Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bocah 10 Tahun yang Tangannya Dibakar Sering Jadi Pelampiasan Emosi Ibu Tiri

Kompas.com - 13/12/2019, 17:56 WIB
Tri Purna Jaya,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

LAMPUNG, KOMPAS.com – AM (10), bocah yang kedua telapak tangannya dibakar di Pesawaran, Lampung, sudah sering menjadi pelampiasan sang ibu tirinya, PIL (24) ketika emosi.

PIL (24), warga Desa Sukajaya, Lempasing, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran itu mengakui bahwa AM sering menjadi pelampiasan setiap dia bertengkar dengan sang suami.

“Saya sering dipukuli bapaknya (kandung) dia (AM) kalau berantam. Kalau ribut, saya sering dihajar. Kadang jadinya ke anak itu (AM),” kata PIL, di Mapolres Pesawaran, Jumat (13/12/2019).

Baca juga: Kesal pada Suami, Ibu Tiri Panggang Tangan Anaknya di Atas Kompor

PIL mengatakan, pertengkaran dengan sang suami kadang dipicu karena hal-hal remeh, mulai dari AM yang menurutnya tidak bisa dinasihati hingga permasalahan ekonomi.

“Kadang soal anak, soal duit. Sering pas ribut saya dipukul,” kata PIL.

PIL mengaku perbuatannya membakar dua telapak tangan AM di atas kompor gas berawal saat dia diberitahu tetangganya bahwa AM mengadu ke ayah kandungnya bahwa dia sering dipukul oleh pelaku.

“Saya ajak duduk, saya tanya, ‘ngadu apa sama ayah? Ibu nggak marah’,” cerita PIL.

AM yang takut tidak mau mengaku. PIL pun naik pitam dan menyeret korban ke dapur. Di dapur, PIL memukul kepala korban sebanyak tiga kali menggunakan gagang sapu.

“Iya, dia mengaku mengadu ke ayahnya. Dia minta maaf sudah mengadu,” kata PIL.

Mendengar korban berkata jujur, PIL mengaku justru semakin emosi dan akhirnya memanggang kedua telapak tangan korban hingga melepuh.

Kekerasan oleh orang dekat

Terkait kasus kekerasan terhadap anak ini, praktisi relasi anak – orangtua asal Lampung, Fitria Laurent mengatakan, hal itu adalah fenomena yang patut diwaspadai.

Karena, memang sulit diterima oleh akal sehat bahwa kekerasan yang menimpa anak justru dilakukan oleh orang terdekat si anak.

“Apakah benar perilaku anak yang menjadi pemicu atau penyebab tindakan kekerasan orangtua atau orang dewasa lainnya?” katanya saat dihubungi, Jumat.

Fitria menggarisbawahi pada diksi “penyebab”, karena dalam narasi kepolisian ataupun pemberitaan sering disebutkan bahwa hal yang menyebabkan terjadinya kekerasan itu adalah karena perilaku si anak.

“Ada apa dengan orangtua saat ini, kenapa cenderung tidak tahan dengan rengekan anak? Tidak terima dengan perilaku anak yang tidak sesuai standar ukuran orang dewasa? Ataukah, anak hanya menjadi tempat pelampiasan yang aman?” kata praktisi Pendididkan Menghidupkan Nilai bersertifikat internasional ini.

Baca juga: Kapal Nelayan Meledak, Nakhoda Menderita Luka Bakar di Sekujur Tubuh

Fitria menjelaskan, jika mencari penyebab, ada empat hal yang patut dijadikan sebagai penyebab terjadinya kekerasan oleh orangtua kepada anak.

Di antaranya, tuntutan (tekanan) di tempat kerja yang membuat orangtua untuk langsung bereaksi.

“Dampaknya, tidak tersedianya ruang dan waktu untuk mendengarkan kata hati, untuk berhenti sejenak mengolah pikiran dan emosi ketika terjadi sesuatu yang memancing amarah,” katanya.

Kemudian, kesadaran peran sebagai orangtua yang hilang. Fitria menjelaskan, sekarang ini menjadi orangtua hanya dimaknai sebagai bagian dari siklus hidup tanpa disadari akan spiritual diri sebagai orangtua.

“Sehingga ketika mendapati anak tak sesuai atau mengganggu kehidupan aman orangtua, maka reaksi atau dorongan yang dilakukan adalah mengamankan diri mereka (orangtua), bukan melihat pada perannya,” kata Fitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com