Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Sekeping Roti Bolu dan Kisahnya di Kaki Gunung Lawu Magetan

Kompas.com - 14/01/2019, 12:25 WIB
Sukoco,
Khairina

Tim Redaksi

MAGETAN , KOMPAS.com - Apabila berkunjung ke Kabupaten Magetan Jawa Timur, kurang lengkap rasanya bila tidak mencicipi roti bolu, kue khas Magetan yang terbuat dari tepung terigu dan telur.

Adonan roti yang dibentuk oval tersebut akan terasa pecah berhamburan di dalam mulut karena lembutnya adonan saat kita mengigitnya.

Rasa manis akan mendominasi lidah saat kita baru pertama kali mengigit roti yang cara memasaknya di oven tersebut, baru kemudian rasa rempah rempah seperti jahe dan kayu manis akan menyertai di lidah.

Harumnya wangi jahe akan saling bergantian dengan harumnya daun jeruk purut saat kita mulai mengunyah kue yang juga terkenal dengan roti endog tersebut.

Baca juga: Kisah Petani Bawang Merah di Magetan yang Merugi Saat Harga Tinggi...

Endog merupakan bahasa Jawa dari telur, merujuk bentuk kue bolu yang memang berbentuk oval tersebut.

Hampir di setiap toko jajan khas Magetan yang berjajar di sepanjang jalan menuju destinasi wisata Telaga Sarangan dipastikan ada menjual kue bolu.

Beberapa Desa di Kecamatan Plaosan dan Panekan disinyalir menjadi sentra penghasil kue bolu yang memasok ke kota lainnya seperti Madiun, Ngawi, Karang Anyar dan beberapa kota lainnya.

Mayoritas penghasil kue bolu merupakan usaha rumahan yang dikelola masyarakat. Salah satu usaha rumahan tersebut adalah perusahaan roti bolu Dinawa yang berada di Desa Nitikan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.

Erna (35) pemilik usaha mengaku menekuni pembatan kue bolu dari orang tuanya yang telah digeluti sejak tahun 1996.

“Bapak dulu karyawan di sebuah perusahaan kue,kemudian berusaha sendiri satu kilo dua kilo dijajakan langsung,” ujarnya, Minggu (13/01/2019).

Kegigihan usaha dari orangtua Erna membuat omset penjualan kue bolu meningkat. Saat ini, perusahaan itu memiliki 15 karyawan dan membutuhkan dua kuintal tepung terigu per hari sebagai bahan utama roti.

 

Untuk mengembangkan usaha keluarga tersebut, Erna juga memanfaatkan jejaring sosial sehingga mampu memperluas pangsa pasar.

“Biasanya warga memesan kue bolu untuk oleh-oleh saat hajatan manten. Paling jauh pesanan masih sekitar Jawa Timur sama Jawa Tengah,” imbuhnya.

Menurut Erna, kesuksesan kue bolu resep keluarganya karena kelembutan roti saat digigit dengan rasa manis yang pas serta campuran sejumlah rempah-rempah seperti kayu manis serta bau jeruk yang memberi paduan unik pada rasa dan aroma rotinya.

“Ada rempah khas Magetan yang juga kami campurkan di adonan sehingga menibulkan rasa gurih pada kue,” ucapnya.

Sejarah kue bolu dalam tradisi warga Magetan 

Kue bolu di Kabupaten Magetan bukan hanya sekedar kuliner biasa, namun keberadaannya turut memberi warna sejarah perjalanan Kabupaten di kaki gunung Lawu tersebut.

Setiap memperingati hari kelahiran Kabupaten Magetan, dipastikan ribuan kue bolu akan dibagikan kepada masyarakat dalam kegiatan andum bolu rahayu yang biasanya diselenggarakan di alun alun Kabupaten Magetan.

Baca juga: 2 Siswa SMP di Magetan Diamankan Polisi karena Curi Sandal

Ribuan masyarakat Magetan dengan antusias akan memperebutkan kue khas Magetan tersebut yang disusun menjadi berbagai bentuk seperti gunungan, lesung, bedug, gong yang disertai gunungan yang terbuat dari hasil pertanian dan kebun seperti kacang panjang, jagung hingga labu, ubi dan hasil kebun lainnya.

