Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tommy Soeharto: Kita Prihatin Punya Utang Sampai Rp 5.000 Triliun

Kompas.com - 11/06/2018, 20:46 WIB
Markus Yuwono,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra, mengkritik pemerintah sekarang yang terus mengutang.

"Kita sangat prihatin sekali 20 tahun kita telah melakukan reformasi bukan kemajuan tapi keprihatinan. Kita punya utang sampai Rp 5.000 triliun menurut laporan BI, dan bahkan menurut Indev sudah Rp 7.000 triliun utang kita yang dengan bunga tinggi, dan kita tidak tahu kapan kembali. Utang wajar tapi kita harus tahu kapan utang bisa dilunasi," kata pria yang akrab disapa Tommy ini di Memoarial Jenderal Besar Soeharto, Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta, Senin (11/6/2018).

Selain itu, dalam pidatonya, dia menyoroti tentang investasi asing dan masih banyaknya impor yang dilakukan pemerintah. Padahal, menurut anak bungsu Soeharto ini, sumber daya alam berlimpah.

"Sekarang juga investasi asing bukan hanya membawa modal tapi juga membawa orangnya seperti yang disampaikan Mbak Titiek tadi. Ini memprihatinkan, sementara pengangguran di Indonesia semakin meningkat yang tidak mendapatkan penyaluran yang baik," ucapnya.

Baca juga: Wapres Kalla Tak Sepakat Gaji Menteri di Indonesia Dipotong untuk Bayar Utang Negara

Selain itu, Tommy juga mengkritik dana desa yang selama ini dinilai untuk kemajuan desa. Menurutnya, dana tersebut hanya untuk pembangunan infrastruktur yang dia nilai tak bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Seperti dana desa kesannya baik, dana desa untuk memakmuran tapi faktanya hanya bisa untuk infratrustur. Bagaimana infrastruktur itu bisa memakmurkan rakyat, jelas itu tidak bisa. Ternyata hal tersebut tidak lain adalah pengalihan anggaran dari APBN dan APBD di infrastruktur yang sebelumnya ada, dialihkan ke dana desa. Seolah dana desa ada untuk kemakmuran, ternyata faktanya berbeda," tuturnya.

Baca juga: Rizal Ramli Yakin Sri Mulyani Tak Berani Debat soal Utang Negara

Saat disinggung korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) selama orde baru, Tommy mengatakan, wartawan harus bisa menilai lebih jelas, lebih teliti, lebih fair dan adil.

"Apakah KKN sekarang lebih baik. Korupsi di mana-mana. OTT setiap hari hampir ada. OTT setiap hari dari partai mana? Dijawab di situ memperlihatkan selama reformasi ini seharusnya membuat yang tidak baik menjadi baik. Nyatanya tidak berjalan semestinya, bahkan rakyat semakin terpuruk. Bahkan di Pulau Jawa yang namanya petani hanya 30 persen, yang 70 persen sebagai buruh karena lahannya sudah dijual," katanya.

Kompas TV Utang Luar Negeri Indonesia Naik per Mei
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com