Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Terkena OTT KPK, Ketua PN Medan Dipromosikan Jadi Hakim Tinggi

Kompas.com - 29/08/2018, 21:57 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Seharusnya, 5 September 2018, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo melakukan serah terima jabatan.

Marsudin dipromosikan menjadi hakim tinggi di Denpasar, Bali. Posisinya digantikan Janiko Girsang.

Sedangkan Wahyu akan menjabat Ketua PN Serang, Banten. Jabatannya akan digantikan Abdul Aziz.

Namun belum sampai serah terima, keduanya tertangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (28/8/2018).

Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Hakim Tipikor Medan Mengaku Bingung

 

Status keduanya sebagai terduga penerima suap kasus penjualan aset negara yang melibatkan terpidana Tamin Sukardi.

"Gara-gara OTT, PN Medan diperintahkan langsung melantik Janiko sebagai ketua yang baru, sertijab bisa belakangan," kata Humas PN Medan Erintuah Damanik, Rabu (29/8/2018).

Terkait perkembangan OTT yang dilakukan KPK pada Selasa (28/8/2018), Erintuah mengatakan, ada enam orang yang ditangkap dari PN Medan.

Mereka adalah Marsudin Nainggolan, Wahyu Prasetyo Wibowo, dua Hakim Ad Hoc masing-masing Sontan Marauke Sinaga dan Merry Purba, serta dua panitera yaitu Oloan Sirait dan Elfandi.

Kemudian KPK menangkap terpidana Tamin Sukardi dari Rutan Tanjung Gusta Medan.

Baca juga: Dari 4 Hakim yang Ditangkap KPK di Medan, Hanya 1 yang Jadi Tersangka

Menurut dia, Merry Purba dan Wahyu selaku hakim yang menyidang perkara Tamin Sukardi sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka diduga menerima suap dari Tamin untuk meringankan hukumannya. Setelah Merry dan Wahyu, KPK juga menetapkan Panitera Pengganti Helman menjadi tersangka.

"KPK juga menetapkan Tamin menjadi tersangka dan Hadi Setiawan (belum ditangkap) yang disebut sebagai orang kepercayaan Tamin," ungkapnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo yang dikonfirmasi wartawan menyebut, total commitment fee dari Tamin yang diserahkan ke Merry sebesar SGD 280.000. Suap tersebut diduga agar Merry memengaruhi putusan perkara yang menjerat Tamin.

"Hakim Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menyatakan dissenting opinion dalam vonis tersebut," ucap Agus.

Merry dan Helpandi diduga penerima suap. Mereka dijerat pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: KY: Rekam Jejak Aparat Pengadilan di Medan Tidak Terlalu Baik

Sedangkan, Tamin dan Hadi diduga sebagai pemberi. Mereka dijerat pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Seperti diberitakan, KPK melakukan OTT di PN Medan pada Selasa (28/8/2018).

Hasilnya, Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim Sontan Meraoke Sinaga, Hakim Ad Hoc Tipikor Merry Purba, dua panitera masing-masing Elpandi dan Oloan Sirait, serta dua orang lain dari pihak swasta.

KPK juga mengamankan terpidana Tamin Sukardi yang baru saja divonis majelis hakim PN Medan dengan hukuman enam tahun penjara karena terbukti menjual aset negara sebesar Rp 132 miliar.

Terakhir, KPK pun menangkap dua orang pengacara yang salah satunya adalah Faruddin Rivai, penasehat hukum Tamin Sukardi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com