Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mbah Mangun Jual 3 Kambing untuk Beli Peti Mati, Sempat Gegerkan Tetangga

Kompas.com - 13/03/2020, 18:10 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Mbah Mangun (87) warga Pedukuhan Mendiro, Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo menjual tiga ekor kambing peliharaanya untuk membeli peti mati.

Peti mati tersebut diletakkan di sebelah kasur tempat ia tidur sehari-hari. Mbah Mangun membeli peti mati tersebut untuk persiapan kematiannya.

“Aku wis siap-siap,” kata Mangun kepada Kompas.com, Rabu (11/3/2020).

Baca juga: Kisah Mbah Mangun Hidup Menyendiri di Dekat Kandang Sapi dan Tidur di Samping Peti Mati

Selain itu ia telah  menyiapkan tiga potongan kain mori dan liang lahat serta batu nisan untuk dirinya.

Yen wis dipundut, gari nguncalke. Kulo wis siap-siap jogangan (kalau sudah dipanggil Tuhan, tinggal masukkan saja. Saya sudah menyiapkan liangnya juga). Itu lho ruangan untuk ngubur,” kata Mbah Mangun.

Mbah Mangun membeli peti mati seharga Rp 1 juta. Sedangkan untuk kain mori, ia mengeluarkan uang Rp 50.000 per lembar dan batu nisan seharga Rp 650.000.

Baca juga: Kisah Iskandar Budi Daya Alpukat Seberat 2 Kg, Sekali Panen Bisa Naik Haji dan Beli Honda Jazz

Tetangga sempat geger saat peti mati tersebut diantar ke rumah Mbah Mangun. Hal tersebut mengejutkan karena para tetangga selama ini tidak pernah mendengar berita duka.

"Sing durung ono teh karo gulo, nganggo nyepaki wong sing layat (yang belum siap itu teh dan gula, untuk mereka yang datang melayat nanti)," kata Mangun.

Sementara itu Waryadi (68), adik Mbah Mangun bercerita jika kakaknya sempat meminta anaknya untuk membelikan dia peti mati. Namun sang anak menolaknya.

“Peti itu meminta anaknya. (Tapi anaknya menolak dan bilang) kalau besok (meninggal) baru beli dan pakai (peti mati), tapi sendirinya (Mangun) marah. Akhirnya cari peti,” kata Waryadi.

Baca juga: Akhir Kisah Polisi Gadungan di Pesanggrahan, Batal Nikah Usai Peras dan Perkosa Perempuan

 

Tak ingin repotkan keluarga

Mbah Mangun hidup seorang diri di pondok mungil di Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Mbah Mangun hidup seorang diri di pondok mungil di Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mbah Mangun masih memiliki keluarga. Namun ia memilih hidup sendiri agar tidak merepotkan keluarganya.

Dia memasang foto keluarga dan kerabatnya di dinding rumahnya. Dengan bangga, Mbah Mangun bercerita jika dia memiliki dua anak, lima cucu, dan tiga cicit.

“Anakku dua perempuan semua. Puthuku (cucu saya) kerja di dealer. Puthuku sudah bisa beli mobil sendiri. Anakku dulu sekolah musik,” kata Mangun.

Baca juga: Bayi Bernama Borojol di Lebak Banten dan Kisah di Balik Kelahirannya

Sang cucu pernah meminta Mbah Mangun untuk tinggal bersama. Namun ia menolak dan memilih tinggal di lahan yang sama dengan adiknya.

Dikon bali puthuku. Wah yo ora. Ning kene wae. Wis gawe jogangan (disuruh pulang cucu. Tidak mau. Di sini saja, saya sudah bikin liang),” kata dia.

Cucu Mbah Mangun juga menyediakan tempat tidur untuk kakeknya. Tak hanya itu. Setiap bulan sang cucu juga mengirim uang dan sembako untuk kakeknya.

Bahkan sang cucu juga membelikan empat kambing untuk dipelihara Mbah Mangun.Kambing peliharaan itu yang dijual Mbah Mangun untuk membeli peti mati.

Baca juga: Kisah Marhamdani, Anak Buruh Tani Lulusan Terbaik Fakultas Kedokteran Unsoed

Pernah merantau ke Sumatera

Mbah Mangun hidup seorang diri di pondok mungil di Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Mbah Mangun hidup seorang diri di pondok mungil di Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Waryadi adik Mbah Mangun bercerita saat masih muda, kakaknya dikenal sebagai orang terpandang dan memliki lahan yang luas.

Namun dengan berjalannya waktu, tanah milik Mbak Mangun habis dijual.

Ia pun merantau hingga ke Sumatera. Setelah tak kuat lagi bekerja, ia kembali ke Jawa dan ikut kerabatnya.

Mbah Mangun datang pada ke rumah Waryadi pada tahun 2012. Saat itu Mbah Mangun ingin menumpang hidup bersama adiknya.

Dalam keadaan terbatas, Waryadi membangun rumah kecil di belakang rumahnya untuk Mbah Mangun. Waryadi juga berbagi listrik dan lampu untuk kakaknya.

“Terakhir di Wonosari, kemudian kembali ke sini. Dia mengatakan, ingin ikut saya saja. Bagaimana pun saya terima,” kata Waryadi.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dani Julius Zebua | Editor: Khairina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com