besar di Kaltara. Lebarnya sampai empat kali lapangan sepak bola.

Butuh satu jam perjalanan sungai dari perkampungan mereka untuk tiba di SDN 002 Tana Tidung.

"Untuk menuju ke sekolah, mereka menumpang ketinting yang disewakan perusahaan sawit," terang Reni lebih lanjut.

Anak-anak perkampungan Seberang Mangkabit terkenal rajin, mereka kebanyakan dari suku Tidung, suku Dayak Berusu, suku Timor dan suku Bugis.

Pagi-pagi sekali mereka sudah meninggalkan rumah menuju Tideng Pale, pada 07.00 Wita mereka sudah tiba di sekolah.

Mereka selalu datang lebih cepat dari murid-murid lain. Hanya hujan deras, kabut tebal, solar habis, dan tukang tambangan sakit yang bisa menghalangi niat mereka bersekolah.

Baca juga: Datang ke Bogor, Menteri Nadiem Dengar Curhat Guru-guru soal Kuota Internet

Sejak sekolah ditutup pemerintah Maret lalu, Muldi bersama adik kelasnya tidak pernah lagi bertemu guru.

Tiga bulan sudah mereka belajar dari rumah. Selama itu pula siswa kelas 6 SD ini, harus belajar menggunakan moda daring tanpa tatap muka.

Dia cuma bisa mengandalkan buku teks sebagai sumber belajar utama. Buku ini Muldi dapat sebelum sekolah ditutup.

Sekali sepekan Muldi menerima Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dari guru. LAS dikirimkan lewat WhatsApp.

"Orangtua Muldi harus pergi ke tepi sungai untuk mengunduh kiriman guru. Tepi sungai jaraknya satu kilometer dari rumah penduduk. Hanya di tepi sungai ini, orang sekampung Muldi bisa mendapatkan sinyal internet," cerita Reni.

Sementara itu, lanjut Reni, tahun ajaran baru ini, LAS tidak lagi dikirim lewat WhatsApp, tetapi dikirim langsung ke rumah siswa.

Pengiriman LAS melalui aplikasi obrolan selular dinilai kurang efektif.

Baca juga: Cerita Hayati, Rela Jadi Guru Bahasa Inggris Demi Siswa SD di Pedalaman Pulau Buru

Anak-anak menjadi sulit belajar karena layar ponsel terlalu kecil.

Mereka tidak leluasa membaca. Terlebih tidak semua orangtua memiliki printer di rumah untuk mencetak LAS.

Selain itu, waktu anak membaca materi belajar menjadi terbatas.

 

Sekalipun anak berada di rumah dan punya banyak waktu, namun mereka sangat bergantung kepada handphone orangtua.

Hanya saat orangtua ada di rumah, barulah mereka bisa membaca dan mengerjakan tugas.

"Sesuai instruksi dari dinas pendidikan, LAS kami cetak, gandakan, dan didistribusikan kepada anak. Orangtua kami undang dua minggu sekali mengambil ke sekolah dan dua minggu kemudian kami antar ke rumah mereka," tukas Reni lebih lanjut.

Baca juga: Guru Honorer Menangis hingga Sujud Syukur Terima SK dan Uang Tunjangan

Disdik KTT memetakan dan menghitung jumlah siswa sekaligus merumuskan strategi belajar efektif.

Kunjungan Reni dan guru ke rumah siswa, merupakan bagian dari strategi baru Dinas Pendidikan (Disdik) KTT menghadapi tahun ajaran baru di tengah pandemi Covid-19.

Kedatangan guru-guru ini tidak hanya mengantarkan LAS, tapi juga memberikan pendampingan belajar, dan memastikan anak tetap bersemangat belajar di rumah.

Pendampingan belajar dilakukan mengikuti protokol kesehatan. Kepala sekolah diwajibkan menyediakan masker, pelindung wajah, hand sanitizer dan cairan disinfektan untuk dipakai guru dan siswa.

Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan KTT bekerja sama membuat prosedur kunjungan rumah.

Semua biaya penggandaan LAS, distribusi dan penyediaan alat-alat kesehatan ditanggung Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) APBD KTT.

Baca juga: Nadiem Makarim Diminta Turun ke Lapangan Temui Guru dan Murid

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) KTT, Jafar Sidik, mengatakan dari hasil evaluasi periode pertama, terdata lebih dari 88 persen yang tetap belajar di rumah.

Namun, masih ada sekitar 11 persen siswa yang tidak belajar. Anak-anak ini kebanyakan menggunakan moda daring tanpa tatap muka dan luar jaringan.

"Di tahun ajaran baru ini, kami sudah minta semua sekolah untuk mencari anak-anak ini, dan membantu mereka kembali belajar," tegas Jafar.

Sejak masa belajar di rumah mulai Maret 2020 hingga Juni 2020, Disdik KTT sudah membuat pemetaan moda belajar.

Pemetaan ini melibatkan lebih dari 4.500 siswa PAUD, SD dan SMP.

Hasilnya 11 persen siswa bisa belajar menggunakan moda dalam jaringan (daring), 52 persen memakai moda daring tanpa tatap muka, dan 37 persen harus belajar dengan moda luar jaringan.

Berbekal hasil evaluasi tersebut, Disdik KTT sudah merancang sejumlah strategi baru menyambut tahun ajaran 2020/2021.

‘’Strategi didesain Disdik KTT bersama Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) dan Forum Masyarakat Literasi Indonesia (FORMALINDO).’’kata Jafar.

Baca juga: 1.461 Guru Honorer di Jabar Dapat Tambahan Rp 1,5 Juta Tiap Bulan

Pemetaan ulang moda belajar siswa, merupakan kunci penting di awal tahun ajaran baru.

Melalui pemetaan ulang ini, kepala sekolah dan guru bisa menilai partisipasi belajar siswa di periode lalu.

Jika ada anak yang tidak aktif, maka kepala sekolah, guru dan orangtua bisa bekerja sama memilih moda belajar baru.

Sedangkan untuk materi belajar, Disdik KTT melakukan penyesuaian kurikulum.

Penyesuaian dilakukan mengikuti berkurangnya jam belajar siswa. Kemdikbud mengizinkan daerah melakukan penyesuaian kurikulum sesuai kondisi dan kebutuhan daerah.

"Kami membentuk tim khusus untuk memilih kompetensi dasar (KD) esensial untuk diajarkan guru selama tahun ajaran baru ini," terang Jafar.

Disdik KTT juga melatih guru mengintegrasikan KD esensial dengan topik literasi, numerasi, kecakapan hidup, penanganan Covid-19, perilaku hidup bersih dan sehat, spiritual keagamaan, dan pendidikan karakter.

Pelatihan ini diharapkan membuat hasil belajar siswa KTT lebih bervariasi dalam bentuk poster, video, slogan, graphic organizer dan bentuk lainnya.

Baca juga: Pangeran William Curhat tentang Sulitnya Jadi Guru Homeschooling

Siswa tidak lagi monoton menjawab soal-soal dan menghitung angka-angka.

"Pengintegrasian topik-topik ini bertujuan memberikan pengalaman belajar bermakna, sehingga perilaku siswa dapat berubah menghadapi Covid-19 dan mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru," tukasnya.

Untuk program budaya baca, bertujuan membuat anak senang membaca selama di rumah.

Sekolah sudah merancang mekanisme peminjaman buku non-teks pembelajaran.

Siswa diberi pinjaman buku yang bisa memicu imajinasi, seperti buku cerita, cerita pendek, novel, buku sastra, komik dan buku sains.

Baca juga: PGRI Resmi Laporkan Akun Facebook yang Hina Guru Makan Gaji Buta Selama Pandemi

Peminjaman buku diberikan kepada siswa, setiap kali mereka mengumpulkan tugas kepada guru.

Sedangkan siswa SD yang belum bisa membaca, buku cerita dibacakan orangtua atau keluarga di rumah.

Sekolah dan paguyuban kelas bertugas melatih orangtua agar bisa membacakan buku cerita dengan teknik menarik.

Pemetaan kemampuan membaca siswa kelas 1 SD. Pemetaan menggunakan alat penilaian formatif.

Dengan pemetaan ini, guru bisa melihat kemampuan membaca anak. Mulai menguasai huruf, suku kata dan kata.

Dari sana guru bisa mendesain bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan anak.

"Disdik KTT mengawasi semua program BDR secara berkala. Sekolah wajib melaporkan tingkat keaktifan belajar siswa setiap bulan. Semua bahan ajar, laporan dan praktik baik dipublikasikan melalui website gurutanatidung.id Setiap bulan Disdik KTT menggelar webinar sebagai sarana berbagi pengalaman menjalankan BDR," kata Jafar.

Baca juga: Hina Guru via Facebook, Pria Ini Hendak Klarifikasi tetapi Berujung Ricuh

Realokasi anggaran dilakukan agar anak-anak KTT tidak mengalami penurunan kemampuan belajar (learning loss).

Semakin lama tidak belajar, semakin turun pula kemampuan anak memahami materi ajar.

Penurunan kemampuan belajar ini, bisa berdampak kepada meningkatnya angka putus sekolah di masa depan.

Melalui strategi baru ini, KTT ingin memastikan anak bisa belajar dan berkembang walau mereka berada di rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com