Padahal, sampah iklan tersebut juga sebuah masalah. Terlebih ketika ditempel sembarangan di sarana-sarana publik.
"Terutama sampah iklan itu terpasang di sarana publik kayak rambu-rambu, tiang listrik, tiang telepon, tiang lampu, itu dapat mengganggu fungsi dari pada sarana publik itu," tegasnya.
Berangkat dari keresahan itu, sejak Februari 2016, Bekti dan teman-temannya membuat kegiatan yang bertajuk Ngonthel.
Baca juga: Sudah Tiga Pekan Longsoran Sampah TPA Cipeucang Dikeruk dari Sungai Cisadane
Ngonthel merupakan akronim dari nggowes sambil nethel yang berarti bersepeda sambil melepas sampah.
Sampah iklan yang telah dicopot setelah mereka bersepeda diserahkan ke Satpol PP Kota Yogyakarta.
"Kita serahkan langsung ke Satpol PP. Ini bukan bentuk protes sih ini lebih pada bentuk dukungan kepada pemerintah agar lebih semangat lagi dan lebih tegas terhadap permasalahan yang ada terutama terkait sampah iklan ini," kata Bekti.
Sebelum pademi Covid-19, sekali kegiatan bersih-bersih diikuti sekitar 20 sampai 50 orang. Sistemnya membersihkan secara berkelompok bersama-sama.
"Konsep utama kita kan kerja bakti gotong-royong. Garuk sampah ini tujuannya utamanya bukan pada sampahnya, tetapi lebih pada merawat dan mengimplementasikan budaya kearifan lokal kerja bakti gotong-royong," ujarnya.
Baca juga: Dampak Covid-19, Sampah APD Mengapung di Laut Mediterania
Saat ini, setiap kegiatan Garuk Sampah relawan yang ikut dibatasi agar tidak melibatkan banyak orang. Sebab harus tetap menjalankan protokol kesehatan.
Setiap orang yang ikut kegiatan juga harus mengenakan masker dan menjaga jarak. Bahkan agar tidak banyak relawan yang ikut, lokasi kegiatan dirahasiakan.