Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Mahasiswa ITS soal Polemik "Quick Count" dan Saling Klaim Kemenangan

Kompas.com - 29/04/2019, 11:34 WIB
Ghinan Salman,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Hasil quick count atau hitung cepat pemilihan presiden yang dirilis sejumlah lembaga survei sempat memanas.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak mempercayai hasil hitung cepat lembaga survei itu dan mengaku telah memenangkan Pemilu.

Penyebabnya, hasil quick count sejumlah lembaga survei menunjukkan keunggulan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’uf Amin.

Mulanya, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin memilih menunggu hasil penghitungan resmi KPU.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unpad soal Kriteria Presiden Masa Depan dan Harapan bagi Presiden Terpilih

Namun, karena lawannya berulang kali mengklaim telah memenangkan pemilu, TKN akhirnya ikut mendeklarasikan kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Wacana penolakan hitung cepat suara Pemilihan Presiden 2019 cukup merisaukan dan membuat masyarakat bingung. Sebab, metode ilmiah itu tergusur oleh post-truth.

Post-truth atau dikenal dengan pasca-kebenaran merupakan kondisi di mana fakta tidak terlalu memberi pengaruh dalam membentuk opini publik ketimbang keyakinan dan kepercayaan personal.

Kompas.com mewawancarai sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (27/4/2019) untuk mengetahui pendapat mereka mengenai hasil hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei.

Tunggu hasil resmi KPU

Mahasiswi semester 8, Jurusan Teknik Transportasi Laut, ITS, Olga Putri Sholicha, mengatakan, hasil quick count dari sejumlah lembaga survei soal Pemilihan Presiden 2019 dinilai sudah mendekati kebenaran.

Sebab, hitung cepat juga menggunakan mekanisme berupa metode ilmiah dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Kalau tidak demikian, publik tidak akan percaya dengan hasil survei.

"Karena lembaga survei ini kan memperoleh suara berdasarkan data-data yang didapat di lapangan," kata Olga.

Meski begitu, hasil quick count tidak bisa menjadi sandaran utama dalam melihat perolehan suara secara utuh pada Pemilihan Presiden 2019.

Olga menyampaikan, daripada ribut-ribut soal hasil hitung cepat, lebih baik paslon 01 dan paslon 02 menunggu hasil penghitungan resmi KPU.

"Karena hasil resmi nantinya ada di KPU. Saya percaya sama quick count, tapi lebih baik menunggu hasil (penghitungan) dari KPU," ujar dia.

Jangan menggebu-gebu klaim kemenangan

Muhammad Faruq, mahasiswa semester 2 Jurusan Teknik Komputer ITS, menyampaikan, pendukung paslon 01 dan paslon 02 semestinya tidak perlu memperdebatkan soal hasil quick count yang dirilis sejumlah lembaga survei.

Baca juga: Kata Mahasiswa ITS soal Pelaksanaan Pemilu 17 April 2019

Namun, ia juga memahami bahwa dalam kompetisi, masing-masing calon semuanya ingin menang. Karena itu, saat hasil hitung cepat dirilis, keduanya sama-sama mengklaim kemenangan.

"Klaim kemenangan itu wajar saja. Tapi, tidak perlu menggebu-gebu dan mengggiring opini rakyat bahwa calon tertentu menang, dan jika kalah ada kecurangan," kata Faruq.

Drama-drama semacam itu, kata Faruq, akan membahayakan terutama bagi demokrasi di Indonesia. 

Ia percaya apabila memang terjadi kecurangan, penyelenggara pemilu bisa membuktikannya. Karena itu, ia meminta semuanya menunggu hasil penghitungan resmi KPU.

"Kalau ada kecurangan juga pasti ketahuan. (Hitung cepat) enggak usah terlalu dihiraukan. Karena nanti hasil versi KPU juga akan keluar," ucap dia.

Quick count jarang meleset

Mahasiswa semester 6 Jurusan Teknik Mesin ITS, Gery Gunawan menyebut, hasil hitung cepat tidak perlu diperdebatkan. 

Bagi orang yang percaya dengan statistik, kata Gery, semua tahu bahwa quick count itu menggunakan metode ilmiah. Hasilnya pun, kata dia, hampir dipastikan sesuai atau tidak jauh berbeda dengan penghitungan resmi KPU.

