Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Saya Cuma Bisa Cari Rebung di Hutan (2)

Kompas.com - 23/01/2020, 08:38 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Merry adalah perempuan asal Kalimantan yang pernah menjadi pengantin pesanan. Saat ini ia tinggal di rumah semipermanen milik orangtuanya, November lalu, tujuh bulan setelah ia pulang dari China.

Merry hingga kini belum dapat melupakan rentetan peristiwa di China yang ia sebut mengerikan.

Saat BBC Indonesia menemuinya di Landak, Merry hanya berdiam diri di rumah orang tuanya. Ia mengaku sesekali ke ladang membantu ayahnya mencari rebung dan sayur  di pinggir hutan.

"Berat sekali mendengar orang mencibir kita, mau mencari kerjaan pun malu. Sekarang saya cuma bertopang pada bapak. Saya cuma bisa cari rebung dan sayur di hutan," tuturnya.

Merry belum berpikir untuk kembali bekerja. Perundungan tetangga membuatnya kecil diri. Cercaan juga didapatkan anaknya yang sekarang duduk di bangku kelas empat SD.

Baca juga: Kenali Ciri-ciri Awal Kejahatan Perdagangan Orang

"Tetangga saya bilang 'anak saya anak lonte, mamamu lonte'. Anak saya yang paling kecil kalau pulang sekolah biasanya nangis karena malu," ujar Merry.

"Dia mengeluh, 'Ma kalau kita ada uang, kita pindah ya dari sini. Aku tidak tahan'. Saya bilang, 'Biarlah orang mau ngomongin kita apa, kita terima saja.'"

Baca juga: Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Setiap Hari Kepala Saya dipukul (1)

Sebagian bekas pengantin pesanan beralih menjadi comblang setelah mereka pulang dari China. BBC News Indonesia Sebagian bekas pengantin pesanan beralih menjadi comblang setelah mereka pulang dari China.
Pengantin pesanan yang belum dapat dipulangkan dari China

Pengantin pesanan untuk laki-laki China bukan persoalan endemik di Indonesia. Perempuan yang 'dinikahkan' agen perkawinan berasal dari sejumlah negara, antara lain Myanmar, Vietnam, bahkan Pakistan.

Simpul perdagangan orang ini diyakini muncul karena saat ini jumlah laki-laki di China lebih banyak ketimbang perempuan.

Fakta ini disebut merupakan konsekuensi regulasi satu anak satu keluarga yang dikeluarkan pemerintah China sejak 1979.

Penduduk laki-laki di kawasaan pedesaan China kesulitan mendapat jodoh atau menikah. Jasa pencarian jodoh di luar negeri pun lantas berkembang.

Baca juga: Menyoal Prostitusi Online, Pakai Tagar Khusus di Twitter hingga Modus Perdagangan Orang

Dalam konteks Indonesia, praktik ini berpotensi melanggar UU 21/2007 tentang tindak pidana perdagangan orang.

Kejahatan itu didefinisikan sebagai merekrut, mengangkut, menampung, atau mengirim seseorang dengan ancaman, kekerasan, pemalsuan, dan penipuan dengan tujuan atau berakibat eksploitasi.

Seseorang yang membawa warga Indonesia ke luar negeri dengan maksud mengeksploitasi diancam penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp600 juta.

Baca juga: Polisi Tangkap 6 Pelaku Perdagangan Orang, 48 Perempuan Jadi Korban

Aktivis SBMI, Juliana, menyebut sindikat pengantin pesanan sudah ada di Kalimantan Barat sejak puluhan tahun lalu. Ia mengaku pernah ditawari untuk menikah dengan pria asal China. BBC News Indonesia Aktivis SBMI, Juliana, menyebut sindikat pengantin pesanan sudah ada di Kalimantan Barat sejak puluhan tahun lalu. Ia mengaku pernah ditawari untuk menikah dengan pria asal China.
Sejak April 2019 hingga November lalu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menjalin komunikasi dengan sekitar 13 perempuan Kalimantan Barat yang terjebak kasus pengantin pesanan.

Sebagian dari mereka, salah satunya Merry, dapat mereka bantu pulangkan. Sisanya masih berada di China.

