Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Pemanjat yang Lumpuh karena Jatuh dari Pohon, Kini Berharap Kursi Roda

Kompas.com - 26/07/2019, 07:01 WIB
Dani Julius Zebua,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Mendapat kursi roda

Jamkesus tentu sangat menarik bagi warga seperti Sahroni dkk. Pasalnya, selain menyentuh warga keluarga miskin, juga penyandang cacat akan menerima berbagai fasilitas alat kesehatan, baik kruk, kursi roda, kaki tangan palsu, alat pendengaran, hingga kacamata.

Kebutuhan alat kesehatan itu bahkan disesuaikan dengan kecacatan tubuh penyandangnya.

“Kalau beli, kan sebatas kursi roda biasa. Tapi kali ini berbeda. Dalam layanan Jamkesos mereka menerima berdasar kebutuhan kecacatatannya. Misal yang seperti ini dapat kursi roda yang seperti apa hingga ada yang memang bisa sampai tidur,” katanya.

“Biasanya perlu dua bulan, setelah proses pengukuran pertama hingga kursi roda (dan fasilitas lain) di-drop ke kecamatan lantas didistribusikan (ke penyandang cacat),” kata Taufik.

Kepala Seksi Pelayanan Jaminan Kesehatan Bapel Jamkesos DIY Wahyu Widi Astuti mengungkapkan, Jamkesus berarti mendekatkan layanan bagi masyarakat miskin dan daerah-daerah terisolir yang belum menerima maupun merasakan jaminan kesehatan secara maksimal. 

Wahyu meyakini, ratusan pasien ini akan terlayani baik dalam mengikuti layanan Jamkesus ini.

“BPJS bisa menangani, tapi standar. Tapi, di tempat kami ini sesuai kebutuhan berdasar kecacatatannya. (Pemberian) kaki palsu dan tangan palsu ada di BPJS namun terbatas. Berbeda dengan Jamkesus. Misal, yang belum terfasilitasi seperti kursi roda ini masih sangat banyak,” kata Wahyu. 

Baca juga: Kisah Pasangan Suami-Istri Patah Kaki asal Flores yang Disantuni Jokowi

Aminudin, 60 tahun, warga Dusun Sangkrek, Hargorejo terlihat menunggu giliran memperoleh layanan Jamkesus. Ia berharap memperoleh kruk ataulah kursi roda bagi dirinya yang tidak lagi bisa berjalan dengan benar. 

Aminudin tidak bisa menggerakkan semua jari kakinya sejak jatuh dari pohon kelapa setinggi 12 meter pada 2017. Pekerja deres nira ini dulunya mulai bekerja sejak pukul 03.00 pagi. Ia jatuh ketika tidak berhasil memegang dengan benar pelepah kepala.

Ia jatuh dan mengalami syaraf kejepit di sekitar boyok sampai ke bawah. Akibatnya dia tidak bisa merasakan semua jari kaki. 

“Bukan bermaksud sombong, pagi sore memanjat sampai 60 pohon sehari. Dapat uang Rp 50.000 per hari sudah bagus. Sekarang, hidup saya hanya ditolong tetangga membuat kayu bakar. Saat tidak sehat, maka menganggur. Penghasilan semakin kurang. Sekarang kepepet, saya perlu lebih bisa berdaya dan bekerja,” kata Aminudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com