Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

50 Kapal Nelayan Terdampar di Pantai Bima Akibat Gelombang Tinggi

Kompas.com - 06/01/2019, 12:07 WIB
Syarifudin,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BIMA, KOMPAS.com - Cuaca buruk yang terjadi dalam satu bulan terakhit membuat puluhan kapal ikan terdampar di perairan sekitar kawasan La Wata, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sekitar 50 kapal pencari ikan tersebut berasal dari Desa Rompo, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima.

Satu unit kapal yang terdampar membawa lima hingga 10 anak buah kapal (ABK). Tak hanya itu, sebagian dari para ABK ini juga membawa istri dan anak untuk melaut.

Para nelayan ini diketahui hendak mencari ikan di perairan utara Bima. Namun cuaca ekstrem di wilayah setempat memaksa mereka menghentikan aktivitas melaut.

Baca juga: Fenomena Langka, Ribuan Kerang Terdampar di Pantai Sendang Sikucing akibat Gelombang Tinggi

 

Mereka khawatir ombak besar disertai gelombang setinggi dua meter dan angin kencang akan mengancam keselamatan.

Keberadaan kapal-kapal berkapasitas besar ini, diketahui sudah lebih dari satu bulan. Puluhan Kapal tersebut tidak bergerak sama sekali sejak gelombang tinggi terjadi.

Ashari, seorang nelayan mengaku, ia dan para nelayan lain lebih memilih menyandarkan perahu mereka di sekitar pantai yang ramai dikunjungi wisatawan lokal tersebut.

Mereka memilih menepi dan melemparkan jangkar di dekat pantai Lawata untuk berlindung sambil menunggu cuaca kembali normal.

Baca juga: Akibat Tsunami Selat Sunda, 15 Penyu Sisik Terdampar di Pesisir Kalianda

"Sudah satu bulan lebih kita berlindung di sini. Ada sekitar 50 kapal yang terdampar. Cuacanya buruk, gelombang tinggi sekali serta angin kencang," kata Ashari saat di temui di kawasan La Wata, Minggu (6/1/2018)

Melihat kondisi cuaca ini, para nelayan hanya bisa pasrah. Mereka terpaksa menginap di atas kapal dan berharap cuaca segera normal kembali agar mereka bisa mencari nafkah.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka terpaksa mengutang kepada pengepul ikan dan kembali ke desa melalui jalur darat.

"Tidak berani melaut, gelombang besar dan sangat berbahaya bagi keselamatan. Kita tidur aja di atas kapal. Buat makan sehari-hari, ya terpaksa kita ngutang ke pengepul untuk beli beras dan sayuran," ujar Ashari. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com