Sebagian warga bahkan rela bedesak-desakan agar bisa mendapatkan kue bolu.

Bupati Kabupaten Magetan Suprawoto mengatakan, kegiatan budaya andum bolu rahayu yang dilaksanakan setiap tahun merupakan kegiatan untuk nguri uri kekayaan tradisi budaya khas Magetan dalam bidang seni, kuliner, hingga gaya busana agar generasi muda mengetahui sejarah perjalanan Kabupaten Magetan.

“Kegiatan andum bolu rahayu ini untuk memelihara tradisi dan transformasi ke anak anak kita. Maknanya adalah kita makan bersama sama tidak ada perbedaan sebagai bentuk berkah,” ujarnya.

Tradisi kirab Nayokoprojo

Sebelum acara rebutan kue bolu dalam andum berkah bolu rahayu di alun-alun, ada sebuah tradisi yang sudah dilakukan turun temurun di kabupaten Magetan, yaitu kirab Nayokoprojo yaitu arak arakan pejabat di Magetan yang dipimpin langsung oleh Bupati.

Kirab yang biasanya menggunakan kereta kencana, andong, serta kuda tersebut biasanya dimulai dari pendopo Kabupaten Magetan kemudian menyusuri sejumlah jalan protokol di Magetan dan kembali ke alun alun.


Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan Bambang Setiawan mengatakan, kirab Nayokoprojo dengan berkeliling kota merupakan penggambaran dari manunggaling kawulo gusti yang artinya pentingnya para petinggi negara untuk turun ke jalan agar mengetahui kehidupan para warganya.

“Bisa digambarkan sebagai bentuk dari pemegang tampuk pimpinan di Kabupaten Magetan yang sedang melakukan tilik kawulo atau menyambangi masyarakatnya,” katanya.

Untuk menjalani tradisi kirab Nayokoprojo juga harus mengenakan busana khas Magetan yaitu ageman gondokusuman dengan dilengkapi blangkon kawibawan serta jarit nyabuk wolo.

Dalam sejarahnya, busana ageman gondokusuman merupakan busana yang dikenakan oleh Basah Bibit Gondokusumo, seorang kerabat Keraton Mataram atau Keraton Solo saat menyamar menjadi masyarakat biasa agar tidak diketahui oleh tentara Belanda saat melarikan diri dari tempat pengasingan di Kota Semarang menuju ke arah timur.

Baca juga: Kapolres Magetan Pastikan Bayi Arini Operasi Sumbing di Surabaya

Basah Bibit Gondokusumo atau Raden Tumenggung Yosonegoro merupakan pejabat Bupati Magetan pertama yang menjabat dari tahun 1675 hingga 1703.

R.T. Yosonegoro diwisuda sebagai Bupati Magetan pada tanggal 12 Oktober 1675 yang merupakan tanggal resmi lahirnya Kabupaten Magetan.

Sebelum kirab Nayokoprojo dilaksanakan, biasanya ada satu lagi tradisi yang dilaksanakan yaitu festival Ledug atau lesung dan bedug.

Lesung merupakan alat pertanian sebagai penumbuk padi pada jaman dahulu sementara bedug merupakan peralatan music yang mengiringi lesung pada saat itu.

Kompas TV Seorang pendaki asal Magelang hilang di Gunung Lawu, Magetan, Jawa Timur sejak malam pergantian tahun. Upaya pencarian tim SAR gabungan terkendala cuaca ekstrem akibat hujan badai yang terjadi di Puncak Lawu. Dikabarkan hilang sejak malam pergantian tahun baru pada 31 Desember lalu, upaya pencarian terhadap Alvi Kurniawan, 20 tahun pendaki asal Magelang, Jawa Tengah di Gunung Lawu, Magetan, Jawa Timur terus dilakukan tim SAR gabungan BPBD Magetan. Dua hari penyisiran melalui tiga jalur pendakian Candi Cetho, Cemoro Kandang serta Cemoro Sewu, tim masih belum bisa menemukan keberadaan korban yang terpisah dari rombongan. Angin kencang hujan badai dan terbatasnya jarak pandang di Puncak Lawu menjadi kendala utama tim SAR untuk mencari korban.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com