Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Nenek Amur, Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Teriak-teriak Saat Lapar...

Kompas.com - 05/07/2019, 09:30 WIB
Taufiqurrahman,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Sedangkan Sumairah sendiri, sudah janda dan menganggur. Dirinya bekerja serabutan, menjadi kuli tani.

Baca juga: Kisah Nenek Nur Selamatkan Cucunya saat Banjir di Gowa, 3 Jam Peluk Batang Pohon

"Ibu saya kalau lapar sering teriak-teriak minta makan. Kalau kebetulan ada beras, saya memasaknya. Kalau tidak ada beras, saya rebus ketela yang diambil di kebun," terang Sumairah.

Untuk kebutuhan belanja sehari-hari, Sumairah mengaku kadang seminggu hanya punya uang Rp 5.000.

Uang tersebut dibelanjakan untuk lauk ibunya. Untuk dirinya, sudah tidak dipikirkan. Yang didahulukan adalah ibunya.

"Kalau saya bisa kuat menahan lapar. Ibu saya teriak-teriak kalau lapar," imbuh Sumairah.

Baca juga: Kisah Nenek Habsah Melipat Harapan di Gubuk Reyot dalam Kesendirian...

Berteriak dan menangis saat sakit lambung

Yang paling membingungkan, ketika Amur mengeluh sakit lambung. Selain teriak-teriak, Amur juga sampai menangis karena menahan sakit.

Saat kondisi seperti itu, Sumairah harus pergi mencari utangan ke tetangganya untuk membeli obat pereda sakit lambung.

"Saya tidak tega kalau penyakit lambung ibu kambuh. Demamnya langsung naik. Meskipun utang, terpaksa saya jalani," ungkap Sulihah.

Baca juga: Kisah Nenek 90 Tahun Setia Dulang Bijih Emas dan Ajar Warga Mengaji

Suatu waktu, demam Amur tidak turun selama dua hari. Sumairah kebingungan. Ia mengubungi adiknya, Sulihah.

Keduanya memutuskan untuk mendatangkan seorang perawat di desanya. Namun, segala biaya dan obat tidak ditarik biaya. Alasannya, perawat itu datang hanya sekedar membantu.

"Ada tetangga yang jadi perawat. Ia beberapa kali kami datangkan karena ibu sudah tidak bisa jalan. Alhamdulillah, perawat itu tidak pernah minta bayaran," ujar Sumairah.

Tidak ada perhatian pemerintah

Belakangan, ada beberapa orang yang prihatin dengan kondisi Amur. Mereka datang menyalurkan bantuan kepada Amur.

Bahkan ada sekelompok pemuda, datang memberikan bantuan alas kasur, sembako dan uang sekedarnya.

"Saya prihatin mendengar kehidupan Amur. Bersama kawan-kawan, saya kumpulkan uang untuk membantu Amur," ucap Fudholi, pemuda asal Kecamatan Palengaan, Pamekasan.

Bahkan, Fudholi dan kawan-kawannya, akan berusaha untuk merehab rumah tinggal Amur. Ia akan mengumpulkan donasi bersama kawan-kawannya.

"Mator kaso'on bentoana. Samoga etarema bik se kobesa Allah ta'ala. (Terima kasih bantuannya. Semoga diterima oleh Allah SWT)," kata Amur kepada Fudholi dengan bahasa Madura.

Baca juga: Kisah Nenek 70 Tahun Rawat Putrinya yang Lumpuh dan Tak Bisa Melihat

Hingga saat ini, belum pernah ada aparat dari desa atau kecamatan yang datang melihat kondisi Amur.

Namun demikian, Sulihah tidak mempersoalkannya. Hidup serba kekurangan, sudah lama dijalani Sulihah dan Amur serta anak-anaknya.

"Ada bantuan atau tidak ada, saya pasrah kepada Allah. Karena hidup dan mati itu di tanganNya," kata Sumairah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com