Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Lepaskan Ban di Leher Buaya di Palu, Pernah Panggil Panji Petualang hingga Gelar Sayembara

Kompas.com - 07/02/2020, 14:17 WIB
Erna Dwi Lidiawati,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

PALU, KOMPAS.com - Sejak kemunculannya pada 2016, buaya berkalung ban di Palu menyita perhatian warga.

Sejak 2016, Dinas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah telah mencoba untuk menyelamatkan dan melepaskan ban dari leher buaya tersebut.

Beberapa usaha di antaranya dengan jala yang diberi pemberat dan menggunakan kerangkeng. Namun, upaya itu tak berhasil.

Bahkan, Panji petualang pernah mencoba menangkap dan melepaskan kalung ban dari buaya tersebut.

Sayang, upaya itu juga gagal dilakukan. 

Baca juga: Sepi Peminat, Sayembara Bebaskan Buaya Terjerat Ban Bekas Akhirnya Dibatalkan

Pada 2020 ini, BKSDA kemudian mengeluarkan sayembara untuk melepaskan ban di leher buaya.  

"Makanya sayembara itu kami buat. Barang siapa yang mampu mengeluarkan ban dari leher buaya itu akan mendapat hadiah yang setimpal. Tapi tidak ada DP, cash. Begitu keluar langsung bayar dengan mendapatkan penghargaan dari BKSDA," kata Kepala BKSDA Hasmuni Hasmar kepada wartawan, belum lama ini.

Hasmuni tak menyebutkan berapa dana yang disiapkan untuk sayembara itu.

Namun, sayembara itu akhirnya dihentikan karena sepi peminat.

Setelah upaya sayembara gagal, BKSDA memutuskan membentuk satgas yang di dalamnya terdiri dari Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Sulawesi Tengah serta tim dari KKH Jakarta.

Satgas ini dibentuk untuk melepaskan ban yang ada di leher buaya.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Pangi BKSDA Sulawesi Tengah Haruna sekaligus Ketua Satgas mengatakan, upaya melepaskan ban di leher buaya tidak akan menggunakan tembakan bius.

"Kami menggunakan harpun (sejenis tombak). Cuma kendala ombak besar dan buayanya timbul tenggelam, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga menyulitkan teman-teman menggunakan alat itu," kata Haruna.

Harpun yang digunakan BKSDA dibuat lebih aman dan tidak mematikan.

Alat itu lebih aman ketimbang tembakan bius.

Bius lebih berisiko karena ketika terkena tembakan bius, buaya akan kaget dan masuk ke dalam air.

"Kalau sudah masuk ke dalam air, tim kita akan mengalami kesulitan untuk mengambil buaya berkalung ban, karena banyak juga buaya lain di sungai Palu itu. Dan dipastikan buaya berkalung ban bisa mati," kata Rino, salah satu tim Satgas buaya berkalung ban, Jumat (7/2/2020).

Populasi

Pasca-bencana alam, BKSDA belum mendata kembali soal populasi buaya yang ada di sungai Palu.

Namun, sebelum gempa pada September 2018, tercatat buaya di sungai Palu ada 37 ekor.

Saat ini diperkirakan jumlahnya semakin bertambah.

Baca juga: Ini Alasan BKSDA Palu Gelar Sayembara Menangkap Buaya yang Terjerat Ban Bekas

Hingga kini, upaya penyelamatan buaya berkalung ban masih terus dilakukan.

Tim mengaku kesulitan jika posisi buaya berada di muara karena arus yang cukup kencang.

"Kita mencoba menggiring buaya ke posisi jauh dari muara. Itu akan memudahkan kita bekerja," ujar Haruna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com