Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Kasus Prada DP, Pembunuh dan Pemutilasi Kekasih, Kabur dari Pendidikan TNI hingga Divonis Penjara Seumur Hidup

Kompas.com - 30/09/2019, 05:30 WIB
Aji YK Putra,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Prada DP, terdakwa yang tewaskan kekasihnya, Fera Oktari, divonis penjara seumur hidup. Prada DP juga dipecat dari satuan.

Kasus pembunuhan tersebut menjadi perbincangan masyarakat, khususnya warga di Sumatera Selatan.

Ini karena selain dibunuh, jenazah Fera juga dimutilasi oleh DP.

Berikut perjalanan kasus Prada DP yang dirangkum Kompas.com:

Tewasnya Fera

Pada Jumat (10/5/2019), warga Sumatera Selatan dihebohkan dengan penemuan jenazah seorang perempuan yang diduga  korban mutilasi di penginapan Sahabat Mulia Nomor 06 Jalan PT Hindoli RT 05 RW 03 Kelurahan Sungai Lilin, Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin.

Baca juga: Fakta Lengkap Prada DP Divonis Penjara Seumur Hidup, Terdiam Sejenak hingga Teriakan Sang Kakak

Setelah dilakukan tes DNA dan otopsi, pihak kepolisian akhirnya mengetahui bahwa mayat tersebut bernama Fera Oktaria  (21), warga Kecamatan Seberang Ulu II Palembang, Sumatera Selatan.

Korban dikabarkan hilang sejak tiga hari sebelum akhirnya ditemukan tewas dengan kondisi tangan terpotong di penginapan.

Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriadi mengatakan, selain tes DNA, pencocokan wajah korban juga dilakukan. Dari kondisi jenazah, korban masih bisa dikenali oleh keluarganya.

"Kondisinya belum terlalu rusak, karena hasil tes sudah positif kita meyakini jika korban adalah Fera," ujar Supriadi.

Sebelum menghilang selama tiga hari, Fera ternyata dijemput seorang laki-laki di tempat ia bekerja.

Hal ini diketahui saat kakak korban, Putera (30) hendak menjemput korban yang bekerja sebagai kasir toko di kawasan bilangan Jalan Jenderal Sudirman Palembang.

Biasanya Putera menjemput Fera setelah selesai bekerja. 

Pihak keluarga mulai menaruh curiga sejak Fera didapati tewas dengan cara tak wajar. Nama Deri Permana (DP) akhirnya muncul.

Bukan tanpa sebab, sebelum tewas Fera selalu mengeluhkan bahwa dia diperlakukan kasar oleh DP yang saat itu sedang menjalani masa pendidikan sebagai anggota TNI dari satuan Rindam II Sriwijaya.

"Anak saya pernah dipukul selama mereka pacaran dengan Deri. Dia tidak berani melawan karena tidak ada yang menolong. Jadi anak saya tidak mau lagi dengan pacarnya itu," kata Suhartini, ibu Fera.

Tak tahan dengan tingkah DP, Fera memutuskan mengakhiri hubungannya yang telah dijalin sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Namun, DP lagi-lagi selalu mencari korban.

Setelah dilakukan penyelidikan, Prada DP yang masih menjalani masa pendidikan ternyata telah kabur dari satuannya tanpa keterangan jelas. Ia pun menjadi buronan Denpom II Sriwijaya.

Penyidik Polda Sumsel memastikan bahwa pembunuh serta pemutilasi Fera merupakan Prada DP.

Kepastian itu terungkap setelah polisi melakukan olah TKP serta mengumpulkan barang bukti usai menemukan jenazah Fera.

Prada DP ditangkap

Foto Prada DP telah disebar di berbagai wilayah jajaran Kodam II/Sriwijaya mulai dari Sumsel, Bengkulu, Jambi, Lampung hingga Bangka Belitung (Babel).

Penyebaran itu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak Prada DP.

Setelah buron selama satu bulan, Prada DP akhirnya ditangkap oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) Sriwijaya, di sebuah padepokan di Kabupaten Serang, Banten, Kamis (13/6/2019).

Selama di padepokan, Prada DP mengganti namanya menjadi Oji bin Samsuri.

Prada DP membenarkan telah membunuh Fera. Hal itu dikarenakan Fera mengaku hamil dua bulan.

Mendengar ucapan itu, DP mengaku naik pitam dan membunuh Fera. 

