Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Petani Jombang Hargai Seekor Tikus Rp 1.000

Kompas.com - 17/01/2020, 09:41 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

JOMBANG, KOMPAS.com - Hama tikus merajalela di sebagian lahan pertanian yang ada di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Serangan hama tikus salah satunya melanda hamparan lahan pertanian di Desa Pojok Kulon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang.

Untuk membasmi hama tikus, para petani setempat memanfaatkan jasa para relawan pemburu tikus yang beroperasi hampir setiap malam.

Menurut Misbachudin salah satu perangkat Desa Pojok Kulon, pembasmian hama tikus dengan cara diburu menggunakan senapan angin cukup efektif.

Baca juga: Tak Kuat Hadapi Tikus, Petani Ngawi Berharap Pemkab Turun Tangan

Misbach mengatakan, hama tikus sudah melanda lahan pertanian di desanya sejak lama.

Namun, serangan tikus kian masif dirasakan pada 2 tahun terakhir.

Dalam 2 tahun terakhir, serangan hama tikus melanda 141 hektar lahan sawah dan 78 hektar lahan tegalan di Desa Pojok Kulon.

"Banyak cara sudah dicoba, tapi tidak maksimal," kata Misbachuddin kepada Kompas.com, Kamis (16/1/2020).

Metode pembasmian hama tikus yang sudah dilakukan para petani antara lain dengan menyiapkan burung hantu.

Kemudian, membangun rumahnya di sekitar lahan pertanian, serta penyediaan ular sawah sebagai pemburu tikus.

Menurut Kepala Urusan Umum Desa Pojok Kulon ini, menangani hama tikus dengan obat pembasmi hama maupun menjebak tikus juga sudah dilakukan.

Namun, cara yang paling efektif dalam 2 tahun terakhir yakni dengan cara diburu menggunakan senapan angin.

"Sekarang yang efektif ya dengan cara diburu," kata Misbachudin.

Menurut Misbach, para petani meminta bantuan relawan pemburu tikus.

Para relawan itu nantinya menerima kompensasi sebesar Rp 1.000 untuk setiap ekor bangkai tikus.

Kompensasi itu diterima para pemburu berdasarkan jumlah bangkai tikus hasil buruan yang diserahkan kepada kelompok tani.

"Sekarang tiap ekor Rp 1.000. Kalau dulu, tahun lalu, masih Rp 500 per ekor, lalu naik jadi Rp 750 dan sekarang naik lagi," kata Misbach.

Muhammad Subhan salah satu petani setempat mengungkapkan, biaya untuk kompensasi perburuan tikus berasal dari iuran petani.

Sekitar 160 petani yang terbagi dalam 4 kelompok tani mengumpulkan iuran berdasarkan ukuran luas lahan yang dimiliki.

Untuk lahan pertanian berukuran 100 hektar, iuran yang wajib diserahkan kepada petugas yang ditunjuk kelompok tani sebesar Rp. 20.000.

Pemilik lahan sawah dengan luas 250 hektar tersebut harus menyetorkan iuran sebesar Rp. 50.000.

Baca juga: Tak Ingin Disebut Kebanjiran, Pemkot Surabaya Sebut Hanya Genangan Air

Berburu Tikus Selepas Maghrib

Muhammad Subhan mengungkapkan, serangan hama tikus di lahan pertanian yang ada di Desa Pojok Kulon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, berlangsung sporadis dan cepat.

Tikus yang menyerang lahan pertanian datang secara berkelompok saat hari mulai gelap.

Dalam waktu semalam, ratusan hingga ribuan ekor tikus bisa mengabiskan tanaman pada beberapa petak sawah, tanpa mengenal jenis maupun usia tanaman.

"Datangnya bersamaan, kelompok kecil-kecil tapi datang bersama. Semacam koloni," ungkap Subhan saat ditemui di kediamannya.

Perburuan tikus yang mengganggu lahan pertanian dilakukan selepas magrib hingga menjelang tengah malam.

Setiap malam, ada sedikitnya 8 kelompok relawan pemburu yang beranggotakan 2-3 orang.

Dalam 2 minggu terakhir, sejak dilakukan perburuan tikus, lebih dari 3.000 ekor tikus berhasil dibasmi.

Sementara pada musim tanam yang sama setahun lalu, para relawan pemburu tikus melumpuhkan 6.000 ekor tikus yang bertebaran di seluruh hamparan lahan pertanian di Desa Pojok Kulon.

"Sudah sulit dikendalikan dan jumlahnya yang makin banyak. Dua mingguan ini mulai diburu tiap malam, hasilnya bisa mengurangi jumlah tikus yang berkeliaran," ujar Subhan.

Menurut Subhan, saat hujan atau saat air menggenangi lahan pertanian, ratusan hingga ribuan tikus naik ke pekarangan rumah penduduk.

Tikus-tikus tersebut ada yang naik ke pohon, bersembunyi di tumpukan kayu atau tempat lainnya yang tidak tergenang air.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com