Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dokter di Asmat Papua, Kemanusiaan Lebih Tinggi dari Rasa Rindu untuk Anak Istri (1)

Kompas.com - 09/10/2018, 09:46 WIB
Kontributor Kompas TV Timika, Irsul Panca Aditra,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Saudara sendiri

Di pedalaman Papua, lanjut dia, sungai, lautan, gunung dan hutan-hutan adalah sahabat setia.

Fajri mengaku pernah terapung-apung di pesisir pantai selatan Papua laut Arafuru dan nyasar hingga ke sungai-sungai kecil di tengah hutan belantara ketika pulang dari pelayanan pada waktu dinihari.

Namun hal itu tidak pernah membuat dirinya dan rekan kerjanya jera dan menyerah dalam meluangkan waktu bersama masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan kegiatan sosial lainnya. 

“Bersama alam di sini semuanya terasa indah ketika kami menjalani hidup dengan segala keterbatasan karena kami ingin selalu bersyukur kepada Sang Pencipta dan di balik semua keterbatasanlah, kami bersama alam menemukan kedamaian dalam melakukan pelayanan kesehatan di Asmat,” ujar dia. 

Bagi dokter Fajri, masyarakat Asmat sudah seperti saudaranya sendiri. Sebab, mereka selalu menuntun dia setiap langkahnya terhenti.

Pada saat dirinya kehilangan akal untuk bisa melewati suatu masalah baik dalam pelayanan kesehatan dan ketika mau merujuk pasien ke ibukota kabupaten, masyarakat inilah yang selalu menolong dan mendoakan dia dan rekan kerjanya.

Dokter Fajri Nurjamil, dokter asal Aceh yang mengabdi di Kabupaten Asmat, Papua.KOMPAS.com/IRSUL PANCA ADITRA Dokter Fajri Nurjamil, dokter asal Aceh yang mengabdi di Kabupaten Asmat, Papua.
Komitmen pada kemanusiaan

“Masyarakat selalu mendoakan setiap langkah kami dan berbagai kesulitan yang kami lalui. Berkat dari izin Sang Pencipta langit dan bumi, alam menjawab doanya mereka di sepanjang perjalanan yang kami lalui,” tutur dia. 

Walaupun nyawa menjadi taruhan dalam setiap perjalanan tugas dan ganasnya plasmodium malaria, namun tidak sedikit pun membuat langkahnya untuk mundur dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat karena dia percaya apapun yang dilaluinya, semuanya kembali kepada niat dan tujuan kita untuk mereka.

Dia mengatakan, seberat apapun hari-hari yang dilaluinya dalam pelayanan kesehatan di pedalaman Kabupaten Asmat di bagian pesisir selatan Papua itu belum seberat apa yang telah dilalui rekan-rekannya para pejuang kesehatan di pegunungan tengah Papua, di pulau-pulau terluar di Papua dan di daerah-daerah pedalaman lainnya yang ada di pedalaman Bumi Cenderawasih.

“Walaupun beratnya kehidupan yang kami lalui di pedalaman Bumi Cenderawasih, itu adalah hal biasa yang sudah dilalui oleh masyarakat di pedalaman Papua. Maka dari itulah kami di pedalaman Papua bisa banyak belajar bersyukur kepada-Nya dengan apa yang telah kami lalui di sini,” ujar dia.

“Inilah hal yang sangat terberat bagi saya yang terkadang selalu membuat hati saya selalu ingin menangis ketika rasa rindu dengan istri dan kedua putri saya tercinta setiap harinya di pedalaman Bumi Cenderawasih. Namun saya tetap harus tegar dan kuat karena saya yakin semuanya akan indah pada waktunya,” pungkas dia. 

BERSAMBUNG: 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com