Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Pengantin Pesanan, Dijanjikan Hidup Nyaman hingga Dipekerjakan oleh Suami di China

Kompas.com - 06/08/2019, 19:05 WIB
Rachmawati

Editor

Namun, besaran uang yang diterima pengantin perempuan dan keluarganya terkadang tidak seperti yang dijanjikan pada awal pembicaraan.

Selain faktor ekonomi, kasus pengantin pesanan juga perlu dilihat dari aspek sosial budaya.

Pelaksana harian Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha menyebut kasus ini sebagai dampak dari kebijakan one child policy yang diterapkan pemerintah China bagi warga mereka.

Kebijakan demografi ekstrem ini mulai diberlakukan pada 1979 untuk menekan laju populasi China, dengan hanya membolehkan setiap pasangan memiliki satu anak, akibatnya banyak kasus aborsi dan pembunuhan bayi perempuan, karena budaya patriarki yang mereka anut.

Dampak terbesar dari kebijakan tersebut kini semakin dirasakan, selain terlihat pada melambatnya pertumbuhan populasi kategori usia produktif, juga menimbulkan ketidakseimbangan antara penduduk laki-laki dan perempuan atau yang dalam istilah demografi disebut dengan gender imbalance.

Baca juga: Praktik Perdagangan Orang Berkedok Kafe di Kalbar, Sejumlah Anak Jadi Korban

Data pada 2017 menunjukkan terdapat sekitar 711 juta penduduk laki-laki dan 679 juta penduduk perempuan yang tinggal di China.

“Kebijakan itu (one child policy) memang dihapus pada 2015, tetapi dampaknya sudah terlanjur terasa. Laki-laki China kini sulit mencari pasangan,” kata Judha.

Oleh sebab itu banyak laki-laki China yang mencari pasangan dari negara lain, di antaranya dari Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, termasuk Indonesia.

Meskipun demikian, kata Judha, tidak semua pernikahan antara laki-laki China dengan perempuan berkewarganegaraan lain berujung pada kasus pengantin pesanan. Banyak juga pasangan yang setelah menikah, hidup bahagia dan memiliki keturunan.

WNI yang ingin melangsungkan pernikahan dengan warga negara lain perlu berhati-hati agar tidak menjadi korban dari agen perjodohan yang hanya mencari keuntungan.

Baca juga: Kasus Perdagangan Orang, Wali Kota Singkawang Minta Warganya Lebih Waspada

Perempuan Indonesia harus mengenali calon pasangannya dengan baik, dan memahami berbagai prosedur administrasi pernikahan antarnegara, serta mengikuti segala persyaratan baik di Indonesia maupun di negara asal calon pasangannya.

“Artinya ketika kita berniat menikah maka pertama luruskan niat kita, pastikan kita mengenal calon pasangan yang akan dinikahi, sehingga ketika kita sudah memahami siapa calon pasangan kita, kondisi nyatanya seperti apa, dan kita sudah ikuti prosedurnya, mudah-mudahan dapat mengurangi kasus penipuan bermodus pengantin pesanan ini,” tutur dia.
Pemerintah Indonesia pun telah bekerjasama dengan pemerintah China untuk menangani kasus pengantin pesanan.

Dalam pertemuan bilateral di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN dan Mitra Wicara ASEAN di Bangkok, Thailand, 30 Juli lalu, Menlu Retno Marsudi membahas isu ini bersama Menlu China Wang Yi.

Baca juga: Kasus Perdagangan Orang dengan Modus Pernikahan, Mak Comblang Diduga Raup Rp 70 Juta per Korban

Sebelumnya, Menlu Retno telah memanggil Duta Besar China di Jakarta, selain itu Dubes RI di Beijing telah bertemu dengan Dirjen Konsuler Kemlu China guna menyampaikan isu yang sama.

Sebagai upaya penyelesaian, Menlu Retno mengusulkan tiga hal, yakni pertama, agar 18 korban pengantin pesanan yang sudah berada di KBRI Beijing dapat segera difasilitasi pemulangannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com