Salin Artikel

Kisah Para Pemanjat yang Lumpuh karena Jatuh dari Pohon, Kini Berharap Kursi Roda

Kelumpuhan itu lantaran ia jatuh dari pohon kelapa setinggi 10 meter. Ia terpaksa merayap bila ingin ke kamar kecil, termasuk ketika bosan dalam kamar dan ingin ke luar untuk menghirup udara segar.

Pengobatan ke berbagai rumah sakit hingga pengobatan alternatif pernah dijalani karena ingin sembuh. Namun, Sahroni tetap tak lagi bisa jalan. Ia kini mengharapkan cara baru menjalani hidupnya, yaitu dengan menggunakan kursi roda.

Sahroni hadir di sebuah kegiatan layanan Jaminan Kesehatan Khusus (Jamkesus) atas kerja sama Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kulon Progo dengan Balai Penyelenggara Jamkesos DIY untuk masyarakat Kokap dan sekitarnya. 

 “Selama ini, saya hanya bisa tidur saja. Saya ingin bisa dapat kursi roda untuk jalan di rumah nanti, karena selama ini pakai tangan mberangkang (merangkak),” kata Sahroni, Kamis (25/7/2019). 

Sahroni menceritakan, bagaimana dirinya bisa jatuh dari pohon kelapa. Ia mengaku salah pijakan pada batang pohon. Kecelakaan pun terjadi. Ia jatuh lantas pingsan. Sejak itu kedua kakinya tak bisa menopang badannya lagi.

Sahroni merupakan tulang punggung keluarga. Sebelum lumpuh dia mengaku sanggup memanjat 80 pohon kelapa dalam satu hari. Semua dilakukan demi uang Rp 70.000-Rp 100.000 setiap hari dari mengolah nira jadi gula merah.  

“Sekarang sudah tidak ada penghasilan, apalagi istri tidak bekerja,” katanya.

Giginya terlihat tidak lagi utuh, rambut putih kepalanya juga tumbuh tidak beraturan. Kakek yang bisa dipanggil Mbah Yadi ini sejatinya terlihat cukup kuat. Namun, sulit berjalan dan harus mengenakan kruk kaki empat untuk membantunya berjalan.

Mbah Yadi merupakan penderes nira aktif di masa lalu. Ia melakoni pekerjaan itu hingga usia senja. Nasib berkata lain. Ia jatuh dari pohon untuk yang kali ke-12, lima tahun lalu.

Beberapa di antaranya, kata Mbah Yadi, empat kali dari pohon kepala dan tiga kali dari pohon cengkih. Aksi memanjat untuk menderes jadi yang terakhir kali dan sejak kejadian itu ia berjalan harus dengan bantuan kruk.

“Bola bali ning rumah sakit. Ora keitung (pulang pergi masuk rumah sakit dan tidak terhitung jumlahnya),” kata Mbah Yadi.

Salah satu yang paling membekas adalah operasi karena cidera tulang pada bagian pinggul kiri. Itu membuatnya kapok untuk memanjat.

“Karena ingin makan, hasil sedikit. Deresan itu hasilnya untuk sekolah anak. Nek panen deresan boten metu, kepekso nggolek utangan (karena kalau hasil menderes tidak ada, terpaksa jalan keluarnya berhutang),” kata Mbah Yadi.

Sebanyak 138 penyandang disabilitas mengikuti layanan Jamkesus yang berlangsung di halaman Kantor Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Sebanyak 103 di antaranya berasal dari Kokap, selebihnya ada yang dari Kecamatan Galur maupun Kalibawang dan sekitarnya.

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Kokap, Taufik Aji mengatakan, peserta layanan Jamkesus ada yang cacat fisik, cacat kaki, tangan, tuna wicara, hingga tuna rungu.

Tidak sedikit di antara mereka menyandang tuna netra maupun mengalami kelumpuhan. Mayoritas orang dewasa dan para lansia. Ada juga anak usia sekolah.

