Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Menangis, Meraung-raung di Dalam Kebun Karet"

Kompas.com - 28/02/2019, 16:11 WIB
Idon Tanjung,
Khairina

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Bahrun (41) hanya bisa pasrah menerima musibah yang dihadapinya.

Empat belas hektar kebun karet yang menjadi sumber utama kehidupan keluarganya, habis terbakar dalam beberapa jam, imbas dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Kebun karet yang paling disayangi Bahrun terletak di Jalan Kampung Baru, Kelurahan Terkul, Rupat. Dari tempat tinggalnya berjarak sekitar dua kilometer.

Kini, kebun karetnya sudah habis terbakar dan tak bisa lagi dimanfaatkan.

Baca juga: Ratusan Hektar Kebun Karet Terbakar, Petani Mengadu ke Wagub Riau

Saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (27/2/2/2019) pagi, mata Bahrun berkaca-kaca mengingat jerih payahnya mengolah kebun karet yang sudah habis terbakar.

Dia menceritakan, kebun karetnya terbakar pada Jumat (23/2/2019) malam sekitar pukul 20.00 WIB.

Ia berangkat diberitahu warga lainnya, lalu berangkat ke kebun untuk mencoba mematikan api.

"Saya menangis meraung-raung di dalam kebun karet. Cuma satu jam kebun saya habis terbakar. Tak bisa lagi dipadamkan. Api sangat cepat menjalar, karena tanah gambut," kata Bahrun dengan nada sedih.

Dia mengatakan, luas kebun karetnya yang terbakar sekitar 14 hektar, yang berumur sekitar 6-7 tahun dan sudah produktif. Kebunnya ada di tiga lokasi di Kelurahan Terkul.

"Sudah menghasilkan. Dalam sebulan ada Rp 2 juta. Karena sekarang harga karet jauh turun menjadi Rp 7 ribu per kilogram. Kalau dulu ada sampai Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram. Tapi tetap bersyukur masih bisa buat makan dan biaya sekolah anak saya," kata Bahrun.

Suami dari Iswati (38) ini memiliki dua orang anak yang sudah sekolah.

"Anak yang pertama sudah kelas dua SMP. Yang kedua baru kelas dua SD," sebutnya.

Namun, Bahrun saat ini mengaku bingung untuk menghidupi keluarganya. Sebab hasil kebun karetnya tak bisa lagi dinikmati.

Seorang warga memadamkan api di kebun karetnya yang terbakar akibat karhutla, Minggu (24/2/2019). Pemadaman dilakukan dengan menyemprotkan air menggunakan pompa penyemprot racun rumput supaya api tidak meluas. KOMPAS.com/IDON TANJUNG Seorang warga memadamkan api di kebun karetnya yang terbakar akibat karhutla, Minggu (24/2/2019). Pemadaman dilakukan dengan menyemprotkan air menggunakan pompa penyemprot racun rumput supaya api tidak meluas.

Pada 2015 juga terbakar

Bahrun mengatakan, untuk kedua kalinya kebun karetnya terbakar akibat imbas dari karhutla. Tahun 2015, kebunnya ikut terbakar di lokasi yang sama.

"Tahun 2015 terbakar juga, tapi enggak separah ini. Waktu itu kebun saya sekitar 8 hektar yang terbakar," ungkapnya.

Dia dan warga lainnya mengaku, saat itu siang dan malam berada di kebun karet untuk mematikan api.

Bahkan, ia sampai tidur di kebun karet agar api tidak makin meluas. Peristiwa seperti itu kembali terjadi di tahun 2019 ini.

"Kami siang malam ke kebun agar tidak terbakar semuanya. Beruntung waktu itu cepat datang hujan, api padam. Luas kebun warga yang terbakar sekitar 68 hektar. Selasa terjadi lagi, dan lebih parah," kata Bahrun.

Baca juga: Harimau Sumatera dan Dua Anaknya Ditemukan di Kebun Karet Warga Riau

Sepekan setelah terbakar, dia dan warga lainnya kembali mengolah kebun karetnya dengan menanam ulang. Kemudian ia rawat hingga besar dan menghasilkan.

"Kami tanam ulang. Rawat sendiri, biaya sendiri," ujarnya.

Waktu itu, kata Bahrun, tidak ada bantuan sedikit pun dari pemerintah. Meski sempat dilakukan pendataan, namun bantuan tak kunjung datang.

