Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Perempuan Pengantin Pesanan yang Masih di China, Ingin Pulang Kangen Keluarga

Kompas.com - 30/01/2020, 14:15 WIB
Rachmawati

Editor

Saya tidak tahu paspor saya ada di mana. (Hana menikah dan tinggal di Suzhou sejak Juli 2019)

Kondisi saya tidak fit, mungkin karena faktor cuaca. Saya tidak pernah mau diajak suami untuk bekerja. Akhirnya saya hanya disuruh mengurus rumah, kadang-kadang juga mencuci baju mertua.

Saya rindu dengan anak kandung dan keluarga saya di Indonesia. Di sini saya bagaikan burung. Saya bisa saja kabur, tapi saya bingung harus ke mana. Kantor KBRI jauh.

Baca juga: Pengakuan Pengantin Pesanan di China: 2 Kali Menikah, Sering Dipukuli

(Jarak antara pusat Kota Suzhou dan kantor KBRI di Distrik Chaoyang, Beijing, mencapai lebih dari 1.100 kilometer. Perjalanan bisa ditempuh selama sekitar 12 jam perjalanan darat)

Saya tidak mengalami kekerasan, mungkin karena pernikahan ini ilegal dan penyiksaan bisa dihukum berat.

Saya tidak tahu harus minta tolong ke siapa untuk pulang ke Indonesia. Saya minta tolong ke aktivis migran, tapi mereka selalu meminta saya untuk bersabar.

Baca juga: Selama Setahun, Ada 20 Korban Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan

Nurlela, asal Kalimantan Barat

Nurlela menikah dan mulai tinggal di China awal 2016. Dari pernikahan pertamanya di Indonesia, ia memiliki seorang anak.

Setelah sembilan bulan di China, ia kabur dari rumah suaminya. Ia mengaku harus pulang karena anaknya yang saat itu masih balita sakit keras.

Selama di China Nurlela mengaku tidak pernah mendapat kekerasan. Ia berkata memiliki 'kehidupan yang cukup' walau suaminya di China bekerja sebagai tukang bangunan.

Saya sebenarnya ingin ke sana lagi. Di sana sama saja seperti di Indonesia, perbedaannya cuma bahasa dan makanan. Baik buruk orang tergantung kita. Di Indonesia juga banyak yang jahat, banyak yang baik.

Baca juga: Berbagai Modus Perdagangan Manusia, dari Pengantin Pesanan hingga Pemberian Beasiswa

Apakah menikah dengan orang China bakal lebih sejahtera? Enggak juga. Di kampung halaman saya banyak dibohongi, banyak orang miskin. Di sana tidak semua orang kaya, banyak juga yang miskin.

Tapi saya putuskan tidak ke China lagi, kasihan orang tua saya. Di kampung saya juga bagus, apalagi ada kebun sawit dan karet. Di kampung saya juga tidak sebegitu susah, apalagi kalau ada niat kerja, tidak malas-malasan.

Setelah pulang ke Kalimantan, jujur saya sempat membantu agen mencari perempuan untuk dinikahkan dengan laki-laki China. Saya kan dikasih uang bos.

Baca juga: Imigrasi Soekarno-Hatta Akui Sulit Deteksi Perdagangan Manusia lewat Pengantin Pesanan

Saya waktu itu belum tahu ini kejahatan. Setelah kakak sepupu saya berangkat, di China dia disiksa. Setelah kejadian itu saya tidak mau bantu agen lagi, saya takut.

Saya dulu pernah bilang ke dia, kalau mau ke China harus siap segala risiko. Harus atas keinginan sendiri. Biarpun orang kasih uang untuk menikah, kalau kita tidak mau, bagaimana mereka bisa memaksa?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com