Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pernikahan Anak di Kamp Pengungsian Palu, Menikah dengan Teman hingga Hamil Lebih Dulu

Kompas.com - 26/07/2019, 06:37 WIB
Rachmawati

Editor

Sebelumnya, beberapa saat setelah gempa dan tsunami menerjang Palu dan sekitarnya, ibunya memaksanya menikah dengan pamannya yang kehilangan istrinya.

Ratna biasa memanggil bibinya dengan sebutan 'bunda'.

"Saya disuruh menggantikan bunda. Saya disuruh kawin sama dia (pamannya)."

Ratna langsung menampik paksaan dari orang tuanya itu, "Karena masih sekolah dan saya tidak suka".

"Sempat saya lari dari rumah satu minggu."

Di rumah, Ratna mengaku sering mendapat perlakuan kasar dari anggota keluarganya, termasuk ibu, nenek dan pamannya. Hal itu membuatnya tidak betah tinggal di rumah.

Bahkan, Ratna mengaku sudah tiga kali diperkosa oleh pamannya.

"Kejadiannya sesuah gempa, waktu bunda saya masih hidup. Pas malam, saya tidur di kamar nenek, terus dia masuk kamar. Saya teriak tidak bisa, dia perkosa saya, saya tidak bisa teriak mau bagaimana, saya tidak bisa teriak," ungkap Ratna sambil menahan tangis.

Bukan hanya sekali itu saja dia diperkosa oleh pamannya. Setidaknya, aku Ratna, sudah tiga kali sang paman melakukannya.

Saat ini kasus ini sedang diproses oleh pihak kepolisian.

Namun, kejadian ini tidak mematahkan semangatnya untuk melanjutkan pendidikan demi mengejar cita-citanya menjadi guru olahraga.

"Mau sekali, saya mau melanjutkan sekolah sampai kuliah. Jadi guru penjas (pendidikan jasmani)"

Baca juga: Pernikahan Sedarah Asal Bulukumba, Sepupu Jadi Wali Nikah hingga Niat Kabur ke Australia

 

Fenomena gunung es?

Pernikahan Dini dan Santi adalah apa yang disebut 'puncak gunung es' oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulawesi Tengah, Ihsan Basir.
Dia mengungkapkan saat ini ada 12 kasus pernikahan anak yang tercatat di 12 titik pengungsian korban gempa dan tsunami yang terjadi September silam.

"Ini seperti fenomena gunung es ya, kita bisa lihat dari permukaan saja besarnya, artinya orang yang melapor memang di 12 titik. Kita punya titik-titik posko di situ. Tapi kalau saja [jumlah posko] lebih dari itu, bisa jadi itu lebih," ujar Ihsan.

Lebih lanjut, Ihsan mengklaim bahwa tren pernikahan anak di Sulawesi Tengah mengalami penurunan.
Di tahun 2018, prevalensi pernikahan anak menjadi 22%.

"Hanya saja, setelah gempa, kita belum bisa deteksi secara riil data. Dari data Dukcapil, di kota Palu sendiri ada 28 anak laki-laki yang kawin terlalu dini dan ada 45 orang perempuan yang klafikasinya pernikahan anak," kata dia.

Baru 4.558 KK yang sudah tertampung oleh Hunian Sementara dok BBC Indonesia Baru 4.558 KK yang sudah tertampung oleh Hunian Sementara

Dewi dari LIBU Sulawesi Tengah mengkhawatirkan angka yang sudah terdeteksi ini jauh di bawah angka yang sebenarnya, mengingat ada sekitar 400 lokasi pengungsian yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala.

"Data sekarang ada 400 titik pengungsian dan jujur saja, kita belum mampu melakukan intervensi ke banyak titik."

Apalagi, lanjut Dewi, saat ini masih banyak dari pengungsi ini masih tinggal di tenda-tenda. Mereka yang berada di tenda pengungsian, dipandang jauh lebih rentan ketimbang mereka yang kini sudah tinggal di hunian sementara.

"Mungkin yang tidak terlapor, atau yang tidak bisa kita pantau dari 400 titik itu, apalagi dengan kerentanan pascabencana," kata dia.

Hingga Mei 2019, berdasarkan data Pemerintah Kota Palu, setidaknya masih terdapat 10.000 kepala keluarga atau 40.136 jiwa masih berada di lokasi-lokasi pengungsian.

Dari jumlah itu baru 4.558 KK yang sudah tertampung oleh Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun oleh pemerintah dan LSM, sedangkan sisanya sebanyak 6.655 KK masih tinggal di tenda-tenda pengungsian.

Sebanyak 20 KK masih tinggal di tenda pengungsian yang berlokasi di Sigi dok BBC Indonesia Sebanyak 20 KK masih tinggal di tenda pengungsian yang berlokasi di Sigi

Perempuan dan anak semakin rentan

Ketua Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) Soraya Sultan menyebut fenomena pernikahan anak di kamp pengungsian ini membuat anak-anak dan perempuan penyintas bencana kian rentan.

"Dari sisi sosial, dari sisi ekonomi, perlindungan hukum, semua serba rentan," ujar Soraya.

Dia menuturkan, ada tiga isu besar yang menghantui perempuan dan anak di pengungsian. Selain pernikahan anak, fenomena trafficking juga menjadi ancaman baru bagi perempuan penyintas bencana.

"Seperti di Sigi, Sulawesi Tengah ini adalah salah satu kantong buruh migran dan itu sudah mulai kelihatan, karena kehilangan pekerjaan, mereka bermigrasi, terserah mau jadi apa. Fenomena trafficking sudah mulai muncul," jelas Soraya.

Saat ini hanya ada 12 tenda ramah perempuan yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala dok BBC Indonesia Saat ini hanya ada 12 tenda ramah perempuan yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala

Dia menambahkan kesehatan reproduksi perempuan juga menjadi masalah bagi perempuan di pengungsian.

"Kami juga menekankan pada pemerintah supaya isu ini jadi sorotan dan jadi program. Karena tenda ramah perempuan kan terbatas, kemampuan, apalagi kita betul-betul fungsinya relawan di sini," kata dia.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulawesi Tengah, Ihsan Basir, mengatakan untuk menekan angka pernikahan di bawah umur, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melakukan penyuluhan dan respons cepat dalam wujud forum anak-anak yang dibentuk pihak pemprov.

"Kita juga akan menggunakan PKK karena mereka punya basis di desa-desa terkait penjangkuan soal pernikahan anak ini. Kita juga punya pusat partisipasi masyarakat secara terpadu terkait perkawinan anak yang sekarang sedang kita galakkan," jelas Ihsan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com