Menyadari kondisi ini, Ponpes Al Mina kini secara rutin mengajak para santri belajar bersama tentang bagaimana menghitung dan mengetahui waktu salat berpatokan pada sinar matahari.
"Sesekali kami juga mendatangkan staf Kemenag untuk menguji akurasi hitungan jam bencet. Kami meyakini, patokan penunjuk waktu salat lebih akurat jika memedomani jam bencet ini," ujar Dwi.
Salah satu siswa MTs Al Mina Bandungan, Aldila Fatma Azahra (12) mengakui, awalnya dia bingung untuk memahami bagaimana membaca petunjuk yang tertulis di jam bencet atau istiwa.
Namun, dengan bimbingan dari pengasuh dan guru, ia bersama teman-temannya pun kini dapat mudah menentukan kapan waktu salat zuhur dan ashar.
"Ternyata mudah membedakan waktu apakah sudah masuk waktu salat atau belum dengan sinar matahari,” kata Aldila.
Berdasarkan cerita pengurus ponpes, pembuatan jam matahari di dunia Islam dilakukan oleh Ibnu al-Shatir, seorang ahli astronomi Muslim yang hidup pada tahun 1304-1375 Masehi, pada zaman Dinasti Umayyah di Damaskus, Suriah.
Entah hingga kapan keberadaan jam bencet atau istiwa ini dapat bertahan di tengah berkembangnya teknologi modern.
Namun, sebagai instrumen falak klasik, pengetahuan mengenai jam bencet perlu dilestarikan. Dengan demikian, warisan keilmuan ulama terdahulu ini tak punah ditelan zaman.