Dalam eksaminasi ini, pegiat hak asasi manusia Herlambang P. Wiratraman, juga memberikan catatannya.
Menurut Herlambang, dalam putusan hakim PN dan PT, ia melihat bahwa nalar hukum hakim tidak merujuk pada satu pun tradisi aliran filsafat hukum.
"Dalam filsafat hukum terdapat 6 aliran, yakni aliran historis, naturalis, positivisme, sociological jurisprudence, utilitarianisme, realisme," ujar Direktur Pusat Studi HAM (HRLS) FH Unair itu.
"Dalam kasus ini, tidak satu pun hakim merujuk pada aliran filsafat hukum tersebut," tambah Herlambang.
Baca juga: Kapasitas Produksi Tambang Emas Tumpang Pitu Ditambah Jadi 8 Juta Ton Per Tahun
Sebagaimana diketahui, pada 16 Oktober 2018, Heri Budiawan divonis 4 tahun oleh Mahkamah Agung (MA), dengan tuduhan telah menyebarkan ajaran komunisme dengan media spanduk.
Ia dijerat dengan pasal 107a UURI No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Sebelumnya, karena tuduhan tersebut, ia telah menjalani hukuman selama 10 bulan pascaterbitnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi dan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.
Namun, karena tak terima dengan putusan PN dan PT, Heri Budiawan dan tim kuasa hukumnya mengajukan Kasasi di MA. Tapi, dalam perjalanannya, hakim MA malah menaikkannya menjadi 4 tahun.
Namun, hingga saat ini, Heri Budiawan dan tim kuasa hukum belum menerima salinan putusan tersebut.