Setelah menghasilkan, kebun karetnya kembali terbakar di lokasi yang sama. Bahrun mengaku sangat sedih.

"Saya sedih sekali. Dua kali terbakar di lokasi yang sama. Saya sangat menyayangi kebun itu. Setiap hari saya rawat dan bersih. Tapi nasib kebun saya malang sekali," imbuh Bahrun.

Ia mengaku sempat ada orang yang ingin membeli kebun karetnya. Namun, ia tidak mau melepasnya.

"Dulu pernah ditawari. Kebun saya 14 hektar ada di tiga tempat. Jadi ditawar semuanya Rp 250 juta. Tapi enggak mau saya jual, karena itulah penghasilan awak ke depan," ucapnya dengan bahasa melayu.

Bahrun mengaku belum tahu ke depan apakah akan mengolah kembali kebunnya yang sudah terbakar. Sebab, ia trauma berat akibat dua kali kebunnya terbakar.

"Rencana tetap mau tanam, tapi belum tau kapan. Masih trauma. Tapi enggak kerja pening juga, nanti anak dan istri makan apa," tuturnya.

Dia pun mengaku saat ini belum mendapat pekerjaan lain.

"Sekarang enggak ada kerja. Kalau tak ada kebun paling cari damar di hutan kayak tahun 80-an dulu," kata Bahrun.

Berharap ada perhatian pemerintah

Bahrun begitu berharap adanya bantuan dari pemerintah, agar ke depan kebun karet yang terbakar bisa diolah lagi.

"Harapan kami dibantu. Setidaknya bibit karet," kata Bahrun.

Harapan yang sama disampaikan Untung (28). Dia berharap pemerintah mencarikan solusi bagaimana ke depan nasib para petani karet di Kecamatan Rupat.

"Harapan kami ke pemerintah minta dipikirkan bagaimana ke depan apakah itu ada asuransi atau ada bantuan kembali, supaya geliat ekonomi kami tetap jalan," ungkap Untung saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (23/2/2019).

Karena, kata dia, kebun karet yang terbakar sudah tidak bisa lagi produksi atau pohonnya akan mati.

Untung menyebutkan, kebun karet warga yang terbakar di Jalan Kampung Baru, Kelurahan Terkul, rata-rata luasnya dua hektar. Rata-rata sudah menghasilkan.

"Yang terbakar sekarang hampir sudah bisa di deres. Kalau luas semuanya yang terbakar sudah ratusan hektar. Itu baru di Kampung Baru saja. Belum lagi di lokasi yang lain. Kerugian udah enggak terhitung. Saya sendiri empat hektar, kerugian sekitar ratusan juta," tambah Untung.

Baca juga: Kronologi Pembunuhan Nita Jong, Dibuang di Kebun Karet hingga Pengungkapannya

Sementara Sugito (40) mengatakan, pemerintah juga harus bisa memikirkan bagaimana upaya penanggulangan bencana karhutla di Kecamatan Rupat. Karena kebakaran hampir setiap tahun terjadi.

"Di kampung kami ini hampir setiap tahun ada kebakaran, karena tanah gambut. Tahun 2015 itu kebun karet kami terbakar juga, sekarang terbakar lagi. Jadi yang pertama, pemerintah harus memikirkan bagaimana solusi penanggulangannya," kata Sugito pada Kompas.com, Sabtu lalu.

Kemudian yang kedua, lanjut dia, untuk memulihkan ekonomi masyarakat kembali, masyarakat perlu pembinaan apakah ada bantuan bibit atau yang lain.

Namun, yang jelas ada kepedulian pemerintah.

"Kerugian kami sudah sangat besar. Sebab inilah mata pencaharian kami di sini. Paling banyak petani karet, dan selebihnya sawit," sebutnya.

Oleh karena itu, kata Sugito, warga meminta bantuan mesin untuk pemadaman kebakaran. Setidaknya, mesin pompa air ada di setiap RT atau RW dan Desa.

"Jadi kalau ada mesin, setiap ada api kami langsung memadamkan," ujarnya.

Dia mengatakan, pada tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Bengkalis meminta masyarakat Rupat untuk menyediakan lokasi untuk pembuatan embung atau waduk berukuran besar. Namun, hasilnya nol.

