Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaruh Harap pada Penyuluh Pertanian...

Kompas.com - 30/06/2018, 23:19 WIB
Reni Susanti

Penulis

GARUT, KOMPAS.com – Adim (50) mematikan starter motornya di Kampung Nambo, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, akhir Mei 2018.

Ia lalu memarkirkan motornya di warung berukuran 4x4 meter yang terbuat dari kayu. Adim turun dari motornya dan menghampiri sang pemilik warung.

Ceu, nitipnya. Rek ka sawah heula. (Kak, titip motor ya, mau ke sawah,” ujar suami dari Aat ini.

Adim kemudian berjalan di jalan setapak menjauhi jalan desa. Sekitar 30 menit berjalan kaki ia sampai di sawah yang padinya masih hijau.

Baca juga: Di Hadapan Menteri Pertanian, Megawati Persoalkan Istilah Ketahanan Pangan

Hampir tiap hari Adim pergi ke sawahnya. Jarak sawah dengan rumahnya sekitar 3 km. Namun, karena jalannya berbatu besar, waktu yang harus ditempuh Adim lebih lama.

Ia terpaksa membeli sawah jauh dari rumahnya di Kampung Cilampayan, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Pakenjeng, Garut. Karena tanah di kampungnya tidak bagus ditanami padi.

Sawah nu digarap sakedik nyi, mung 80 are (tanah yang digarap sedikit, hanya 80 are/8.000 meter persegi,” ungkap ayah tiga anak tersebut.

Sawahnya, sambung Adim, terbilang subur. Dalam satu tahun ia bisa panen dua kali. Sekali panen, menghasilkan 2 ton gabah kering giling (GKG). Itu artinya, setahun ia mendapat 4 ton GKG.

Gabah itu ia giling. 1 kuintal gabah menjadi 58-60 kg beras. Beras ini kemudian dijual ke Garut seharga Rp 9.000 per kg.

Namun biaya produksi yang ia keluarkan juga cukup besar. Sekali musim tanam hingga panen ia bisa mengeluarkan dana Rp 3 juta-4 juta, di luar biaya giling dan transportasi.

Jika dihitung dalam gabah kering giling, dari hasil panen 2 ton (2.000 kg) GKG, biaya produksinya 8 kuintal (800 kg). Sekali musim tanam sekitar 3-4 bulan.

“(Biaya produksi) untuk pekerja, bibit, sampai pupuk. Untung harga pupuk 4-5 tahun ini tidak naik dan pasokannya lancar. Saya belinya langsung dari Garut biar murah,” ucapnya.

Pupuk yang ia gunakan adalah phonska, urea dan SP. Sesekali ia menggunakan matador untuk membasmi hama wereng dan kungkang. 

Kangge tanah 80 are, pupuk nu diangge 4 kuintal (untuk tanah 80 are, pupuk yang digunakan 4 kuintal). Kalau mau bagus lagi, ditambah pupuknya,” imbuhnya.

Baca juga: Potensi Kalium Berjumlah Besar untuk Pembuatan Pupuk Ditemukan di Pati

Ilmu menanam padi termasuk pemberian pupuk, ia dapatkan berdasarkan pengalaman, orangtua, serta insting.

Beberapa rekannya pernah mendapat sosialisasi dari penyuluh pertanian, itu pun sudah sangat lama. Ia sendiri belum pernah.

Pokoknya, kata dia, kalau ingin dapat padi yang bagus, pupuknya harus banyak. Untuk takaran idealnya, ia sendiri tidak tahu. Sebab, tiap petani kadang berbeda.

“Kapungkur aya penyuluh pertanian, tapi tos lami teu aya. (Dulu ada penyuluh pertanian, tapi sudah lama tidak ada,” katanya.

Terkadang, ia berharap ada orang yang cerdas semacam penyuluh pertanian di kampungnya. Sehingga ia bisa bertanya dan belajar.

“Penyuluh pertanian mah nyakola, pasti apal kedah dikumahakeun meh hasilnya seueur (penyuluh pertanian kan sekolah, jadi tahu solusi agar produksinya banyak),” ucap pria lulusan SD ini berharap.

Penyuluh Pertanian Kurang

Data Kementerian Pertanian tahun 2017, Indonesia memiliki 44.000 penyuluh pertanian dari 72.000 desa yang berpotensi di bidang pertanian. Itu artinya, Indonesia kekurangan 28.000 penyuluh.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Momon Rusmono mengatakan, dari 44.000 penyuluh, sekitar 25.000 penyuluh berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sisanya tenaga harian lepas (THL).

