Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Difabel Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19, Sulit Jaga Jarak Sosial hingga Penghasilan Berkurang

Kompas.com - 24/04/2020, 17:18 WIB
Rachmawati

Editor

Menurutnya, masker transparan tersebut semestinya disosialisasikan secara luas.

"Bahkan harusnya menjadi gerakan, masker [yang digunakan oleh] masyarakat seharusnya seperti itu," kata dia.

"Tidak hanya di masyarakat, tetapi pihak-pihak yang menyediakan layanan publik, kantor-kantor pemerintah. Kemudian, rumah sakit dan puskesmas harus punya masker itu ketika mereka bertemu dengan teman-teman tuli," jelasnya kemudian.

Baca juga: Kesal Ditegur karena Tak Pakai Masker, Seorang Pria Bacok Satpam

Kemampuan berbeda-beda dalam mengakses informasi

Lebih lanjut, Suharto mengungkapkan, selain kesulitan berkomunikasi, kendala yang dihadapi para difabel di tengah wabah virus corona adalah akses infromasi.

Menurutnya, pemerintah dan media massa ketika memberikan informasi tentang Covid-19, cenderung memberikan informasi secara umum. Sementara, difabel tentu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap dan mengakses informasi.

Dia mencontohkan, difabel yang tinggal di daerah pelosok, tentu akan kesulitan mengakses informasi ketimbang mereka yang tinggal di kota.

Baca juga: Pemkot Solo Ancam Cabut Izin Pedagang Tak Pakai Masker Saat Berjualan

Selain itu, akses internet mereka juga terbatas sehingga kesadaran terhadap wabah ini sangat kecil.

Kesulitan dalam mendapatkan akses informasi, lanjut Suharto, disebabkan "kebutuhan khusus" para difabel.

Misalnya, difabel dengan disabilitas intelektualitas tentu memiliki kemampuan menangkap informasi yang berbeda dengan difabel lain dan masyarakat pada umumnya.

"Model informasi dengan bahasa sederhana itu belum ada bagi mereka," kata dia.

Baca juga: Berkebaya dan Naik Motor Listrik, Srikandi UBL Bagi-bagi Masker Gratis

Sementara, difabel dengan tunarungu membutuhkan penerjemah bahasa isyarat dalam mendapatkan informasi. Sayangnya, menurut Suharto, banyak media televisi yang tidak menyertakan penerjemah bahasa isyarat ketika menyampaikan informasi tentang Covid-19.

"Ini membuat akses informasi teman-teman tuli terhadap Covid-19 sangat terbatas," cetusnya.

Padahal, dalam Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas, pemerintah berkewajiban menyediakan model-model informasi yang dapat diakses oleh difabel terkait bencana yang sedang terjadi.

Namun menurut Suharto, "ternyata itu belum begitu dijalankan".

Raihan Ukasyah, seorang difabel tuli, mengaku keberadaan penerjemah sangat penting bagi mereka dalam mendapatkan informasi. dok BBC Indonesia Raihan Ukasyah, seorang difabel tuli, mengaku keberadaan penerjemah sangat penting bagi mereka dalam mendapatkan informasi.

"Beberapa TV memang sudah punya sign language (bahasa isyarat) tapi khawatirnya hanya diterjemahkan sebagai itu saja," kata dia.

"Sementara, teman-teman tunanetra yang tidak punya akses elektronik, tapi mereka bisa membaca huruf braile, tidak ada informasi yang menggunakan braile. Ini belum disediakan sama sekali oleh pemerintah," lanjutnya kemudian.

Raihan Ukasyah, seorang difabel tuli, mengaku keberadaan penerjemah sangat penting bagi mereka dalam mendapatkan informasi.

"Selama ada penerjemah, teman-teman tuli bisa paham. Soalnya kalau nggak ada penerjemahnya nggak bisa paham, dan malah bisa ngantuk," aku Raihan.

Baca juga: Pakar Difabel UNS: Begini Pembelajaran di Rumah bagi ABK Saat Wabah Covid-19

Dwi Rahayu, seorang penyandang tunarungu, mengungkapkan selain penerjemah bahasa isyarat, teks terjemahan dalam tayangan informasi juga diperlukan.

"Karena kalau tidak ada keduanya, kita tidak bisa mengerti informasi yang diberikan, jadi paling tidak ada salah satu dari dua itu," tuturnya.

Merujuk pada Pasal 20 UU No.18/2016 tentang Penyandang Disabilitas, pemerintah berkewajiban untuk menjamin difabel mendapatkan informasi yang mudah diakses akan adanya bencana, mendapatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana, mendapatkan prioritas dalam proses penyelamatan dan evakuasi dalam keadaan bencana.

Baca juga: Yuk, Belanja Online Produk Karya Masyarakat Difabel

50% difabel di Indonesia terdampak secara ekonomi

Wabah virus corona memaksa Elfiandi Nain yang bekerja sebagai pekerja harian berhenti bekerja, kini dia membantu istrinya membuat pola masker transparan dok BBC Indonesia Wabah virus corona memaksa Elfiandi Nain yang bekerja sebagai pekerja harian berhenti bekerja, kini dia membantu istrinya membuat pola masker transparan
Selain akses informasi dan komunikasi, lanjut Suharto, epidemi Covid-19 juga berdampak pada mata pencaharian para difabel.

Sebab, kebanyakan dari mereka bekerja di sektor informal, antara lain sebagai tukang pijat dan membuat kerajinan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com