Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Suntik Garam Malah Jadi PDP dan Diisolasi, Nenek Yanti Protes RS

Kompas.com - 24/06/2020, 10:31 WIB
Hadi Maulana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com - Yanti Bunardi (84), seorang nenek penderita penyakit kekurangan cairan tubuh (electrolyte imbalance at moderate dehydration) atau yang dikenal kekurangan garam, protes terhadap RS Awal Bros karena dia diperlakukan sebagai pasien Covid-19 atau pasien dalam pengawasan (PDP).

Bahkan, nenek ini juga sempat diisolasi lebih kurang empat hari hingga akhirnya diperbolehkan pulang setelah hasil swab dua kali berturut-turut negatif Covid-19.

Nasib Siahaan, kuasa hukum keluarga kepada Kompas.com membenarkan atas apa yang dialami klainnya tersebut.

Baca juga: Bayi 5 Bulan Tertular Corona dari Orangtua, Dirawat Seruangan Bersama Ibu di Rumah Sakit

 

Atas kejadian ini, Nasib mengatakan, kliennya mearasa dirugikan karena telah terdaftar sebagai PDP, sementara yang bersangkutan sama sekali tidak merasa gejala mengarah ke Covid-19. Ia datang ke RS Awal Bros hanya ingin suntik garam.

"Saya bingung bagaimana pihak rumah sakit menentukan seorang pasien menjadi PDP, sementara klien saya ini kesehariannya di rumah dan sejak akhir 2019 sama sekali tidak pernah bepergian ke mana-mana," kata Nasib di temui di Batam, Selasa (23/6/2020).

Nasib menceritakan, kejadian tersebut berawal saat kliennya dibawa keluarga ke RS Awal Bros, Kamis (11/6/2020) kemarin.

Ia mendatangi rumah sakit untuk perawatan suntik garam.

Namun hasil pemeriksaan pihak RS, kliennya ini malah dimasukkan ke ruang isolasi dan diperlakukan seperti pasien positif Covid-19.

Tentu saja pihak keluarga tidak menerima perlakuan terhadap orangtuanya itu. Apalagi sejak tiba di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RS Awal Bros, orangtua mereka telah diperiksa secara menyeluruh, termasuk rapid test untuk mengetahui ada tidaknya virus corona di dalam tubuh nenek itu.

"Hasil rapid test non reaktif, kemudian dilakukan lagi pemeriksaan swab. Beberapa waktu kemudian diketahui bahwa hasil pemeriksaan swab juga negatif," jelas Nasib.

Mirisnya, kata Nasib, pelayanan di ruang isolasi sangat minim, sehingga pihak keluarga protes ke pihak rumah sakit. Hingga akhirnya pasien dipindahkan ke ruang inap VIP setelah lima jam di ruang isolasi.

"Pihak keluarga membawa nenek Yanti ke RS Awal Bros untuk suntik garam, karena badannya lemas, tahu-tahu disebut pasien PDP Covid-19 dan diisolasi. Tentu saja pihak keluarga protes," papar Nasib.

Akhirnya, pada Sabtu (13/6/2020), hasil tes swab terhadap nenek Yanti diketahui negatif. Namun, kata Nasib, pihak rumah sakit melarang nenek Yanti pulang dengan alasan harus menjalani perawatan di RS Awal Bros.

"Di sana kami sempat adu argumen dan higga akhirnya klien saya ini bisa dibawa pulang pihak keluarga. Lagi-lagi saya ingin mempertanyakan bagaimana pihak rumah sakit bisa seenaknya menentukan seorang pasien masuk gejala Covid-19 sementara kesehariannya sama sekali tidak ada riwayat berpergian," ujar Nasib.

Yang lebih kaget lagi, sambung Nasib, semua biaya perawatan dibebankan kepada Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19 sebesar Rp 27 juta. Lalu uang jaminan yang telah dibayar pihak keluarga Rp 10 juta akan dikembalikan.

"Pihak keluarga tidak dapat menerima kenyataan itu. Mereka siap membayar sesuai dengan tagihan yang keluar asalkan orangtua mereka tidak dimasukkan dalam PDP, karena dari awal keluarga mereka tujuannnya untuk suntik garam," terang Nasib.

Tanggapan RS Awal Bros

Sementara itu, penanggung jawab Bagian Informasi Medis RS Awal Bros, dr Irwin Kurniadi, kepada Kompas.com mengatakan, apa yang dilakukan kepada pasien Yanti Bunardi sudah sesuai prosedur kesehatan yang diberlakukan Kementerian kesehatan terkait pasien Covid-19.

Sebab, kata Irwin, hasil pemeriksaan menyebutkan, pasien Yanti mengidap gejala pneumonia, sehingga pasien dimasukkan ke PDP dan diisolasi hingga hasil swab diketahui negatif.

"Bu Yanti kami persilakan pulang di tanggal 15 Juni 2020 setelah hasil swab kedua kalinya diketahui negatif, jadi apa yang kami lakukan sudah sesuai protapnya," kata Irwin.

Dokter Ayu Ratna Sari, yang juga dari Informasi Medis RS Awal Bros, menambahkan, begitu pasien dinyatakan PDP, otomatis semua tanggungan perawatan dibebankan ke negara.

"Jadi begitu pasien dinyatakan sembuh atau negatif dari hasil tes kedua berturut-turut, perawatan langsung closing dan semua biaya dibayarkan negara selama perawatan tersebut. Jadi tidak ada tagihan lain setelah closing tersebut," terang Ayu.

Baca juga: Dikeroyok Rombongan Pengantar Jenazah, Petugas Dishub Dilarikan ke Rumah Sakit

 

Bahkan, kata Ayu, uang jaminan yang dibayarkan pihak keluarga pasien langsung dikembalikan pada tanggal 15 Juni 2020 bersamaan dengan pasien meninggalkan rumah sakit.

Disinggung tentang adanya dugaan pembengkakan biaya pengoatan yang ditagihkan, Ayu membantahnya.

Menurutnya, penerapan biaya untuk PDP atau pasien positif Covid-19 sudah sesuai prosedur yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan.

"Jadi tidak benar jika ada pembengkakan biaya, karena seperti kami sampaikan dari awal, semua prosedur kami jalankan sesuai dengan protap yang diberikan Kementerian Kesehatan mengenai penanganan pasien Covid-19," pungkas Ayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com