Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembangkan Plastik dari Kulit Singkong, Mahasiswa Indonesia Juara di Bangkok

Kompas.com - 18/02/2020, 10:27 WIB
Dian Ade Permana,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SALATIGA, KOMPAS.com - Tiga mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang tergabung dalam tim inovator CASPEEA mengembangkan produk bioplastik berbahan dasar kulit singkong.

Karena inovasinya tersebut, mereka meraih medali perak pada ajang “Thailand Inventor’s Day 2020” di Bangkok International Trade and Exhibition Center (BITEC), Bangkok, Thailand yang berlangsung pada 2 Februari hingga 6 Februari 2020.

Mahasiswa yang tergabung dalam tim ini adalah I Gede Kesha Aditya Kameswara, M Sulthan Arkana, keduanya mahasiswa program studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika (FSM), serta Pambayun Pulung Manekung Stri Sinandang mahasiswi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (Fiskom).

Baca juga: Inovasi BMKG untuk Peringatan Dini Longsor Diluncurkan, Berbasis Prediksi Cuaca Ekstrem

Menurut Kesha, kulit singkong mengandung sekitar 60 persen polisakarida berupa pati hanya menjadi limbah dan belum banyak dimanfaatkan. 

Indonesia sebagai salah satu produsen singkong terbesar di dunia dengan kapasitas produksi mencapai 21 juta ton setiap tahun, menjadikan kulit singkong sebagai kandidat kuat bahan utama pembuatan bioplastik karena memiliki keberlangsungan yang baik.

Produk inovasi yang diberi nama “CASPEEA: A Bioplastic Made from Cassava Peel Wastage to Combat Plastic Waste Crisis Worldwide” ini diklaim memiliki ketahanan terhadap beban hingga mencapai 15 Mpa.

Baca juga: Bioplastik Hingga Tote Bag, Tas Belanjaan Mana yang Ramah Lingkungan?

Sementara produk bioplastik lainnya hanya dapat menahan beban sebesar 9 Mpa.

“Kalau plastik biasa yang diproduksi oleh pabrik dapat menahan beban berkisar 20 hingga 30 Mpa. Hal ini membuat kami yakin kalau produk bioplastik yang kami hasilkan mampu bersaing dengan plastik biasa. Kami juga menjamin bahwa produk ini food grade meskipun ada campuran bahan kimia,” tutur Kesha, dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2/2020).

 

Kesha menyebut bioplastik yang mereka hasilkan dapat terurai sebesar 34,56 persen selama tiga hari waktu penimbunan di dalam tanah, sedangkan produk kompetitor hanya sebesar 18 persen, sementara plastik biasa tidak dapat terurai sama sekali.

“Proses produksinya dilakukan dengan merendam kulit singkong ke dalam larutan garam CR (Cyano Reduction) untuk menghilangkan sianida yang terdapat pada kulit singkong, kemudian proses berikutnya adalah mengeringkan sekaligus menghaluskan kulit singkong tersebut hingga bentuknya berubah menjadi tepung,” jelas Sultan.

Tepung kulit singkong kemudian dicampurkan dengan asam laktat untuk meningkatkan ketahanan terhadap panas, setelah itu campuran tersebut dicuci dengan aseton untuk memperoleh butiran bioplastik. 

Selanjutnya, butiran dicampurkan dengan polivinil alkohol (PVA) dan bahan penambah lainnya untuk memproduksi bioplastik yang memiliki nilai kuat tarik yang tinggi.

Tim CASPEEA menjadi salah satu kontingen yang mewakili Indonesia dalam kompetisi yang diikuti oleh 500 peserta dari 23 negara.

“Kami akan menguji produk, CASPEEA juga memiliki potensi menjadi pupuk karena bahan dasarnya mengandung mikromolekul yang dapat dijadikan pupuk kompos,” ujar Sultan.

“Sebagai insan yang ditempa dengan konsep creative minority di UKSW, kami berharap mereka dapat menjawab berbagai permasalahan serta tantangan yang ada di masyarakat. Sehingga mampu memberikan manfaat bagi sekitar,” kata Dekan FSM UKSW, Adi Setiawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com