 Taufik mengakui ada banyak mantan pekerja penderes nira kelapa memanfaatkan kesempatan ini. Mereka datang dengan kecacatan semacam lumpuh seutuhnya, maupun tidak lagi bisa berjalan akibat kecelakaan kerja jatuh dari pohon.

“Ada sekitar lima orang (mantan penderes) yang terpantau ikut layanan ini,” kata Taufik. 

TKSK sendiri merupakan petugas yang memperoleh kewenangan Kementerian Sosial untuk membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial wilayah penugasannya. Mereka berfungsi memfasilitasi dan menangani permasalahan sosial di kecamatan itu. Seperti disabilitas, keluarga miskin, penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Bukan hanya Sahroni dan Mbah Yadi. Taufik menunjukkan ada Sakijo (55), asal Dusun Tangkisan 3 di Hargomulyo hingga warga nama Jarmani. Semua memiliki kisah mirip, jatuh dari pohon kepala lantas lumpuh separuh.


Mendapat kursi roda

Jamkesus tentu sangat menarik bagi warga seperti Sahroni dkk. Pasalnya, selain menyentuh warga keluarga miskin, juga penyandang cacat akan menerima berbagai fasilitas alat kesehatan, baik kruk, kursi roda, kaki tangan palsu, alat pendengaran, hingga kacamata.

Kebutuhan alat kesehatan itu bahkan disesuaikan dengan kecacatan tubuh penyandangnya.

“Kalau beli, kan sebatas kursi roda biasa. Tapi kali ini berbeda. Dalam layanan Jamkesos mereka menerima berdasar kebutuhan kecacatatannya. Misal yang seperti ini dapat kursi roda yang seperti apa hingga ada yang memang bisa sampai tidur,” katanya.

Kepala Seksi Pelayanan Jaminan Kesehatan Bapel Jamkesos DIY Wahyu Widi Astuti mengungkapkan, Jamkesus berarti mendekatkan layanan bagi masyarakat miskin dan daerah-daerah terisolir yang belum menerima maupun merasakan jaminan kesehatan secara maksimal. 

Wahyu meyakini, ratusan pasien ini akan terlayani baik dalam mengikuti layanan Jamkesus ini.

“BPJS bisa menangani, tapi standar. Tapi, di tempat kami ini sesuai kebutuhan berdasar kecacatatannya. (Pemberian) kaki palsu dan tangan palsu ada di BPJS namun terbatas. Berbeda dengan Jamkesus. Misal, yang belum terfasilitasi seperti kursi roda ini masih sangat banyak,” kata Wahyu. 

Aminudin, 60 tahun, warga Dusun Sangkrek, Hargorejo terlihat menunggu giliran memperoleh layanan Jamkesus. Ia berharap memperoleh kruk ataulah kursi roda bagi dirinya yang tidak lagi bisa berjalan dengan benar. 

Aminudin tidak bisa menggerakkan semua jari kakinya sejak jatuh dari pohon kelapa setinggi 12 meter pada 2017. Pekerja deres nira ini dulunya mulai bekerja sejak pukul 03.00 pagi. Ia jatuh ketika tidak berhasil memegang dengan benar pelepah kepala.

Ia jatuh dan mengalami syaraf kejepit di sekitar boyok sampai ke bawah. Akibatnya dia tidak bisa merasakan semua jari kaki. 

“Bukan bermaksud sombong, pagi sore memanjat sampai 60 pohon sehari. Dapat uang Rp 50.000 per hari sudah bagus. Sekarang, hidup saya hanya ditolong tetangga membuat kayu bakar. Saat tidak sehat, maka menganggur. Penghasilan semakin kurang. Sekarang kepepet, saya perlu lebih bisa berdaya dan bekerja,” kata Aminudin.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/26/07010061/kisah-para-pemanjat-yang-lumpuh-karena-jatuh-dari-pohon-kini-berharap-kursi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke