Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah "Tuan Anoak Langia" Tabib Suku Rejang, Semua Sakit Bisa Disembuhkan Kecuali Rindu

Kompas.com - 03/10/2019, 10:00 WIB
Firmansyah,
Khairina

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Rumah panggung berukuran sekitar 6 meter X 6 meter khas Suku Rejang, di Desa Tunggang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu terasa mulai sesak saat satu per satu tamu berdatangan.

"Tamu kali ini spesial mereka adalah para dukun, tabib atau di Suku Rejang di sebut Tuan Anoak Langia. Mereka para ahli pengobatan yang mengandalkan bahan baku obat dari hutan," kata Arafik Trisno, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tanah Rejang, beberapa waktu lalu.

Tuan Anoak Langia bagi Suku Rejang sangat penting sebagai benteng pertahanan kesehatan.

Keberadaan Tuan Anoak Langia tak dapat terpisahkan bagi suku yang menempati sejumlah wilayah di Bengkulu hingga Sumatera Selatan ini.

"Pengetahuan Tuan Anoak Langia adalah murni warisan suku yang terjadi sejak ribuan tahun. Seiring waktu jumlahnya semakin berkurang. Ada banyak penyebabnya yang paling utama adalah semakin sulitnya mencari obat ramuan dari tumbuhan karena punah, nyaris punah, dan sulit," kata Arafik.

Baca juga: Bamsoet: Banyak Manfaat dari Pengobatan Tradisional China...

Sejumlah tanaman obat berada jauh di dalam kawasan hutan seperti taman nasional, cagar alam dan hutan lindung.

Sulitnya akses ke kawasan serta aturan hukum yang kaku menjadi kendala bagi para Tuan Anoak Langia.

"Atas sejumlah pertimbangan itulah kami bersama bersepakat menyusun perobatan tersebut dalam sebuah buku supaya terdokumentasi. Harapannya dapat mengidentifikasi apa saja tanaman yang dibutuhkan bila perlu akan dilakukan aktifitas konservasi. Selain itu buku tersebut nantinya dapat memberikan masukan terhadap pelestarian pengobatan adat Suku Rejang," tambah Arafik.

Salah seorang Tuan Anoak Langia, Muktar Lopi menyebutkan sebutan Tuan Anoak Langia merupakan julukan yang diberikan dalam bahasa Suku Rejang untuk menyebutkan seorang tabib atau dukun.

Sementara pasien yang menjalani pengobatan disebut "Anak Langia".

"Ada dua jenis pengobatan yang biasa kami lakukan. Pertama secara alami mengandalkan tumbuhan, bagian tubuh hewan di alam. Kedua menggunakan tumbuhan alam yang disertai doa," jelas Muktar Lopi.

Ia katakan pada keyakinan masyarakat Suku Rejang permintaan penyembuhan terhadap penyakit tetap pada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun, usaha yang dilakukan adalah dengan menggunakan ramuan tumbuh-tumbuhan alam. Ia berkeyakinan semua penyakit pasti memiliki obat.

"Semua sakit mudah-mudahan bisa kita disembuhkan kecuali rindu. Kalau rindu itu kan anugerah bukan penyakit," ujar Muktar Lopi berseloroh.

Terdapat ratusan resep obat penyakit dimiliki para Tuan Anoak Langia. Penyakit tersebut meliputi kanker, hepatitis, patah tulang, kusta, racun, stroke, sakit kepala, dan lainnya. Uniknya, para tabib ini juga layaknya dokter memiliki spesialis.

"Ada spesialis penyakit anak, gangguan melahirkan, penyakit tulang, penyakit dalam, racun, penyakit kulit, macam-macam. Ibarat dokter kita juga punya spesialis," sebut Muktar.

Ancaman bahan baku

Diskusi para Tuan Anoak Langia cukup menarik perhatian. Tidak saja menyebutkan ribuan pasien yang telah dibantu hingga sembuh yang berasal dari dalam dan luar Bengkulu.

Para ahli pengobatan ini mengalami kekhawatiran ancaman sulitnya mendapatkan bahan baku obat.

"Terdapat sejumlah bahan baku yang punah misalnya cula badak merah. Itu salah satu bahan baku penting pengobatan kanker payudara dan rahim. Padahal penggunaannya cukup sedikit saja. Selain itu tumbuh-tumbuhan juga sulit didapat karena berada dalam kawasan hutan lindung," tambah Muktar Lopi.

Baca juga: Kisah Mangku Sitepoe, Dokter yang Mematok Biaya Pengobatan Rp 10.000 untuk Pasien

Sejumlah ahli pengobatan ini berusaha melakukan konservasi tanaman obat walau sekedarnya di sekitar rumah yang mereka tinggali.

"Saya tanam saja beberapa tanaman obat yang kami butuhkan, namun tetap saja ancaman kepunahan tanaman obat terus ada," ujarnya.

Sejumlah tabib menyebutkan, terdapat beberapa bahan baku obat yang langka mereka miliki tersebut adalah warisan dari para leluhur yang harus mereka jaga.

"Sebagian bahan baku itu kami dapatkan dari leluhur yang harus kami rawat karena langka, dan sudah tidak ada lagi," sebutnya.

Muktar menyebutkan transfer ilmu pengobatan bisa dilakukan dengan cara belajar dengan Tuan Anoak Langia atau mendapatkan pengetahuan dari mimpi. Saat ini ia mengaku senang karena masih ada sejumlah pemuda yang mau belajar teknik pengobatan.

"Kalau soal regenerasi banyak yang mau belajar, namun soal bahan baku obat yang kami khawatirkan," tegasnya.

Terbatasnya wilayah

Para Tuan Anoak Langia juga menceritakan jika dahulu para leluhur mereka memiliki akses yang luas pada wilayah adatnya hingga ke dalam kawasan hutan untuk mencari obat.

Namun, sejak negara menentukan wilayah adat mereka sebagai hutan praktis para tabib mengalami hambatan dalam memperoleh bahan obat.

"Masuk ke dalam kawasan hutan seperti taman nasional, cagar alam kan tidak sembarangan, salah-salah bisa ditangkap. Padahal kami butuh bahan obat. Ada saja dengan kesaktiannya akhirnya bahan obat itu kami ambil secara gaib ke dalam hutan, ini tidak rasional tapi itulah faktanya," kata Amrun, Tuan Anoak Langia yang lain.

Pengajar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu Fahmi Arisandi dan pengajar Ilmu Sosial Universitas Bengkulu Dhanur Hadiprasadha mengungkapkan upaya menuliskan cara pengobatan adat Suku Rejang harus dilakukan sebagai harta serta pengetahuan masyarakat adat.

"Pengobatan adat sesungguhnya dapat diilmiahkan dalam artian ini bagian dari pengetahuan yang mesti dilestarikan. Agar hak kesehatan itu tidak mutlak monopoli medis saja, namun ada juga pengetahuan alami Nusantara, mestinya ini harus didorong agar sejajar dengan medis modern," jelas keduanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com