"Mereka menuntut bupati menandatangani persetujuan referendum," ujar Dedi ketika ditemui di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Rabu sore.
Pada saat negosiasi masih berlangsung, Dedi mengatakan, sekitar seribu orang tiba-tiba datang ke lokasi dari segala penjuru.
Mereka membawa senjata tajam, bahkan diduga membawa senjata api. Pada saat itulah kontak tembak antara massa tersebut dengan aparat terjadi.
Dedi menyebut, massa yang tiba-tiba hadir itu diduga kuat merupakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Satu anggota TNI AD gugur dan ada tambahan lima anggota Polri terluka (akibat) panah," ujarnya.
Baca juga: Kronologi Baku Tembak di Deiyai Versi Polri, Awalnya Tuntut Referendum
Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Cpl Eko Daryanto mangatakan, massa pada saat itu ingin kembali menggelar aksi unjuk rasa terkait dugaan tidak rasisme kepada mahasiswa Papua di Jawa Timur.
"Singkatnya kami mengamankan aksi demo, terus begitu kumpul massa anarkis dan kita jadi korban, panah sama senjata tajam," ujarnya kepada Kompas.com melalui telepon.
Baca juga: Deiyai Papua Memanas, 1 TNI Gugur, Ini Penjelasan Kapendam Cenderawasih
Kapolda Papua Irjen Pol Rudolph A. Rodja mengakui saat bentrok antara massa dan aparat keamanan di Distrik Waghete, Kabupaten Deiyai, juga menyebabkan korban jiwa di pihak massa.
Namun ia menegaskan jumlahnya tidak seperti informasi yang beredar.
"Korban di pihak massa dua orang meninggal dunia dan sudah dibawa ke RS. Jadi bukan enam orang," sebutnya melalui pesan singkat, Rabu (28/8/2019).
Baca juga: Bentrok di Deiyai Papua, Satu Prajurit TNI Kritis, Dirawat di RS Deiyai
Rudolph mengakui dalam aksi tersebut, massa telah merampas senjata api milik TNI.
"Massa merampas sekitar 10 pucuk senpi sambil melakukan penembakan ke arah petugas TNI dan POLRI yang sedang melakukan pengamanan unjuk rasa yang pada awalnya damai," kata Rudolph.