"Ya untuk operasional panti. Pelan-pelan Kita merintis ekonomi panti asuhan," ucap Prianggono.
Baca juga: Kopi Sumowono, Awalnya untuk Panti Asuhan Kini Harganya Rp 5 Juta Per Kg
Kehidupan masa lalu Prianggono sejak SMP sudah berkawan dengan tato, minuman keras, bahkan narkotika.
"Saya nakal dari SMP, sudah minum, sudah punya tato, jualan obat (pil) koplo juga. Saya dikeluarkan dari SMA itu gara-gara ketahuan membawa pil koplo banyak di dalam tas," ucap pria kelahiran Semarang itu.
Prianggono pun tumbuh menjadi seorang preman yang selalu meminta jatah bulanan dari toko-toko di Semarang.
"Di Pamularsih ada toko-toko itu, setiap bulan saya mendapatkan jatah. Tapi ya uang jatah itu habisnya hanya buat minum," ungkapnya.
Pria bertampang garang dengan rambut agak gondrong bergelombang itu pernah beberapa kali bekerja.
Antara lain menjadi penjaga malam di sebuah rumah di daerah Simpang Lima Semarang, lalu menjadi office boy di bank hingga menjadi penagih khusus kartu kredit.
Baca juga: Polisi Sebut Pengeroyok Bripda Muhammad Adi Saputra di Bekasi adalah Preman
Dia lalu memulai belajar mengenal agama dengan bersedekah.
"Alhamdulillah, saya waktu itu belajar sedekah. Awalnya tahun 2009, gara-gara nonton TV tentang sedekah," imbuhnya.
Bertekad mengubah nasib, Prianggono pun memulai hidup baru dengan pindah ke Sleman.
Dia lalu berjualan soto dan mulai berkenalan dengan komunitas Islam.
Dari situlah Prianggono mulai rajin beribadah hingga berkeinginan membangun panti asuhan.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma | Editor: David Oliver Purba)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.