Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arswendo Atmowiloto di Mata Sahabat-sahabat Lama

Kompas.com - 20/07/2019, 10:00 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Dunia sastra Indonesia berduka. Wartawan dan sastrawan senior Arswendo Atmowiloto (70) meninggal dunia pada hari Jumat (19/7/2019), pukul 17.50 WIB, setelah tiga bulan melawan sakit kanker prostat di tubuhnya. 

Kabar tersebut membuat para sahabat sastrawan di kota kelahirannya, Surakarta, begitu sangat kehilangan. Di mata sahababnya, sosok pria penyuka sayur asem itu dikenal grapyak dan peduli dengan orang lain. 

Salah satunya Daniel Tito, pria asal Sragen, Jawa Tengah, mengaku telah menjadi sahabat Arswendo sejak tahun 1980.

Mas Wendo, begitu Tito memanggil Arswendo, tak hanya sekedar sahabat, namun sudah seperti kakak beradik.

"Awal kenal saat Sarasehan Sastra Jawa di Sasanamulya, Solo, tahun 1980. Waktu itu saya masih pengarang muda Sastra Jawa, sedang Arswendo Atmowiloto sudah senior. Sejak itu saya akrab hingga menjadi seperti saudara kandung," katanya kepada Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).

Baca juga: Arswendo Atmowiloto dan Perjalanan "Keluarga Cemara"

Bagi Tito, pemikiran dan kepedulian Mas Wendo dalam melestarikan dunia sastra di Surakarta, khususnya Sastra Jawa, sangatlah besar. Salah satunya dengan mengajak para sastrawan muda untuk menulis Sastra Jawa dalam bentuk Bahasa Indonesia.

"Bahwa Solo menjadi pusat kebangkitan literasi Sastra Jawa yang hendaknya juga ditulis dalam bahasa Indonesia. Karena menurut Mas Wendo, sastra bukan soal bahasa semata tapi soal ruh. Bahasa Jawa bisa hilang tapi ruh ke-Jawaan akan abadi. Itu kata dia," kata Tito.

Tito mengaku, sebelum mendengar kabar Mas Wendo dirinya sempat meminta izin untuk menerjemahkan salah satu novelnya ke dalam bahasa Jawa.

"Sebelum dia dikabarkan sakit, saya minta izin untuk menerjemahkan salah satu novelnya ke dalam bahasa Jawa. Dia malah bilang, 'Wis ora usah nganggo ijin2nan. Langsung digarap ngono wae'," katanya.

Penyambung mata rantai dunia Sastra Indonesia

Kolumnis produktif asal Solo yang juga dosen Sejarah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Priyatmoko (34), mengatakan, Arswendo adalah mata rantai dunia sastra.

"Ya, mata rantai ini adalah garis yang dibangun oleh para penulis yang berasal maupun yang bercokol di Solo. Kita bisa sebutkan contohnya semasa era kerajaan, ada Yasadipura, Ronggowarsita, Mangkunegara IV, Padmasusatra, Jasawidagda. Lalu periode pasca-kemerdekaan garis atau rantai itu tidak putus. Ada Sakdani, Arswendo, dan lainnya," kata Heri.

Baca juga: Arswendo Atmowiloto Tiga Bulan Lawan Kanker Prostat

Heri menjelaskan, peran Arswendo dalam dunia sastra modern pun tak bisa diabaikan. Salah satu "doktrin" Mas Wendo bagi para sastrawan muda adalah bagaimana menulis dengan hati untuk mengangkat permasalahan yang setiap hari ditemui di lingkungan sekitar penulis.

"Dia semula adalah pengarang ulang alik, dwi bahasa (Indo-Jawa). Nah, dari sini, ia berharap sastrawan maupun penulis muda untuk tidak mengabaikan kultur lokal.
Banyak juga karangan dia memotret kehidupan sehari-hari. Ia memberi contoh pada kita untuk memakai 'mata hati' dalam mencermati lekuk kehidupan manusia sebagai bahan karangan.

Sastra menjawab tantangan zaman milenal 

Arswendo Atmowiloto (1995).KOMPAS/RYADI KARTONO Arswendo Atmowiloto (1995).

Tito menceritakan, Arswendo pun menunjukkan bukti karya sastra bisa tetap eksis di tengah tantangan zaman milenial.

"Kebetulan saya belum pernah menanyakan soal itu ke dia. Tapi suatu kali dia mengatakan bahwa era digital tak terhindarkan. Maka dia pun ikut sibuk memvisualkan karya-karya sastranya. Contohnya novelet "Saat-saat" diolah menjadi film "Pacar Ketinggalan Kereta"," kata pria yang pernah menulis novel bersama Arswendo itu.

Sementara itu, menurut Heri, prinsip hidup Arswendo yang lugas dan cerdas serta "sembada" juga menjadi inspirasi bagi para penulis-penulis muda saat ini.

"Dia nyelelek, unik, tapi punya daya dobrak. Tak rumit dengan aneka teori. Kekuatannya adalah mengolah pengalaman hidup menjadi hamparan pengetahuan yang tak biasa. Itu kekuatan Arswendo," kata Heri penulis asal Solo itu. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com