Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persaingan Geng Antar-sekolah yang Akhirnya Renggut Masa Depan AF...

Kompas.com - 27/02/2020, 15:34 WIB
Markus Yuwono,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu terakhir di wilayah Yogyakarta, kita sering mendengar kasus kejahatan yang melibatkan para pelajar.

Kekerasan yang dilakukan sampai menghilangkan nyawa. 

Mereka yang ditangkap polisi saat ini menempati sel anak di Lembaga Permasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Yogyakarta di Wonosari, Gunungkidul.  

Kompas.com berkesempatan bertemu dengan tiga anak yang menghuni LPKA, yaitu berinisial TP (16), anak binaan terlibat kasus narkoba, BA (18) terlibat kasus perusakan, dan AF (18) terlibat klitih.

AF bercerita, masuk ke lapas tersebut karena menganiaya seorang pelajar di Jalan Mergangsan, Kota Yogyakarta, pada September 2019.

Baca juga: Polisi Terjunkan Tim Khusus The Cops Antisipasi Ancaman Klitih

Oleh pengadilan, dirinya divonis empat tahun penjara.

AF menceritakan, orang yang tewas dianiaya merupakan musuh bebuyutan dari sekolah lain. 

Sekolah AF dan korban sudah bermusuhan sejak lama.

Saat mengetahui siswa sekolah musuhnya sedang bermain futsal, AF dan beberapa temannya sengaja mendatangi lokasi.

Melihat korban keluar, AF dan temannya mengejar korban. Penganiayaan terjadi hingga korban meninggal dunia.

AF mengaku menyesal sudah terlibat penganiayaan sehingga menyebabkan korban jiwa. 

"Niatnya tidak sampai membunuh," kata AF. 

Persaingan antar-geng sekolah sudah lama terjadi.

Tak jarang mereka bertemu untuk adu jotos antar-sekolah.

Mereka mencari nama musuh mereka melalui media sosial seperti Instagram.

Setelah menemukan, mereka akan mengirim pesan untuk bertemu dengan musuhnya di suatu tempat.

Mereka janjian untuk bertemu dan berkelahi. Misalnya setiap sekolah mengirimkan empat motor atau delapan orang pelajar, musuhnya pun harus sama.

Nanti yang kalah akan lari meninggalkan musuhnya, dan dianggap pihak yang kalah.

"Menang ya senang, kalah ya malu," kata AF.

AF dan BA merupakan anggota satu geng, tapi beda sekolah. 

Keduanya mengaku sebelumnya belum pernah terlibat klitih atau melukai orang yang ada di jalanan secara acak.

Namun, untuk perkelahian antar-pelajar sudah sering terlibat.

Setiap kali keluar rumah selalu membawa benda tajam, seperti sabuk berkepala gir dan besi.  

Selama empat bulan tinggal di LPKA, AF sudah mulai bisa mengikuti kegiatan rutin yang digelar.

Apalagi, beberapa bulan ke depan AF dan beberapa temannya akan menghadapi ujian nasional.

Selama di dalam LPKA, AF mendapatkan pendidikan tak jauh berbeda dengan anak-anak seusianya.

Di LPKA, AF bersama TP dan BA akan menempuh UN. 

Kepala LPKA Yogyakarta Teguh Suroso mengatakan, seluruh anak binaan di lapas mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai.

Salah satunya dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gunungkidul melalui Sanggar Kegiatan Belajar.

"Rutin ada guru SKB yang memberikan materi belajar seperti biasa. Kegiatan pada pagi hari dimulai dengan kegiatan keagamaan, kemudian dilanjutkan pembelajaran," ucap Teguh. 

Beberapa siswa tidak dikeluarkan dari sekolah. Mereka melalui kesetaraan dengan mengikuti program kejar paket.  

Baca juga: Cerita Pengemudi Ojol di Yogyakarta yang Jadi Korban Klitih

Kepala UPT SKB Gunungkidul Suharjiya mengatakan, SKB merupakan satu-satunya pendidikan kesetaraan negeri di Gunungkidul.

Selain pendidikan formal, anak-anak tersebut juga mendapat pendidikan keterampilan hingga penguatan sisi agama.

Baik melalui jalur formal maupun non formal, seperti pendidikan kesetaraan melalui kejar paket B dan C.

"Prisinpnya adalah hak pendidikan anak tidak boleh diabaikan," kata Suharjiya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com