Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Dinasti Politik Menghambat Kesejahteraan

Kompas.com - 20/01/2020, 15:17 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Pengamat politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam menilai, praktik dinasti politik akan menghambat percepatan terwujudnya demokrasi subtansial, yaitu kesejahteraan dan keadilan.

Hal demikian disampaikan Arif Nurul Imam dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (20/1/2020).

Pendapat Arief itu disampaikan dalam diskusi bertajuk “Dinasti Politik dalam Konstelasi Pilkada Serentak” yang digelar Sultan Center Banten di aula Sultan Center, Serang, Banten, Minggu (19/01/2020).

Menurut Arif, praktik dinasti politik sejatinya terjadi di banyak negara, termasuk negara kampiun demokrasi.

Baca juga: Bantah soal Dinasti Politik Maruf Amin, Siti Nur Azizah: Saya Tak Aji Mumpung

 

Hanya saja, kata dia, praktik dinasti politik di luar negeri tetap menimbang aspek kapasitas, pengalaman, dan rekam jejak dan pengabdian di masyarakat.

Karena itu, lanjut dia, dinasti politik semacam ini tidak memiliki dampak buruk signifikan bagi perkembangan demokrasi subtansial.

Dinasti politik sesungguhnya fenomena global, di Amerika ada dinasti Kennedy, Bush dan lain-lain, hanya mereka mengedepankan aspek meritokrasi bukan hanya karena masih saudara. Sementara di Indonesia, dinasti politik berjalan ke arah negatif karena hanya mempertimbangkan aspek hubungan darah, popularitas dan ketersediaan logistik,” katanya.

Dinasti politik semacam ini tentu tidak memberi dampak positif bagi demokrasi, terutama demokrasi subtansial.

Baca juga: Keluarga Jokowi di Pilkada Dinilai Eksperimen Membangun Dinasti Politik

 

Dikatakan Arif, dinasti politik ini hanya melanggengkan kekuasaan semata, tanpa memberi efek positif bagi perkembangan demokrasi.

“Dinasti politik seperti ini juga menjadi hambatan mewujudkan demokrasi subtansial karena pemimpin produk dinasti politik tidak memiliki kepekaaan pada persoalan masyarakat kecil, sehingga makin sulit mewujudkan cita-cita kesejahteraan,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com