Selama masa karantina, lanjut Heri, biaya hidup ditanggung secara swadaya.
Sementara biaya logistik ditanggung oleh pihak keluarga masing-masing karena pemerintah desa tidak ada anggaran.
Lebih lanjut, dana yang digunakan untuk membuat bilik berasal dari dana desa sebesar Rp105 juta.
Namun karena sampai saat ini dana desa belum turun, maka pihaknya berutang lebih dahulu.
Bahkan, dirinya secara pribadi rela menggadaikan mobil untuk membeli kebutuhan pembuatan bilik karantina.
"Bayarnya nanti kalau dana desa sudah turun sekitar bulan Mei," katanya.
Dana sebesar itu selain untuk membuat bilik karantina, juga untuk kebutuhan lain seperti untuk membeli obat-obatan dan juga disinfektan.
Kendati demikian Heri tetap meminta para perantu agar tidak mudik untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Bilik karantina ini juga untuk memberikan shock teraphy bagi perantau yang akan pulang.
"Kalau tidak mau dikarantina, sebaiknya tidak usah pulang ke Krincing. Tapi kalau tetap mau pulang ada konsekuensi yang harus diterima yakni harus karantina selama 14 hari," ujar Heri.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.