Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

30 Persen Tebing di Indonesia Mulai Rusak, Olahraga Panjat Tebing Kena Dampaknya

Kompas.com - 26/11/2019, 08:50 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Pendiri sekolah panjat tebing pertama di Indonesia, Skygers, Harry Suliztiarto mengatakan, sekitar 30 persen tebing di Indonesia mengkhawatirkan.

Salah satunya Tebing Citatah di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Pada awal-awal ia memanjat tebing Citatah sekitar tahun 1970-an kameranya jatuh.

“Ada pohon talas besar yang menahan kamera saya. Tapi kalau sekarang sudah ga ada, di sekelilingnya yang terlihat pabrik (tambang),” ujar Harry kepada Kompas.com di sela-sela Climbing Day di Eiger Bandung, Minggu (24/11/2019).

Bahkan dulu, ia sempat memanjat tebing 30 di kawasan tersebut. Namun kini tebing itu sudah tidak ada. Hanya dalam lima tahun, tebing itu rata.

Baca juga: Diselamatkan Pekerja, Bayi Terbuang dengan Luka Gigitan Semut Kini Dirawat Pemkot Tebing Tinggi

“Tahun 1976-1977 manjat itu sepi. Tahun 2000an peralatan berat mulai masuk (mengeksplorasi tambang),” tuturnya.

Saat ini tersisa beberapa tebing di Citatah. Tebing itulah yang masih bisa digunakan untuk olahraga manjat.

Kondisi serupa terjadi di daerah lainnya. Padahal tebing-tebing di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan sangat bagus. Ketinggiannya beragam dari 100-300 meter ke atas.

“Yang ketinggian 100-150 meter banyak banget. Bisa menghasilkan pemanjat tebing alami,” imbuhnya.

Baca juga: 7 Hari Tanpa Hasil, Pencarian Turis Belarusia yang Jatuh dari Tebing Dihentikan

Jadi tambang batu marmer

Namun begitu ada batu, terutama marmer, bermunculan pengusaha batu.

Pihaknya pun tidak bisa apa-apa, karena pengusaha tersebut memiliki izin.

Meski demikian, bukan berarti tebing tidak bisa diselamatkan.

"Jika ada lima, maka tiga tebing bisa dijaga," ujarnya. 

Menurut dia,  karena persoalannya dengan perut, sulit untuk menjaga semua dan semua orang tidak bisa egois.

"Nanti mereka makan dengan apa?" lanjutnya. 

Cara selamatkan tebing: jadi lokasi Wisata

Harry mengatakan,  ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan tebing. Yakni dengan menjadikannya tempat wisata, climbing center dengan melibatkan masyarakat sebagai pemandu.

“Jadi bukan orang kota ambil sertifikat tapi orang desa sana yang dipintarkan untuk jadi pemandu,” ucapnya.

Sebab saat ini kerap kebalik. Mahasiswa ambil sertifikat tapi tidak mau kerja di sana. Apalagi sertifikasi diperebutkan karena dibiayai negara. Kalau orang desa dibiarkan begitu saja bersaing dengan orang kota, mereka kalah.

Contoh kecilnya dari segi bahasa. Kemampuan bahasa orang kota dan desa berbeda. Makanya ia kerap bilang kepada penguji untuk melakukan tes dengan bahasa orang desa.

“Saya nguji orang Purwakarta saja, penampilan perlente tapi orangnya buta huruf, nulis no hp-nya ga ngerti. Kita yang harus disetel dengan bahasanya dia,” tuturnya.

Baca juga: Tebing Longsor Timbun Jalan, Akses Sumedang-Subang Lumpuh Total

Climbing Day

Perwakilan Climber Forum, Meyzan Nataadiningrat mengatakan, eksplorasi bebatuan oleh industri membuat aktivitas manjat terganggu. Lebih dari itu, keseimbangan dan kelestarian alam juga rusak.

“Di Citatah itu tebing yang masih bisa dipanjat, tebing yang dilindungi Kopassus. Tebing 125, 45, dan 90. Sisanya banyak yang rusak, habis untuk pabrik kapur dan lainnya,” katanya.

Persoalan tebing ini menjadi salah satu fokus bahasan Climber Forum. Perkumpulan ini sengaja dibuat sebagai ajang silaturahmi sekaligus membahas, mencari solusi, dan melakukan aksi tentang persoalan pemanjat.

Apalagi dari sisi olahraga, pemanjat dinding ini sangat diperhitungkan. Di Olimpiade 2020 nanti, cabang olahraga tersebut berpotensi mendapat emas.

Selain itu, forum ini menginisiasi Climbing Day setiap 23 November. Hal ini untuk makin mendekatkan climbing sport dengan masyarakat.

Baca juga: Pasca-kasus Bus Jatuh ke Tebing, Polres Garut Sweeping Angkutan Umum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com