"Sudah kami wakafkan lahan dua hektar untuk buat embung atau waduk. Tapi ternyata sampai sekarang tidak ada reaksinya. Tidak ada tindak lanjut dari pemerintah. Jadi setelah terjadi kebakaran, kami keteteran cari air seperti sekarang ini. Jadi kami berharap pemerintah lebih giat lagi membina masyarakat untuk memberikan pelayanan, supaya tidak ada lagi kejadian serupa," tutup Sugito.


Pemerintah siap bantu

Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution datang meninjau lokasi karhutla di Jalan Kampung Baru, Kelurahan Terkul, Kecamatan Rupat, Bengkalis, Rabu (27/2/2019).

Pada saat itu, sejumlah warga datang menemuinya. Warga meminta solusi bagaimana ke depan nasib para petani karet.

Edy Natar mengatakan pemerintah pasti siap untuk membantu.

"Tentu kami akan coba evaluasi bagaimana nanti kondisi yang ada di lapangan ini. Kami akan laporkan kepada Pak Gubernur, beliau selaku Dansatgas (Karhutla), nanti kondisi sepertinya apa, hasil laporan itu akan dibahas," kata Edy Natar saat diwawancarai Kompas.com, Rabu.

"Yang jelas pemerintah pasti membantu," tutupnya.

Sementara itu, Camat Rupat Hanafi mengaku juga sudah siap membantu petani yang kebun karetnya terbakar akibat karhutla. Dia mengaku sudah melakukan pendataan.

"Memang kenyataan di lapangan banyak kebun masyarakat yang terbakar, terutama karet dan sawit. Kami sudah koordinasi dengan UPT Pertanian dan telah mendata dan terus mendata sampai kebakaran ini selesai," ucap Hanafi saat ditemui Kompas.com, Senin (25/2/2019) lalu.

Data tersebut, sambung dia, akan dibawa ke Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis sebagai bentuk respon atas dampak karhutla.

"UPT Pertanian Rupat juga sudah menyampaikan ke Dinas Pertanian, agar bisa mengganti pohon karet dan sawit dengan bibit-bibit yang baru untuk ditanam kembali oleh masyarakat," terang Hanafi.

Baca juga: Wanita yang Ditemukan Tewas di Kebun Karet Subang Dibunuh oleh Suaminya di Jakarta

Berdasarkan data sementara, kata dia, luas kebun masyarakat yang terbakar mencapai 500 hektar.

"Sekarang masih ada kebun warga yang terbakar, tapi sebagian sudah berhasil dipadamkan. Tinggal pendingan agar tidak mengeluarkan asap," sebut Hanafi.

Sementara luas lahan yang terbakar di wilayah Kecamatan Rupat, kata dia, mencapai ribuan hektar.

"Kebakaran di Rupat sejak 26 Januari 2019. Jadi kalau digabungkan dengan yang sudah dan sedang terjadi, itu udah hampir 1.300 hektar terbakar," tutup Hanafi.

Kabut Asap sudah berkurang

Kabut asap karhutla di wilayah Kecamatan Rupat, Bengkalis sudah jauh berkurang, Kamis (28/2/2019).

Lebih kurang sepekan masyarakat yang berbatasan dengan Malaysia ini dilanda kabut asap tebal. Jarak pandang 200 hingga 100 meter.

Kondisi ini sudah berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Sejumlah warga mengalami ISPA, sesak napas, batuk, filek, asma, iritasi mata, iritasi kulit dan pneumonia.

Dampak lainnya, sepuluh sekolah di Kecamatan Rupat diliburkan selama dua hari.

Namun setelah turunnya hujan pada Minggu (24/2/2019) dinihari, kabut asap sudah mulai berkurang. Anak-anak pun sudah kembali masuk sekolah.

Petugas gabungan dari TNI, kepolisian, Manggala Agni, BPBD dan masyarakat terus berupaya mematikan dan menyekat api yang ada di dalam gambut.

Bahkan untuk membantu pemadaman karhutla ini, seratus pasukan Kostrad dikirim ke Kecamatan Rupat sepekan yang lalu.

Kompas TV Menjadi petugas pemadam kebakaran ternyata bukan sekadar memadamkan api. Ada juga upaya pencegahan dan penyelamatan.<br /> <br /> Pekerjaan sebagai pemadam kebakaran membuat laki-laki identik dengan profesi ini.<br /> <br /> Namun di Bandung, Jawa Barat, Bintania Purnomo berkata lain.<br /> <br /> Perempuan ini bahkan mengaku menyukai dan menyenangi pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com