Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Kerusuhan di Papua, Buntut Kasus Rasial dan Hoaks

Kompas.com - 30/12/2019, 07:00 WIB
Robertus Belarminus

Editor

Sumber kompas.com

KOMPAS.com – Mulai pertengahan Agustus 2019 hingga akhir September 2019 rentetan kerusuhan pecah di tanah Papua.

Kerusuhan pecah pertama kali di Manokwari, Papua Barat, pada 19 Agustus 2019.

Kedamaian di Kota Injil itu terkoyak siang itu, Senin. Demo warga yang semula damai berubah anarkistis.

Kerusuhan berikutnya pecah di kota-kota lain seperti Sorong, Fakfak, Timika, Deiyai dan Jayapura. Kemudian pada September, kerusuhan kembali terjadi di Jayapura dan Wamena.

Pemicu kerusuhan berulang di Bumi Cenderawasih yakni karena ada kasus rasial dan hoaks yang memicu protes luas di sana.

Baca juga: Polisi Angkut Paksa 43 Orang dari Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya

Ada pula kelompok-kelompok yang disebut-sebut menunggangi aksi protes dan mendalangi kerusuhan.

Berikut sejumlah poin penting dalam rentetan kerusuhan di Papua yang terjadi dalam dua bulan tersebut.

Kerusuhan di bulan Agustus

1. Kasus asrama Papua, Surabaya

Kerusuhan yang pecah di Manokwari dan sejumlah daerah lain di Papua, bukan tanpa sebab.

Semua berawal dari aksi protes terhadap dugaan persekusi dan rasisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) dan oknum aparat terhadap, mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang.

Ormas disebut mendatangi asrama mahasiswa Papua dipicu insiden dugaan perusakan bendera Merah putih di asrama tersebut, di Surabaya, Jawa Timur, 16 Agustus 2019.

Namun, Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya, Dorlinc Iyowau telah membantah penghuni Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, melakukan hal itu.

Ormas mengepung Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya hingga malam hari pukul 21.00.

Polisi meminta agar massa membubarkan diri, dan membuat laporan jika memang ada penistaan terhadap simbol Negara.

Gayung bersambut, massa melaporkannya ke polisi. Keesokan harinya, Sabtu 17 Agustus 2019, polisi mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Papua sebagai pihak terlapor.

Namun, upaya dialog yang dilakukan polisi dengan mahasiswa tidak terwujud. Polisi terpaksa masuk.

Sebanyak 43 mahasiswa Papua kemudian diamankan ke Mapolrestabes Surabaya.

Polisi menolak menyebut melakukan penangkapan. Alasannya, para mahasiswa Papua itu diamankan untuk menghindari bentrokan dengan massa lainnya.

Baca juga: Tak Temukan Bukti Perusakan Bendera Merah Putih, Polisi Pulangkan 43 Mahasiswa Papua

Mahasiswa dipulangkan Minggu 18 Agustus, sehari sebelum kerusuhan di Manokwari pecah.

2. Bentrok demo AMP di Malang

Untuk kasus di Malang sedikit berbeda dengan di Surabaya.

Mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kota Malang terlibat bentrok dengan warga di Perempatan Rajabali, Kayutangan, Kota Malang, Kamis (15/8/2019).

Sedianya, AMP hendak mengadakan demo di depan Balai Kota Malang. Namun, aksi demo yang disebut untuk memperingati 57 tahun perjanjian New York itu tidak berizin.

Polisi menyebut, saat memberikan surat pemberitahuan, perwakilan mahasiswa Papua tidak menyampaikan secara terus terang agenda demontrasi tersebut.

Sesuai dengan Undang-Undang, pihak kepolisian boleh tidak memberikan izin jika aksi demonstrasi itu bertolak belakang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam orasi, polisi menyebut AMP menyuarakan soal kemerdekaan Papua.

3. Hoaks mahasiswa Papua tewas

Sebuah unggahan yang menyebutkan seorang mahasiswa Papua meninggal dunia di Surabaya beredar di media sosial Twitter pada Senin (19/8/2019).

Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa mahasiswa tersebut diduga meninggal akibat pemukulan oleh aparat TNI/Polri.

Menanggapi hal tersebut, Polri menegaskan bahwa informasi tersebut hoaks.

Faktanya, pria yang ada dalam foto yang beredar merupakan foto korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal di TKP atau kecelakaan lalu lintas (laka lantas).

Kejadian laka lantas terjadi di Jalan Trikora tepatnya di depan TK Paud DOK V Atas Distrik Jayapura Utara, Papua, Selasa, 19 Februari 2019 pukul 07.30 WIT.

Pihak-pihak yang terlibat

Sejumlah organisasi disebut melatarbelakangi kerusuhan yang pecah di Papua dan Papua Barat.

Kepala Polri kala itu, Jenderal Tito Karnavian menyebutkan, dua di antaranya adalah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat ( KNPB).

"ULMWP dan KNPB bertanggung jawab atas kejadian ini. Mereka yang produksi hoaks itu," ujar Tito, saat berkunjung ke Jayapura, Papua, Kamis (5/9/2019).

Baca juga: Kapolri: Papua Aman kalau Tokoh ULMWP dan KNPB Ditangkap

ULMWP atau Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat merupakan organisasi politik untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat. Organisasi tersebut dipimpin oleh Benny Wenda.

Kerusuhan di bulan September

Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan keamanan Papua setelah kerusuhan di bulan Agustus.

Sayangnya, kedamaian di Papua tidak berlangsung lama. Pada 23 September 2019, kerusuhan pecah lagi.

Kerusuhan pecah di Wamena dan Jayapura. Kasusnya hampir mirip, yakni karena munculnya hoaks guru yang berkata rasis di sekolah.

Baca juga: 5 Fakta Nasib Pengungsi Kerusuhan Wamena, Dibayangi Trauma hingga Kekurangan Baju

Padahal, polisi mengklaim sudah mengonfirmasi isu tersebut dan memastikannya tidak benar.

Dampak kerusuhan

Pada kerusuhan di bulan Agustus yang terjadi di 6 wilayah Papua dan Papua Barat tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tapi juga kerugian materi yang tak sedikit.

Korban jiwa dan kerugian yang terbanyak tercatat terjadi di Jayapura. Lima orang tewas dalam kerusuhan di sana.

Polda Papua menyebut, kerusakan melingkupi berbagai macam benda, termasuk pos polisi.

"31 kantor dirusak dan dibakar, 15 perbankan, 33 kendaraan roda 2, 36 kendaraan roda 4, 24 kios dan toko, 7 pos polisi dan 3 unit delaer kendaraan," ujar Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol AM Kamal, di Jayapura, Selasa (3/9/2019).

Selain itu, ratusan mahasiswa Papua yang sedang menempuh pendidikan di berbagai daerah di luar Papua memilih pulang kampung.

Baca juga: Korban Tewas Kerusuhan Wamena Bertambah Jadi 33 Orang

Internet di Papua juga lumpuh selama beberapa waktu, akibat pembatasan yang dilakukan pemerintah, dengan alasan untuk mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu aksi massa.

Sementara, kerusuhan di bulan September juga memakan korban yang tak sedikit.

Kerusuhan di Jayapura total menyebabkan 4 tewas, 3 dari sipil satu orang lainnya aparat TNI.

Sementara, kerusuhan di Wamena menyebabkan 33 orang warga sipil tewas. Sebagian besar tewas karena terbakar bersama rumahnya.

Belum lagi korban luka yang tercatat lebih dari 70 orang. Selain dari sisi korban jiwa, kerugian secara materil dalam kerusuhan di Wamena tak sedikit.

"224 mobil roda 6 dan 4 hangus, 150 motor, 465 ruko hangus, dan 165 rumah dibakar," kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal di Jayapura, Kamis (26/9/2019).

Selain itu, terdapat 5 perkantoran hangus terbakar dan 15 lainnya rusak berat. Kerusuhan juga menyebabkan belasan ribu warga memilih eksodus dari Papua.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com