Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Water Front City Dibangun, Sungai Arut di Pangkalan Bun Kembali "Hidup"

Kompas.com - 08/04/2019, 08:57 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro,
Khairina

Tim Redaksi

PANGKALAN BUN, KOMPAS.Com - Puluhan ibu-ibu menjajakan kue-kue dan beragam penganan tradisional di atas jembatan kayu, jalan di atas bantaran sungai yang telah menua, sejauh sekitar 200-an meter.

Yang menakjubkan, pengunjung berjubel memadati jembatan itu, tanpa khawatir akan kondisi kayu yang mereka pijak dan air di sisinya.

Itulah pemandangan di bantaran Sungai Arut, Kelurahan Raja, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Sabtu (6/4/2019) sore.

Baca juga: Pemkot Surabaya Mulai Bangun Water Front City

Saat itu tengah berlangsung event bulanan, yang diinisiasi warga sekitar bantaran sungai Kelurahan Raja, yang bertajuk "Bejaja Wadai".

Wadai artinya kue. Dan ini merupakan kali kedua event ini digelar. Yang pertama awal bulan lalu.

Kuliner tradisional masyarakat Pangkalan Bun dan sekitarnya, seperti bubur telur keruang, bubur gunting, bubur randang, coto menggala, kekicak, gamat, klepon labu, kerupuk basah, lapat, pais, roti tangkup, yang tidak selalu mudah diperoleh di pasar, tersaji di sana.

Meski informasi event ini hanya beredar lewat media sosial, pengunjung yang datang sangat banyak.

Sebagian mereka memang datang karena ingin mendapatkan jajanan tradisional. Sebagian yang lain karena penasaran, sekaligus ingin jalan-jalan menikmati suasana pinggir sungai.

Ada pula yang melanjutkan perjalanan susur sungai dengan perahu getek, setelah berbelanja.

Mengembalikan lagi fungsi sungai sebagai pusat dari dinamika sosial ekonomi masyarakat Pangkalan Bun lebih dari dua dekade lalu merupakan tujuan dari event ini.

Baca juga: Ratusan Eksemplar Tabloid Indonesia Barokah Ditemukan di Pangkalan Bun

"Awal bertugas saya datang melihat kenapa bantaran sungai Kelurahan Raja ini mati suri. Tidak ada kehidupan ekonomi di situ. Tidak tersentuh juga masyarakatnya, seperti kurang bersemangat. Ternyata mereka ini (merasa) seakan terpinggirkan," kata Lurah Raja Rangga Lesmana, pada Kompas.com, Sabtu (6/4/2019) petang.

"Jadi kita tanya, di sini bisa enggak bikin kue tradisional. Ternyata bisa, sebagian besar sangat bisa. Karena itu kita inisiasi bikin event ini. Mereka sepakat, para pemuda bantu jadi panitia, kita jalan," lanjut lurah muda ini.

Sungai Arut, yang melintasi Kota Pangkalan Bun, sejak dua abad lalu di masa Kesultanan Kotawaringin menjadi urat nadi kehidupan masyarakat sekitarnya.

Namun, seiring perkembangan zaman, situasi mulai berubah. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan ternyata berdampak pada masyarakat di sekitar sungai.

"Sejak adanya jembatan yang menghubungkan antara Kecamatan Arut Selatan dan Kotawaringin Lama sumber ekonomi berpindah. Dulu di situ pusat transaksi perdagangan, karena jalur air pertama kali memang lewat Sungai Arut, sebelum adanya jembatan. Jadi berkuranglah pendapatan warga-warga bantaran sungai tersebut," jelas Mardani, aktivis masyarakat adat, yang terlibat dalam inisiasi kegiatan ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com