Persidangan

Kasus Prada DP kemudian disidangkan di Pengadilan Militer. Fakta-fakta baru akhirnya terungkap.

Baca juga: Ini 8 Pertimbangan Prada DP Divonis Penjara Seumur Hidup

 

Pembunuhan itupun ternyata direncanakan Prada DP. Bahkan, sejumlah keluarga DP mengetahui perbuatan prajurit baru ini.

Dalam persidangan, disebutkan bahwa motif DP membunuh Fera karena curiga korban memiliki pria idaman lain selama ia menempuh masa pendidikan sebagai TNI.

Prada DP lalu kabur dari lokasi pendidikan untuk menemui Fera. Sebelum bertemu korban, ia menginap di sebuah indekos di Palembang selama empat hari.

Selama itu ia berusaha menghubungi korban, tapi belum mendapatkan respons karena hubungan keduanya ternyata sudah renggang.

Setelah mendapatkan respons dari Fera, DP lalu meminta jemput di kawasan Stasiun Kertapati.

Ketika itu ia membawa tas berisi baju. Hal itu untuk mengelabui Fera bahwa ia baru saja kabur dari pendidikan.

Usai bertemu, Prada DP mengajak Fera berkunjung ke rumah bibinya, Elsa untuk curhat. Karena mengenal sosok Elsa, korban mengikuti permintaan pelaku. 

Kediaman Elsa diketahui berada di Betung Kabupaten Banyuasin. Namun, sebelum sampai ke sana, Prada DP membawa Fera ke sebuah penginapan sahabat Mulya di Kabupaten Musi Banyuasin.

Jarak antara dua lokasi itu sekitar 60 kilometer.

Hakim menilai, hal dilakukan Prada DP untuk menjauhkan korban dari rumahnya. Meskipun DP beralibi lupa keberadaan rumah Elsa hingga akhirnya nyasar sampai ke penginapan itu.

Dalam sidang itu, keluarga dan teman Fera dihadirkan sebagai saksi. Dalam sebuah persidangan, Prada DP sempat menangis.

Saat persidangan juga diketahui bahwa Prada DP pernah meminta saran ke salah satu anggota keluarganya cara menghilangkan jejak pembunuhan.

Salah satu anggota keluarga DP menyarankan untuk dibakar dan dimutilasi.

Divonis

Usai serangkaian sidang, hakim akhirnya memutuskan bahwa Prada DP terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Hakim memvonis DP dengan hukuman penjara seumur hidup.

Ketua Hakim Letkol CHK Khazim mengatakan, delapan hal yang memberatkan Prada DP Permana yakni, perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan militer yang dididik, dilatih, dipersiapkan untuk melindungi kelangsungan hidup negara dan bukan untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa.  

Kemudian, perbuatan terdakwa bertentangan dengan aspek-aspek keadilan masyarakat nilai-nilai kearifan masyarakat adat maupun perundang-undangan yang diyakini kebenaranya oleh masyarakat.

Serta merusak ketertiban keamanan dan kedamaian masyarakat. 

"Bahwa terdakwa selama persidangan tidak berkata dengan benar. Hal ini dilihat dari sikap terdakwa yang memberikan keterangan yang berbelit-belit, keterkaitan dengan pengakuan pembunuhan," ucap Khazim. 

Selanjutnya, pembunuhan yang dilakukan terdakwa ditujukan kepada korban yang notabene adalah wanita lemah dan tidak bersalah serta bukan musuh TNI.

Bahkan korban memiliki hubungan dekat dengan terdakwa yakni sebagai pacar. 

Selain itu, tindakan terdakwa bertolak belakang dengan kewajiban TNI. Di mana seharusnya melindungi dan menjaga kehormatan TNI. Bukan malah membunuh masyarakat sipil dengan keji. 

Pembunuhan yang dilakukan terhadap korban dengan cara yang sadis dan keji dan tidak berperi kemanusian. 

Lalu, perbuatan terdakwa membunuh secara keji dan sadis itu untuk menghilangkan jenazah korban sekaligus jejak-jejak nya dengan mutilasi dan membakar korban, seakan-akan telah membunuh seekor binatang yang menjijikan. 

"Hal ini menyatakan terdakwa tidak memiliki perasaan kemanusiaan. Perbuatan terdakwa yang membunuh korban tidak dimaafkan oleh keluarga korban. Ini terbukti dari pernyataan saksi, ibu korban secara langsung dipersidangan," ujar Hakim.

Prada DP melalui kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com