Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Bikin Biola dari Tukang Kayu, Kakek Marsandi Kini Kebanjiran Pesanan

Kompas.com - 25/10/2017, 19:00 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Di teras rumah sederhana itu berserakan potongan-potongan kayu, serutan kayu, dan sejumlah alat pertukangan.

Yohanes Marsandi (74) bergegas menyambut saat para tamu baru saja tiba di rumahnya di Dusun Candi, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Selasa (24/10/2017) siang.

Kakek empat cucu itu membereskan kayu-kayu yang baru saja digergaji lalu mempersilakan para tamu duduk di ruang tamu.

Terlihat deretan biola-biola berjajar rapi di dinding dan sudut rumah tersebut. Lembaran-lembaran kertas bertulis not-not balok sedikit berserakan di kursi.

"Maaf seadanya rumah kami. Kalau potong-memotong kayu di teras, dan ini beberapa biola pesanan orang tapi belum diambil," kata Marsandi saat Kompas.com berkunjung ke rumahnya yang jaraknya tidak jauh dari puncak Gunung Merapi itu.

Keseharian Marsandi adalah membuat biola kayu, kurang lebih sejak lima tahun yang lalu. Dia mengenang, kecintaannya pada biola berawal dari kondisi ekonomi keluarga yang tidak menentu. Pada tahun 1998, dia menjadi korban pemutusan kerja sepihak di pabrik kertas Blabak, Kabupaten Magelang.

(Baca juga : Nyanyi Bareng Musisi Jalanan Bandung, Jokowi Tepuk Tangan, Menteri Basuki Ikut Main Gitar)

Dia banting stir membantu sang istri membuat dan menjual kue-kue dari bahan singkong. Tahun terus berganti, Marsandi merasa masih membutuhkan sebuah produk yang berbeda dengan lainnya.

Sampai suatu ketika, dia "bertemu" dengan biola usang yang nyaris masuk tempat sampah di rumah kakaknya. Merasa penasaran, dia mengambil biola itu lalu dibawa pulang. Sampai rumah, biola itu diamati bentuk, bagian biola, ketebalan hingga jenis kayu yang pakai.

Dia mencoba membuat biola dengan meniru biola yang ditemukannya tersebut. Suami dari Ruminah (62) itu pun tak malu untuk belajar dan terus berlatih kepada tukang kayu di sekitar rumahnya.

"Saya tidak pernah sekolah khusus (biola), saya malah belajar sama tukang-tukang kayu yang kerja di sekitar rumah. Kalau main biola saya belajar dari teman-teman karena lingkungan kami gemar musik keroncong," ujarnya tersenyum.

Biola pertama buatannya tidak langsung dijual, melainkan hanya untuk mainan sang cucu. Sampai pada suatu ketika ada tetangga yang menginginkannya lalu dia jual biola itu dengan harga Rp 500.000.

Tak berselang lama, ada tetangganya lagi yang berminat dibuatkan biola kepadanya. Tanpa berpikir panjang, Marsandi tergerak untuk mulai berjualan biola. Dia terus belajar dengan orang-orang di sekitarnya.

Biola buatannya memang tergolong sederhana karena terbuat dari kayu mahoni, yang bersifat lunak, mudah dibentuk, ringan dan harga murah. Kendati demikian musik yang dihasilkan susuai standar biola pada umumnya.

Menurut dia, pembuatan satu biola bisa selesai dalam tiga minggu atau lebih cepat sesuai keinginan pemesan. Pemesan tidak jarang minta ciri (custom) biola tertentu. Ada yang minta presisinya harus tepat, motif kayu yang berbeda, finishing polos atau dipelitur dan sebagainya.

"Bunyi nada-nada juga harus disesuaikan. Saya biasanya perdengarkan dulu kepada pemesan sebelum finishing. Rumit tapi harus dikerjakan demi kepuasan pemesan," paparnya.

Halaman:
Baca tentang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com