Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjuang Lewati Sungai dan Lumpur, Pasangan Ini Akhirnya Bisa Menikah

Kompas.com - 18/01/2018, 18:10 WIB
Kompas TV Uniknya lagi, penyerahan formulir pendafatarn dilakukan secara akad ijab kabul.

Pasangan ini akhirnya mengalah pada keadaan. Mereka memutuskan untuk menaklukkan medan itu dengan berjalan kaki. Sepatu pengantin dilepas, berganti dengan sepatu boot yang lebih cocok dengan medan tersebut.

Mereka harus berjuang menaklukkan medan terjal dan berlumpur demi satu tujuan, yaitu menghalalkan cinta sebagai sepasang suami istri yang sah.

"Kondisi jalan kayak gitu, kalau paksa pakai motor bisa jatuh," ucapnya.

Karena acara di luar rencana, masalahnya kemudian adalah tempat untuk menggelar akad nikah di dusun orang. Untungnya, seorang petani yang hendak pergi ke ladang, Sukamto, memahami kondisi pengantin yang nelangsa itu.

Di rumah petani itu, mereka berhasil menggelar acara ijab kabul secara sederhana. Perjuangan pasangan mempelai ini akhirnya berakhir bahagia dengan status baru yang disandang sebagai suami istri.

"Meski acara molor, tidak masalah. Yang penting mereka sah dan resepsi bisa dilangsungkan kemudian," ujar Endang.

Baca juga: Cerita Mempelai Pria Berjuang Hafal Pancasila Semalaman demi Nikahi Kekasih

Perjuangan mempelai pria, Bies, dan keluarganya untuk sampai ke rumah mempelai perempuan di Desa Suwidak ternyata juga tak mudah.

Rombongan pengantin pria dari Desa Nagasari, Kecamatan Pagentan, ini tak bisa mengakses desa pengantin perempuan karena jalan utama putus. Sementara jalan alternatif susah dilalui.

Iring-iringan pengantin pria itu akhirnya memilih mengambil rute yang tak biasa. Mereka harus mengarungi jalur hutan, lalu menyeberang Sungai Merawu yang menghubungkan ke Desa Suwidak.

Naas, tidak ada jembatan yang bisa dipakai untuk menyeberang. Mereka harus turun ke sungai beraliran deras, lalu mengarunginya agar sampai ke tepi sungai di daratan seberang.

"Harus menyeberang sungai yang tidak ada jembatannya karena tidak ada jalan lain," katanya.

Pasangan Nur Khasanah dan Bies, asal Desa Suwidak, Kecamatan Wanayasa, harus berjibaku dengan lumpur untuk bertemu dengan penghulu di desa seberang.

Kepala Desa Suwidak Arif Santosa mengatakan, kesulitan yang dialami pasangan pengantin di desanya ini mewakili kesusahan warga satu desa yang menderita karena daerahnya terisolasi.

Karena keterisolasian ini, warga susah mengakses kebutuhan pokok, mengurus bermacam kebutuhan ke luar desa, mengirim hasil pertanian, hingga mengakses pendidikan bagi anak-anak yang bersekolah di luar desa.

Karena itu, warga berharap agar jalan alternatif melalui Desa Karang Tengah diperbaiki hingga layak dilalui kendaraan. Sebab, jalan utama tak memungkinkan dilakukan perbaikan karena beberapa titik lenyap terbawa longsor. 

"Warga berharap jalan akses bisa dilalui kendaraan baik motor maupun mobil agar tak terus terisolasi," kata Arif.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com