Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batu Prasasti di Keraton Agung Sejagat, Diukir Gambar Cakra, Telapak Kaki, dan Trisula oleh Empu Wijoyo

Kompas.com - 15/01/2020, 05:15 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Keraton Agung Sejagat di Purworejo memiliki batu prasasti yang diletakkan di halaman istana dan berdekatan dengan sebuah kolam yang disakralkan oleh pengikutnya.

Batu prasasti bertuliskan Huruf Jawa tersebut diletakkan di sebuah pendopo kecil sehingga tidak terkena hujan dan panas secara langsung.

Para pengikut Keraton Agung Sejagat menyebut batu prasasti itu dengan Prasasti 1 Bumi Mataram.

Baca juga: Raja Keraton Agung Sejagat Ditangkap karena Sebar Berita Bohong

Dilansir dari Tribun Jateng, batu prasasti setinggi 1,5 meter itu dibuat oleh Empu Wijoyo Guno sekitar tiga bulan lalu.

Proses pengukiran batu tersebut dilakukan selama 2 minggu.

Sebelum bergabung di keraton, Wijoyo sehari-hari berprofesi sebagai tukang relief yang sering membuat pahatan.

Baca juga: Polisi Tangkap Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat

"Saya kerja serabutan, tapi kanjeng Sinuhun yang meminta saya membuatkan ukiran ini sehingga saya membuat, soal design berasal dari Sinuhun itu sendiri," ungkapnya.

Wijoyo mengatakan tulisan Jawa di batu itu artinya Bumi Mataram Keraton Agung Sejagat.

Mataram sendiri, menurut Wijoyo adalah mata rantai manusia.

"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun. Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.

Baca juga: Sampaikan Sejarah yang Keliru, Kelompok Keraton Agung Sejagat Purworejo Diduga Penipu

Salah satu punggawa kerajaan saat menjaga batu besar yang dianggap sebagai prasasti Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Senin (13/1/2020). 
TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati Salah satu punggawa kerajaan saat menjaga batu besar yang dianggap sebagai prasasti Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Senin (13/1/2020).
Menurut Empu Wijoyo, tulisan Jawa yang tertera pada batu juga memiliki arti peradaban baru dimulai.

"Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia," katanya.

Di batu itu, Wijoyo mengukir cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia. Di dalam cakra ada sembilan dewa.

Selain itu ada ukiran trisula yang menurut Wijoyo adalah makna keilmuan. Sedangkan gambar telapak kaki bermakna sebagai tetenger atau penanda.

Baca juga: Pemkab Purworejo Akan Hentikan Aktivitas Keraton Agung Sejagat

"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.

Pada batu tersebut juga terdapat ukiran simbol siang atau malam, hitam atau putih, atau juga sperma yang melambangkan kehidupan.

Ada pula gambar simbol dua macan sebagai simbol penjaga serta ukiran empat penjuru mata angin, dan logo kerajaan Majapahit.

Baca juga: Setelah Viral, Keraton Agung Sejagat di Purworejo Jadi Tempat Wisata Dadakan

Pada bagian bawah batu ada gambar baruna naga yang artinya lautan.

Seperti punggawa Keraton Agung Sejagat lainnya, Wijoyo juga meyakini bahwa seluruh kekuasaan dunia berada di bawah naungan keraton.

"Negara-negara di dunia adalah fasal-fasal atau menjadi bagian dari kami. Mataram itu di semua negara ada. Mataram maksudnya adalah nama 'Mata Rantai Manusia'. Di mana ada kehidupan di situ ada bumi," ujarnya.

Baca juga: Mengenal Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Ada Raja dan Ratu hingga Klaim Bukan Aliran Sesat

Dibungkus kain putih

 Calon pendopo Keraton Agung Sejagat di Purworejo masih dalam proses pembangunan. Calon pendopo Keraton Agung Sejagat di Purworejo masih dalam proses pembangunan.
Keberadaan batu besar di Keraton Agung Sejagat tersebut membuat penasaran banyak orang.

Sumarni, salah satu warga sekitar mengatakan batu besar itu datang sekitar pukul 03.00 WIB.

"Batu besar kala itu datang sekira pukul 03.00 WIB pagi. Saya melihat ternyata sudah dibungkus kain kafan (kain putih) seperti kain mori," ujar Sumarni dilansir dari Tribunjateng.com, Senin (13/1/2020).

Oleh pengikut keraton, batu itu diberi sesaji dan dupa-dupa. Saat masuk waktu Shubuh, para pengikut berdatangan dan menghadap ke selatan seakan memuja batu besar tersebut.

Baca juga: Polri Dalami Kegiatan Keraton Agung Sejagat di Purworejo

"Otomatis anak-anak kecil yang pada melihat merasa ngeri saat itu, bahkan membuat anak-anak malam harinya yang biasanya berangkat mengaji merasa takut dan tidak mengaji," imbuhnya.

Saat ditanya, anak-anak itu hanya bisa menjawab takut dan menganggap batu itu hidup.

Karena menyita perhatian, Sumarni (56) akhirnya sempat menegur dan meminta menurunkan kain kafan tersebut.

Baca juga: Terjunkan Intelijen, Polisi Cari Tahu Motif hingga Sejarah Berdirinya Kelompok Keraton Agung Sejagat di Purworejo

Puncaknya adalah pada saat kirab, dan dua hari sebelumnya melakukan gladi bersih.

"Mereka itu sempat menggunakan pengeras suara saat ada adzan maghrib," terangnya.

Sumarni sudah mengingatkan dan membuat surat permintaan agar mereka menghentikan berbagai macam aktifitas saat adzan dan ibadah.

Kedua adalah tidak melakukan aktifitas yang mengganggu warga saat saat istirahat.

Permintaan ketiga adalah membersihkan lingkungan warga dari sesaji-sesaji.

"Itulah tuntutan warga dan yang jelas kami tidak ingin terganggu dengan mereka yang datangnya berbondong-bondong.Terutama yang disesalkan adalah sesaji," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Makna Ukiran Batu di Kerajaan Agung Sejagat Menurut Empu Wijoyo, Dunia di Bawah Naungan KAS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com