Salin Artikel

Garuk Sampah, Gerakan Anak Muda yang Tak Ingin Yogyakarta Penuh Sampah Visual

Tali sisa spanduk iklan yang dianggap jumlahnya sudah terlalu banyak dan mengganggu pemandangan satu demi satu mereka turunkan.

Para pemuda ini tergabung dalam komunitas Garuk Sampah.

Seperti namanya, kegiatan yang diinisiasi anak-anak muda ini bergerak untuk membersihkan ruang-ruang publik dari sampah.

Gerakan yang tercetus pada 2014, awalnya hanya membersihkan kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, dari sampah visual.

Karena anggota komunitas Garuk Sampah makin banyak, daerah yang mereka bersihkan makin luas.

"Setelah Kita lama di Yogya, Kita melihat Sleman ternyata banyak sampahnya, terutama sisa-sisa tali spanduk," kata Koordinator Garuk Sampah, Bekti Maulana (23), saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/06/2020).

Menurutnya, dahulu Garuk Sampah hanya sebatas untuk membersihkan kawasan wisata, jalan-jalan dan taman-taman kota.

Kemudian, pada 2016, mereka mulai membersihkan sampah-sampah iklan.

"Sampah iklan ini dianggap sebagai hal yang wajar, ditempel di mana-mana, (masyarakat) menganggapnya bukan sebuah masalah," tuturnya.


Padahal, sampah iklan tersebut juga sebuah masalah. Terlebih ketika ditempel sembarangan di sarana-sarana publik.

"Terutama sampah iklan itu terpasang di sarana publik kayak rambu-rambu, tiang listrik, tiang telepon, tiang lampu, itu dapat mengganggu fungsi dari pada sarana publik itu," tegasnya.

Berangkat dari keresahan itu, sejak Februari 2016, Bekti dan teman-temannya membuat kegiatan yang bertajuk Ngonthel.

Ngonthel merupakan akronim dari nggowes sambil nethel yang berarti bersepeda sambil melepas sampah.

Sampah iklan yang telah dicopot setelah mereka bersepeda diserahkan ke Satpol PP Kota Yogyakarta.

"Kita serahkan langsung ke Satpol PP. Ini bukan bentuk protes sih ini lebih pada bentuk dukungan kepada pemerintah agar lebih semangat lagi dan lebih tegas terhadap permasalahan yang ada terutama terkait sampah iklan ini," kata Bekti.

Sebelum pademi Covid-19, sekali kegiatan bersih-bersih diikuti sekitar 20 sampai 50 orang. Sistemnya membersihkan secara berkelompok bersama-sama.

"Konsep utama kita kan kerja bakti gotong-royong. Garuk sampah ini tujuannya utamanya bukan pada sampahnya, tetapi lebih pada merawat dan mengimplementasikan budaya kearifan lokal kerja bakti gotong-royong," ujarnya.

Saat ini, setiap kegiatan Garuk Sampah relawan yang ikut dibatasi agar tidak melibatkan banyak orang. Sebab harus tetap menjalankan protokol kesehatan.

Setiap orang yang ikut kegiatan juga harus mengenakan masker dan menjaga jarak. Bahkan agar tidak banyak relawan yang ikut, lokasi kegiatan dirahasiakan.


Setiap membersihkan tali-tali yang terikat di tiang Garuk Sampah tetap mengutamakan keselamatan karena lokasinya juga berada di ketinggian.

"Kita pakai helm, terus webbing yang diikatkan ke tubuh, kemudian masker. Untuk memotong tali pakai Kampak, karena tebal kalau pakai pisau capek," tuturnya.

Tak jarang kegiatan membersihkan tali-tali bekas spanduk dan spanduk iklan ini harus bersitegang dengan para pemasang iklan.

Alhasil, harus dijelaskan terkait aturan yang ada mengenai pemasangan iklan.

"Terus kita jelaskan juga tentang etika pariwara," ungkapnya.

Berbeda hal ketika bertemu dengan anak-anak muda yang memasang iklan acara atau kegiatan.

Bahkan pernah saat menegur agar mereka tidak memasang iklan sembarangan justru direspons dengan lemparan batu.

"Tapi kalau yang anak-anak sekolah, atau kuliahan itu mereka lebih seram, bahkan main tangan. Saya pernah dipukuli, pernah dilempar batu gara-gara menegur mereka memasang iklan disitu," ucapnya.

Sampah yang diambil, kemudian dipisah-pisahkan sesuai jenisnya. Sampah yang bisa dijual kemudian diberikan kepada para pemulung.

"Karena kita enggak ada hak di situ. Jangan sampai kegiatan ini mematikan rejeki mereka. Yang tidak bisa dijual kita serahkan ke misal DLH Kota atau DLH Sleman atau dibuang ke tempat penampungan sementara," ucapnya.

Namun untuk sampah seperti banner diserahkan ke Satpol PP. Ada juga warga masyarakat yang meminta untuk dimanfaatkan misalnya untuk kandang ayam.

Sedangkan untuk kegiatan membersihkan tali di tiang-tiang, dalam sekali jalan bisa lebih 20 kilogram tali. Jenisnya tali tambang plastik yang biasa digunakan untuk mengikat spanduk.

"Ada warga yang minta untuk tali jemuran, untuk mengikat ternak mereka ya kita berikan. Rencananya kita besok akan membikin karya semacam monumental yang nanti bisa dipasang di kawasan publik yang ramai, tapi ini masih rencana," jelas Bekti.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/17/06560591/garuk-sampah-gerakan-anak-muda-yang-tak-ingin-yogyakarta-penuh-sampah-visual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke