Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kegigihan Meseri, Difabel Penjual Es Lilin Keliling yang Jadi Legenda Warga

Kompas.com - 02/07/2019, 08:27 WIB
Muhlis Al Alawi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PONOGORO, KOMPAS.com - Meski dilahirkan hanya memiliki tangan satu, Meseri (68), warga Dukuh Pojok, Desa Tugu, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tidak berputus asa.

Bermodalkan satu tangan dan sepeda butut tua, Meseri gigih berkeliling berjualan es lilin untuk menghidupi keluarganya.

Sebelum berjualan es lilin keliling, Meseri setiap harinya hanya mengandalkan pekerjaan sebagai buruh tani.

Namun penghasilan menjadi seorang buruh tani rupanya belum bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Sejak tahun 1986, Meseri banting stir berjualan es lilin keliling ke beberapa desa.

“Dulu sebelum berjualan es lilin keliling saya hanya jadi buruh tani dan membantu orang tua saja. Kondisi tangan saya tidak memungkinkan untuk bekerja lebih banyak seperti layaknya orang normal,” kata Meseri kepada Kompas.com, Sabtu (29/6/2019).

Baca juga: Cerita Seorang Kakek 92 Tahun Nikahi Nenek 79 tahun, Saling Cinta karena Kayu Bakar

Meseri masih mengingat cerita bapaknya, saat lahir banyak anak tetangga di desanya juga mengalami nasib serupa dengan dirinya.

Namun saat itu tidak diketahui sebab musabab hingga banyak anak yang dilahirkan dalam kondisi difabel.

Setelah berkeluarga, Meseri mulai tertarik berjualan es lilin mengikuti jejak usaha keponakannya. Saat masih muda, ia berjualan es lilin berkeliling hingga sore hari.

Lantaran usia makin terus bertambah tua, Meseri saat ini memilih berjualan di tiga desa yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

“Dulu sampai kemana-mana (ke) Grogol, Wilangan hingga Sawo. Tapi sekarang jualan di sini saja karena sudah tidak kuat lagi. Paling banyak langganan saya dari kalangan ibu-ibu,” kata Meseri.

Baca juga: Cerita Agus Cari Calon Istri dengan Maskawin 3 Telur Ayam, Menikah Setelah Ditolak 4 Wanita

Sempat malu saat pertama jualan es lilin

Meseri memilih menjual es lilin lantaran makin hari terimpit dengan persoalan ekonomi. Sementara kebutuhan keluarganya makin hari makin naik biayanya.

Saat pertama kali berjualan, ia sempat malu. Seiring dengan waktu, ia terbiasa berjualan es lilin keliling dari desa-desa. “Prinsip saya bekerja tidak mencuri dan mencari rejeki halal untuk keluarga saya,” kata Meseri.

Meski dalam kondisi difabel, bapak Sutrisni dan Sunarti ini bersyukur tidak ada warga yang mengolok-oloknya saat berjualan.

Kondisi itu malah menjadikan banyak warga yang simpatik dan akhirnya membeli es lilin miliknya.

Bahkan, nama Meseri sudah melegenda di Tugu Mlarak sebagai sosok pekerja keras meski dalam kondisi difabel.

Baca juga: Cerita Karsin Raup Untung dari Setan Merah yang Invasif dan Berbahaya

Satu saat Meseri pernah berhenti berjualan es lilin keliling lantaran sepeda ontelnya sudah rusak.

Beruntung beberapa hari kemudian, seorang pelanggan es lilinnya memberinya sepeda ontel agar bisa kembali berjualan di desa-desa.

Satu kotak berisi ratusan es lilin, kata Meseri, terkadang habis sebelum zuhur bila ramai pembeli. Namun bila sepi, ia bisa berjualan hingga sore hari.

Untungnya pun tidak banyak. Satu buah es potong ia hanya mendapatkan keuntungan Rp 200 saja dari harga jual Rp 500.

Dari jualan es lilin keliling, setiap harinya, Meseri hanya membawa pulang uang Rp 25.000 hingga Rp 40.000.

Baca juga: Cerita Nenek 72 Tahun Gagalkan Aksi Penipuan, Korban Terseret 20 Meter dan Pelaku Tiba-tiba Tewas

Jadi simbol kegigihan warga sekitar

Meseri tidak dapat meraih untung banyak karena es lilin yang dijual bukan buatan sendiri. Setiap harinya, ia mengambil es lilin yang sudah jadi di salah satu juragan di kampung halamannya.

Suami Tominah ini tak berani berjualan es dengan modal buatan sendiri. Selain biaya produksi yang mahal, es lilin yang dijual pun harus memiliki cita rasa yang enak.

Saat pertama kali berjualan, tak banyak es yang laku dibeli warga. Hanya beberapa potong yang laku. Sisanya disetorkan kembali ke juragan es lilin.

Namun setelah beberapa bulan, jualan es lilinnya mulai dikenal banyak orang hingga banyak yang membelinya.

Kendati sudah 33 tahun berjualan es lilin, Meseri tak berhenti berjualan meski umurnya sudah beranjak renta.

Baca juga: Cerita Warga Bertahan Hadapi Kekeringan, Minum Air Keruh hingga Buat Kubangan di Dasar Sungai

 

Kakek tiga cucu ini tetap mengayuh sepedanya di pagi hari berangkat berjualan es lilin keliling dan gorengan untuk mengisi masa tuanya.

“Kalau saya hanya duduk di rumah malah nanti merepotkan anak-anak saya. Biar saja saya berjualan es lilin untuk mengisi waktu,” ungkap Meseri.

Saat ini, Meseri menjadi penjual es lilin tertua di desanya. Tujuh teman-temannya yang dulu ikut berjualan es lilin sudah meninggal.

Meski hanya berjualan es lilin, ia bisa mencukupi kebutuhan dan membesarkan dua anaknya hingga berumah tangga.

Tak hanya berjualan es lilin dan gorengan, setibanya di rumah, Meseri disibukkan dengan mencari rumput untuk pakan kambing yang dititipkan tetangganya.

Baca juga: Cerita di Balik Kebakaran Pabrik Korek Api: Hanya Satu Pekerja Disantuni, Ilegal, hingga Pemilik Coba Kabur...

 

Meseri menerima titipan kambing atau sapi dari tetangganya mulai dari anakan hingga menjadi besar.

Meski bekerja berat dan dalam kondisi difabel, Meseri tak pernah mengeluh. Dalam keterbatasannya, Meseri malah memiliki kekuatan yang luar biasa untuk bertahan hidup.

Tidur di Mushala

Sementara itu Koordinator Ponorogo Peduli Jumeno yang dihubungi secara terpisah mengatakan banyak warga yang bersimpati dengan kondisi Meseri yang terus berjuang mencari nafkah meski sudah tua dan dalam kondisi difabel.

Beberapa warga yang simpatik memberi bantuan membelikan ternak kambing hingga memperbaiki atap rumahnya yang rusak.

Baca juga: Cerita Pengusaha Muda Olahan Ikan Roa Tembus Beasiswa Kuliah di AS

Jumeno mengatakan saat timnya berkunjung ke lokasi, rumah sederhana yang ditinggali Meseri bersama anak dan istrinya sudah banyak atapnya yang bocor dan lapuk.

Kondisi itu menjadikan, Meseri memilih tidur di mushala karena waswas atap rumahnya roboh.

“Atap rumahnya yang rusak membuat pak Meseri memilih tidur di mushala karena takut atapnya roboh,” Jumeno. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com