Karena tak pernah ada data resmi perempuan Indonesia yang menikah dengan laki-laki China melalui sindikat pengantin pesanan, SBMI menaksir jumlahnya jauh lebih besar.

Juliana, salah satu pengurus SBMI, menyebut ekonomi merupakan faktor utama yang mendorong para korban masuk jeratan sindikat perdagangan orang ini.

Baca juga: Sulitnya Pulangkan 2 Warga Karawang Korban Perdagangan Orang di Irak

Selain itu, kata Juliana, pendidikan dan akses informasi yang rendah juga melanggengkan bisnis gelap pengantin pesanan.

"Ini faktor ekonomi. Mereka ingin mengubah hidup keluarga, dari petani pindah ke kota. Ditawari apapun oleh comblang, diimingi uang pasti mereka tergiur, walaupun mas kawin hanya Rp25 juta."

"Korban rata-rata tinggal di desa. Comblang datang, ada tawaran, mereka langsung mengiyakan," kata Juliana.

Baca juga: 40 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang dengan Modus Kuliah Sambil Kerja di Taiwan

Merujuk data Badan Pusat Statistik per Maret 2019, Kalimantan Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di pulau Kalimantan. Angkanya mencapai 269 ribu orang atau 7,37%.

Orang miskin dalam data BPS itu adalah mereka yang pengeluaran per kapitanya kurang dari Rp269 ribu per bulan.

Baca juga: Kementerian PPPA: 70 Persen Korban Perdagangan Orang Itu Anak dan Perempuan

Mas kawin dan uang tunai disita kepolisian dari prosesi pertunangan seorang anak di bawah umur dengan pria asal China di Mempawah, akhir 2019. BBC News Indonesia Mas kawin dan uang tunai disita kepolisian dari prosesi pertunangan seorang anak di bawah umur dengan pria asal China di Mempawah, akhir 2019.
Cerita comblang pengantin pesanan

Faktor kemiskinan itu juga muncul saat BBC Indonesia berbincang dengan Nurlela, perempuan yang dituduh Merry menjerumuskannya ke comblang alias agen pengantin pesanan.

Nurlela berkata, satu-satunya alasannya berhubungan dengan comblang adalah uang. Ia adalah pengantin pesanan dari generasi sebelum Merry.

Tahun 2016, saat berusia 19 tahun, ia menikah dengan laki-laki China.

Tak sampai setahun di negara itu, Nurlela kembali ke Indonesia karena putranya yang masih balita sakit paru-paru—Agustus lalu anaknya itu meninggal.

Setelah tak lagi berniat menjadi pengantin pesanan, Nurlela diminta comblang mencari perempuan lain untuk 'dijodohkan' dengan laki-laki asal China.

Baca juga: Ibu Rumah Tangga Terlibat Perdagangan Orang, Ubah Dokumen Calon TKI

Dalam peran barunya itu, ia mendapat upah sebesar Rp 6 juta.

Namun Nurlela mengaku baru belakangan ini tahu bahwa tindakannya bisa dikategorikan sebagai kejahatan.

"Dulu fokus saya uang, anak saya sakit, jadi pikiran saya cuma cari uang. Saya tidak tahu itu perdagangan manusia," ujarnya.

"Bos pancing saya, dia bilang 'kau cari cewek lagi, nanti kau dapat uang lebih banyak'. Saya ingin dapat uang itu untuk mengobati anak saya."

"Tapi saya sebenarnya agak curiga. Bos tahu saya masih polos."

Baca juga: Ke Pontianak, Menlu Bertemu 7 Korban Perdagangan Orang

"Saya sekarang trauma karena kakak sepupu saya bilang, saya yang jual dia. Kalau kemarin dia tidak bisa pulang, mungkin kemarin saya korbankan diri pergi ke China supaya bisa jemput dia," kata Nurlela.

Merry melaporkan ke polisi sejumlah orang yang ia tuding terlibat dalam perkawinannya dengan laki-laki China.Nurlela, salah satu yang diadukan Merry, sempat dipanggil kepolisian.

Hingga saat ini belum ada satu pun orang yang dijadikan tersangka dalam perkara Merry.

Baca juga: Dua Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap, Korbannya Terancam Lumpuh Dianiaya Majikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com