Ide membuat batik ini, berawal dari keprihatinan guru-guru SLB Mutiara Bangsa kepada siswanya yang sudah lulus sekolah.
Mereka tidak mempunyai kegiatan. Lalu, siswa-siswi yang sudah lulus itu, ditarik lagi untuk diajari membatik dan dijadikan asisten mengajar.
“Kalau jumlah gurunya ada 6 orang dan beberapa volunteer,” aku Hanna.
Jenis batik karya anak SLB Mutiara Bangsa, tambah Hanna, adalah batik tulis dan batik ciprat.
Untuk batik tulis, dibuat oleh siswa yang sudah dewasa, sedang batik ciprat oleh anak-anak.
Baca juga: Manggung di Jakarta, Agnez Monica Tampil Bernuansa Batik
Keduanya mempunyai kekhasan tersendiri. Jika batik tulis mempunyai keunggulan pada gambar, sedang batik ciprat pada cipratanya.
“Satu lembar kain batik ciprat, dikerjakan oleh beberapa anak. Anak autis dan tuna rungu atau tuna wicara, gaya cipratannya sendiri-sendiri,” ujarnya.
Hanna, menambahkan pewarna batik yang digunakan berasal dari alam. Mulai dari kulit manggis, buah joho, pace, mangrove, dan indigovera. Sedang corak batik tulisnya adalah flora fauna.
“Dulu sebelumnya kami pernah memakai pewarna kimia. Tapi ada siswa yang alergi dengan bahan kimia. Lalu kami ganti dengan warna alam. Hasilnya ternyata lebih baik, meskipun kami harus sedikit kesulitan mencari bahannya,” jelas Hanna.
Baca juga: Biografi Samanhudi, Pahlawan dan Pedagang Batik
Salah satu volunteer SLB Mutiara Bangsa, Budi, mengaku meskipun anak -anak mempunyai keterbatasan fisik dan mental, kecerdasannya tidak kalah dengan anak-anak normal.
Anak – anak SLB Mutiara Bangsa, bisa cepat menangkap pelajaran yang disampaikan guru.
“Karena komunikasinya sedikit terhambat, jadi kita mengucapkannya harus berulang-ulang,” jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.