KOMPAS.com - Delis Sulistina (13), siswi Kelas VII SMPN 6 Tasikmalaya sempat menulis catatan berisi curahan hatinya (cuhat) setahun sebelum ia ditemukan tewas di gorong-gorong.
Catatan itu ditulis saat Delis lulus dari sekolah dasar. Di buku catatannya, Delis menulis bahwa ia ingin menjadi polwan agar bisa meberantas kejahatan.
Selain itu ia ingin sekolah di SMP Negeri 6 Tasiklamaya yang dekat dengan rumah agar tidak merepotkan orangtuanya.
Sementara itu di Baubau, La Udu (50) sudah 10 tahun tinggal di goa yang ada di tepi pantai di Kelurahan Kadolomoko, Kecamatan Kokalukuna, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara.
Untuk menuju ke kediamannya, Lau Udu harus menggunakan sampan karena lokasinya ada di bawah tebing bebatuan. Ia juga harus masuk lebih dalam agar tidak terkena air saat pasang.
Berikut lima berita populer nusantara selengkapnya:
Tulisan tersebut ditulis setahun lalu ia lulus dari sekolah dasar.
Di catatannya, Delis bercerita bahwa ia bercita-cita menjadi pahlawan agar bisa mmeberantas kejahatan.
ia juga ingin sekolah di SMP Negeri 6 Tasikmalaya yang dekat rumahnya agar tidak merepotkan keluarganya.
Wati Fatwati (46), ibunda Deki membesarkan anaknya seorang diri karena suaminya meninggalkannya. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Wati berjualan lontong.
Sementara itu, kerbata Delis bernama Ade Munir (56) bercerita Delis terlihat murung sepekan sebelun ditemukan tewas.
"Kata ibu korban, korban sering di-bully di sekolah. Dikatai bau lontong karena ibunya berdagang lontong," kata Ade
La Udu (50) tinggal di goa yang ada di tepi pantai sejak 10 tahun yang lalu.
Untuk menuju kediamannya yang ada di Kelurahan Kadolomoko, Kecamatan Kokalukuna, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, La Udu hari menggunakan sampan.
Goa kediamannya ada di bawah tebing bebatuan. La Udu bercerita ia tidur di sela-sela bebatuan beralaskan kayu bekas perahu.
Saat malam hari, La Udu harus terkena udara dingin. Ia akan masuk lebih dalam di sela bebatuan agar tidak terkena air laut saat pasang.
"Kalau malam dingin sekali. Takut (sendiri), tapi mau bagaimana lagi. Kalau air laut pasang, saya masuk ke dalam lagi,” ujar La Udu saat ditemui di kediamannya, Senin (3/2/2020).
Sehari-hari, La Udu makan ubi dan kasoami serta mencari ikan untuk dijual.
“Makan, makan ubi, dan kasoami (makanan tradisional buton), mencari ikan juga. Hasilnya juga dijual, tapi tidak banyak,” ucap La Udu.
Baca juga: 10 Tahun Tinggal Dalam Goa, Tidur di Bawah Tebing dan Khawatir Saat Air Pasang
Hal tersebut disampaikan Isran Noor saat menghadiri pertemuan Climate and Land Use Alliance (CLUA) di Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Senin (3/2/2020).
"Saya akan hentikan sendiri kalau merusak hutan," tegas Gubernur Kaltim tersebut.
Menurut Isran, menjaga lingkungan adalah hal penting untuk keberlangsungan ruang hidup masyarakat Kaltim, sehingga wajib hukumnya untuk dijaga.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan Kaltim telah berkomitmen menjaga lingkungan dalam deklarasi internasional.
"Lebih baik tidak ada ibu kota negara di Kaltim jika merusak hutan Kaltim," ucap dia.
Baca juga: Fakta di Balik Ancaman Gubernur Kaltim Akan Hentikan Proyek Ibu Kota Negara
TNI AD Kodim 0313/Kampar menanggung seluruh biaya pengobatan Riska Ramadila (17) yang mengidap tumor ganas di lutut sebelah kanan yang sudah besar.
Siswa kelas 3 SMA Negeri 1 Kecamatan Kampar kiri sudah tujuh bulan mengidap penyakit tersebut.
Babinsa Kelurahan Lipat Kain Pelda Nasaruddin mengatakan Riska rencananya akan dibawa berobat ke Rumah Sakit Gatot Soebroto Jakarta.
Pihak keluarga telah menyetujui membawa Riska berobat ke Jakarta. Beberapa pihak keluarga akan ikut mendampingi, termasuk Nasaruddin sendiri.
"Kita sudah minta persetujuan dari keluarga. Mereka mau kita bantu. Jadi kami akan bantu secara maksimal," ucap Nasarudin.
Namun pihak keluarga menolak jika kaki Riska diamputasi sehingga mereka mencari jalan terbaik untuk Riska.
"Kalau diamputasi janganlah dulu. Kami juga tetap berusaha mencari cara lain selain diamputasi," Erianto, ayah Riska.
Baca juga: TNI Biayai Pengobatan Pemain Voli SMA yang Idap Tumor Ganas ke Jakarta, Keluarga Tolak Amputasi
Sebelum membunuh anak perempuannya, Musadi terlibat pertengkaran dengan istrinya, Rina Kasturi (22) yang merupakan ibu kandung Nurdiana.
Setelah bertengkar, Musadi membawa anaknya, Nurdiana dengan alasan pergi ke pasar.
Namun ia justru membawa anaknya ke kebun belakang yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya.
Sekitar jam 12.00 WIB, Musadi mencekik Nurdiana dari belakang hingga tewas.
Dalam keadaan bingung, ia menggendong mayat putrinya hingga malam di sekitar kebun belakang rumah.
Pada malam hari, Musadi meletakkan mayat Nurdiana di samping rumahnya dan ia melarikan diri.
"Dia eksekusinya sekitar pukul 12.00 WIB. Setelah dieksekusi, jasad anaknya itu digendong. Di bawanya ke sana-kemari di dalam kebun hingga malam," kata Kapolsek Sungai Manau, Iptu Karto.
Baca juga: 4 Fakta Ayah Gendong Mayat Anak Berjam-jam, Mengaku ke Pasar hingga Dicekik di Kebun
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Idon Tanjung | Editor : Pythag Kurniati, Rachmawati, Michael Hangga Wismabrata, Aprillia Ika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.