"Saya sebagai anak teknik percaya sama statistik. Tetapi, kembali lagi menunggu hasil dari KPU. Tapi, kalau dari hasil statistik, saya percaya quick count," ujarnya.

Rayhan Rhifandani, mahasiswa Semester 4 Jurusan Teknik Kelautan ITS menilai, meskipun hasil quick count sejumlah lembaga survei ramai diperbincangkan, yang menang tetap akan menang.

Menurut dia, hasil hitung cepat itu jarang ada yang meleset. Sebab, pada Pemilu-Pemilu sebelumnya, kata Rayhan, hasil hitung cepat tidak jauh berbeda dengan penghitungan resmi KPU.

Dengan selisih jumlah perolehan suara yang tipis, kata Rayhan, wajar bila paslon 01 dan paslon 02 saling mengklaim kemenangan.

"Pasti terjadi (klaim kemenangan) seperti ini. Yang harus dilakukan adalah antisipasi supaya tidak memicu konflik. Takutnya ada konflik yang terjadi," kata Rayhan.

Karena itu, kedua kandidat harus bisa menenangkan pendukung masing-masing agar mau bersabar dan menunggu hasil resmi yang akan dirilis KPU.

"Masing-masing paslon harus tahu apa yang mesti dilakukan untuk menenangkan massa atau pendukungnya," imbuhnya.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unpad soal Pemilu 2019: Panasnya Atmosfer hingga Sistem yang Rumit

Mahasiswi semester 8 Jurusan Teknik Transportasi Laut ITS, Elsa Efrina Nur Faidah, mengatakan, hasil hitung cepat tidak bisa dijadikan rujukan utama. 

Alasannya, quick count hanya mengambil beberapa sampel dari TPS, tidak secara keseluruhan. Karena itu, hasilnya tidak bisa dianggap final.

Terlebih lagi, masing-masing paslon juga memiliki tim untuk melakukan rekapitulasi suara. Karena ada banyak versi, ia menyarankan agar semua pihak yang berkompetisi menunggu hasil resmi KPU.

"Kalau saya percaya hasil resmi KPU nanti. Real count itu secara tidak langsung akan membuktikan atau mewakili hasil quick count yang ada sekarang," katanya.

Tunjukan bukti bila klaim menang

Mahasiswa semester 4 Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Mahadi Yahya Sormin berpendapat, daripada ribut-ribut hasil quick count dan saling klaim kemenangan, ia menilai, lebih baik paslon 01 dan paslon 02 sama-sama menunjukkan data versi mereka masing-masing.

"Versi mana sih yang peling relevan dilihat dari data-data yang ada dan realitas di lapangan. Bandingkan juga dengan hasil quick count dan situng KPU," kata dia.

Sehingga, klaim kemenangan dan penolakan hasil quick count tidak membuat masyarakat bingung dan menambah tensi Pemilu semakin memanas.

"Kedua paslom saling tunjukkan data saja supaya transparan," ucap Yahya.

Sebelumnya, hasil hitung cepat Litbang Kompas menunjukkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin memperoleh 54,45 persen suara sedangkan pasangan Prabowo-Sandiaga memperoleh 45,55 persen suara.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unhas soal Quick Count dan Real Count: Jangan Rusuh hingga Tunggu KPU

Hasil hitung cepat Indo Barometer juga menempatkan keunggulan yang sama, Jokowi-Ma’ruf Amin 54,35 persen dan Prabowo-Sandiaga 45,65 persen dengan data masuk 99,83 persen.

Indikator menempatkan Jokowi-Ma’ruf Amin di posisi 54,58 persen dan Prabowo-Sandiaga 45,42 persen dengan data masuk 99,97 persen.

Charta Politika menempatkan Jokowi-Ma’ruf Amin di posisi 54,33 persen sedangkan Prabowo-Sandiaga di posisi 45,67 persen dengan data masuk 99,65 persen.

Perolehan yang tidak jauh berbeda ditunjukkan oleh Poltracking yang menunjukkan perolehan Jokowi-Ma’ruf Amin 54,98 persen dan Prabowo-Sandiaga 45,02 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com