Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Batu Susun Rompe di Ciamis Terungkap, Ternyata Bukan Candi

Kompas.com - 06/02/2020, 16:52 WIB
Candra Nugraha,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

CIAMIS, KOMPAS.com - Tim Geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Museum Geologi Bandung, serta sejarawan mendatangi lokasi ditemukannya batu bersusun di Blok Rompe, Desa Sukaraharja, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis, Kamis (6/2/2020).

Hasil pengamatan sementara, batu bersusun yang dinamai Batu Susun Rompe ini merupakan bentukan alam, bukan sebuah candi yang belakangan ini ramai diperbincangkan warga Ciamis.

"Terbentuk secara alami," jelas ahli geologi ITB, Johan Arif saat ditemui di lokasi batu susun, Kamis.

Batuan tersebut berjenis andesit. Batu jenis ini memang mudah dibentuk, misalnya jadi candi.

"Ini (bentuknya) kekar lembar, horizontal. Kalau kekar kolom bisa dilihat di Gunung Padang," jelas Johan.

Baca juga: Batu Bersusun Cidahu, Arkeolog Pastikan Bukan Peninggalan Zaman Lampau

Dia menyampaikan, batuan andesit di Batu Susun Rompe ini berasal dari lava yang membeku. Lava keluar dari perut bumi kemudian membeku di permukaan bumi.

Ditanya asal mula lava mengingat di Ciamis tak ada gunung berapi, Johan memperkirakan mungkin saja berasal dari Gunung Sawal yang tak jauh dari lokasi batu susun.

Dia menduga, Gunung Sawal dulunya merupakan gunung api.

"Mungkin dari Gunung Sawal. Dulunya mungkin gunung berapi, kan katanya ada kaldera di sana (Gunung Sawal)," ucapnya.

Baca juga: Batu Bersusun di Sukabumi, Bagaimana Fisika Menerangkannya?

Juga ditemukan di Bojong Koneng Bandung

Batu Susun Rompe berada di Desa Sukaraharja, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis.KOMPAS.COM/CANDRA NUGRAHA Batu Susun Rompe berada di Desa Sukaraharja, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis.

Johan menyampaikan, batu jenis ini bukan hanya ada di Desa Sukaraharja, Ciamis saja. Di Kabupaten Bandung daerah Bojong Koneng, ditemukan pula batu serupa.

"Namun ukurannya kecil. Kemudian ada lagi di Bogor," jelasnya.

Kamis pagi, Johan dan tim belum mengambil sampel apapun dari lokasi. Dia baru memfoto lokasi batu susun saja.

Baca juga: Penjelasan BMKG Soal Fenomena Langit Oranye di Karawang

"Akan diambil sampel batuan. Mudah-mudahan diketahui umurnya berapa tahun," jelas Johan.

Cara mengetahui umur bebatuan, jelas Johan bisa dengan memakai Uranium Argon untuk batu yang usianya lebih dari 50.000 tahun.

Untuk batu yang dibawah 50.000 tahun bisa menggunakan karbon 14 atau C14. "C14 maksimal 50.000 tahun bisa kehitung," jelas Johan.

Baca juga: Cincin Terjebak di Jari Manis, Santri Ini Datangi Damkar Ciamis

Fenomena geologi

Sementara ahli geologi dari Museum Geologi Bandung, Oman Abdurohman menyampaikan, batuan bersusun tersebut merupakan fenomena geologi.

Berdasarkan pemeriksaan sepintas, dia meyakini bebatuan di sana merupakan batuan alami, bukan candi. "Batuan andesit," jelasnya.

 

Komplek batu susun tersebut, kata Oman, bisa saja dimanfaatkan untuk pariwisata. Namun untuk dijadikan objek wisata, pengelola harus membuat akses jalan yang baik.

"Harus aman, nyaman dan memberi manfaat ke masyarakat," jelasnya.

Potensi wisata baru

Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ciamis, Erwan Darmawan mengatakan, batu susun Rompe merupakan anugerah bagi Kabupaten Ciamis.

Hal itu terlepas dari batu susun ini bentukan alam maupun bentukan tangan manusia atau situs budaya.

"Sejak awal kita sepakat dengan Pemerintah Desa Sukaraharja dan Desa Selasari bahwa ini anugerah bagi kita. Ini potensi (pariwisata) baru bagi Ciamis," jelasnya. 

Baca juga: Agar Tak Tunggak Bayar Pajak, Kepala Desa di Ciamis Bagi Celengan Gratis ke Warga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com