Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Keriang-keriut dan Perang Petasan, Rayakan Ramadhan di Pinggir Sungai Arut Pangkalan Bun

Kompas.com - 31/05/2019, 12:08 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro,
Khairina

Tim Redaksi

PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Orang Pangkalan Bun menyebutnya Keriang-keriut. Inilah tradisi yang dimulai saat bulan Ramadhan memasuki malam ke-21.

Saat ini tiba, warga di tepian Sungai Arut, yang melintasi Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, mulai menyalakan lampu minyak yang ditaruh di atas tempurung kelapa yang ditopang sebilah bambu.

Nyala api itu kemudian tampak berjejer di sepanjang tepi sungai tempat warga bermukim.

Kehadiran lampu minyak itu mengundang tonggeret, serangga yang berbunyi nyaring, yang oleh masyarakat Pangkalan Bun disebut keriangan.

Baca juga: Tradisi Kolak Ayam, Warisan Sunan Dalem untuk Persatukan Warga Gresik

 Suara serangga dari lengkingan panjang hingga akhirnya berhenti, itulah muasal istilah keriang-keriut untuk menyebut tradisi ini.

"Itu nyanyinya saja," kata Hadri, pria setengah baya asal Kelurahan Raja Seberang, Pangkalan Bun, itu pada Kompas.com, Kamis (30/5/2019) malam.

Tradisi keriang-keriut seperti itu eksis lebih dari tiga dekade lalu. Saat perkampungan di seberang Kota Pangkalan Bun belum teraliri listrik.

"Tahun 1990-an sudah hilang. Jadi ketika kita sudah ada lampu di jalan, hilang sudah (tradisi itu)," jelas Syahrani, juga warga Raja Seberang.

Namun, sejak Minggu (26/5/2019) malam, keriang-keriut dihadirkan lagi dalam sebuah festival yang disponsori pemerintah daerah.

Kelurahan Raja Seberang, bersama empat kelurahan lain, Mendawai Seberang, Mendawai, Kelurahan Raja, dan Kelurahan Baru yang berada di bantaran Sungai Arut terlibat dalam hajatan ini.

Bantaran Sungai Arut kini kembali ditaburi lampu minyak di dua sisinya. Tahun lalu, Keriang-keriut hanya digeber oleh Kelurahan Mendawai.

Improvisasi keriang-keriut

Festival Keriang-keriut memang dikemas lebih apik oleh Pemkab Kotawaringin Barat tahun ini.

Dalam acara pembukaan, Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah menuturkan, event ini juga dibuat agar seni-budaya lokal tidak tergerus oleh zaman.

Ia pun yakin tradisi ini bisa menjadi aset budaya dan pariwisata yang menarik pengunjung untuk datang ke Pangkalan Bun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com