Ada beberapa penyebab jumlah penyuluh kurang. Pertama, transisi lembaga penyuluhan yang tadinya berdiri sendiri, kini diintegrasikan dengan dinas.

Kedua, penyuluh berkurang karena pensiun. Ketiga, tugas penyuluh semakin meningkat. Keempat, wilayah binaan penyuluh semakin luas.

Bahkan saat ini, seorang penyuluh harus menangani petani di tiga desa sehingga membuat pendampingan tidak berlangsung efektif dan optimal.

Jika pendampingan tidak efektif dan optimal, produksi pertanian tidak masimal dan kesejahteraan petani tidak tercapai.

Untuk mengatasi kekurangan tenaga penyuluh, Kementerian Pertanian tengah menumbukembangkan penyuluh swadaya.

Pihaknya juga meminta pemerintah kabupaten/kota berperan aktif merekrut tenaga penyuluh.

Agen Perubahan

Pengamat Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) Reginawanti Hindersah mengatakan, pada zaman Presiden Soeharto, jumlah penyuluh pertanian terhitung banyak.

Namun kini, saat dirinya ke lapangan, jumlah penyuluh pertanian kurang bahkan ada kalanya petani lebih pintar dibanding penyuluh pertanian.

Tapi bagaimanapun penyuluh pertanian penting. Mereka bisa menjadi agen perubahan di daerah tersebut.

Karena dari pengalamannya di daerah timur, untuk membantu petani kecil meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan, diperlukan agen perubahan.

Agen ini tidak bisa hanya datang 1-2 kali ke daerah tersebut untuk penyuluhan. Mereka harus tinggal dengan petani dan mengubah kebiasaan petani.

“Bukan soal baik atau buruk, tapi akses (petani kecil) terhadap induk pertanian, teknologi, inovatif kurang, sehingga kehadiran agen perubahan menjadi penting,” tuturnya.

Baca juga: Pupuk Bersubsidi Diberikan Jika Petani Tergabung dalam Kelompok Tani

Misal bertanam di lereng bisa erosi. Tanah bagian atas menjadi tidak subur karena terbuang ke bawah. Belum lagi persoalan hama, penggunaan pupuk, dan lainnya, bisa dibantu agen perubahan tersebut.

Reginawanti mengungkapkan, persoalan pertanian di Indonesia sangat kompleks, begitupun masalah ketahanan pangan.

Mulai dari kuantitas dan kualitas produk, alih fungsi lahan, SDM, akses terhadap teknologi, kesuburan tanah, sertifikasi dan kepemilikan lahan, konflik antar pendatang dan petani lokal, serta berbagai persoalan lainnya.

Untuk mengurai satu per satu persoalan kompleks ini dibutuhkan kerja sama berbagai pihak baik pemerintah, swasta, akademisi, dan lainnya.

Dalam beberapa hal di antaranya SDM dan pupuk, Pupuk Kujang berkomitmen untuk membantu para petani.

Manajer Komunikasi Perusahaan PT Pupuk Kujang Ade Cahya Kurniawan mengatakan, salah satu caranya, meningkatkan pengetahuan petani.

Pihaknya turun langsung ke lapangan untuk mensosialisasikan cara menggunakan pupuk dengan benar hingga komposisinya.

“Banyak petani yang belum mengetahui atau tidak mengikuti anjuran penggunaan pupuk. Ada yang berlebih menggunakan pupuk, ada yang tidak sesuai anjuran. Mengubah kebiasaan ini memang membutuhkan waktu, tapi tentunya tidak boleh menyerah,” ucapnya.

Ketersediaan pupuk sendiri terbilang aman. Beberapa waktu lalu, Pupuk Kujang melansir data, kapasitas produksi Pupuk Kujang untuk urea mencapai 1.140.000 ton per tahun, pupuk NPK 200.000 ton per tahun, pupuk organik 20.000 ton per tahun.

Angka tersebut melebihi kebutuhan pupuk untuk petani di kawasan Jawa Barat dan Banten. Bahkan stoknya mencapai 130 persen untuk memenuhi musim tanam petani.

Kompas TV Kelompok tani di Desa Rengas merupakan salah satu contoh keberhasilan peningkatan hasil panen dengan teknologi ramah lingkungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com