Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petir, Desa Ramah Penyandang Gangguan Jiwa

Kompas.com - 12/10/2017, 15:54 WIB
Markus Yuwono,
Reni Susanti

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Desa Petir, kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, seperti pada umumnya. Namun setelah berbincang dengan tokoh masyarakat ataupun masyarakat setempat baru terlihat perbedaannya dengan desa yang lain.

Desa yang berjarak sekitar 25 km dari pusat kota Wonosari ini disebut-sebut sebagai desa yang ramah terhadap penyandang gangguan jiwa.

Di Desa Petir, warga yang mengalami gangguan jiwa atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dibina dan dilatih untuk kembali bekerja. Sementara masyarakat diajak untuk tidak mengucilkan mereka.

“Kami berusaha nguwongke (memanusiakan) orang dengan ODGJ, jangan sampai mereka diasingkan, disingkirkan,” ujar Kepala Seksi Pelayanan Desa Petir Pratama Windarto saat ditemui Kompas.com di kantornya, Kamis (12/10/2017).

(Baca juga: Kini, Masyarakat Mulai Sadar Pasien Gangguan Jiwa Bisa Diobati ke RSJ)

Hingga tahun 2000-an, di desa dengan 3.814 penduduk ini terdapat puluhan orang ODGJ. Sebagian besar dari mereka tak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Selain karena akses jauh dari pusat layanan kesehatan, sebagian besar warga kurang mampu. Bahkan ada satu keluarga yang memiliki dua anak dengan gangguan jiwa.

Pemerintah desa lalu membentuk Forum Lentera Jiwa tahun 2015 lalu. Pratama Windarta didaulat sebagai ketua. Tak ada administrasi khusus ataupun program khusus, yang dilakukan hanya mengajak warga untuk lebih peduli dengan ODGJ.

“Yang paling penting lingkungan mau menerima, dan tidak ada lagi stigma terhadap mereka (ODGJ), masyarakat diajak untuk membantu dan peduli,” ucapnya.

Kegiatan pokok lentera jiwa adalah memberikan penjelasan kepada keluarga untuk tidak mengurung ODGJ, dan mau diajak berobat ke rumah sakit. Sebab, sebagian besar memilih untuk tidak mengeluarkan mereka, biasanya dikurung di dalam kamar atau ruangan tertentu.

Windarta mengakui, awalnya sulit mengajak mereka ke Rumah Sakit Grasia, Pakem, Sleman. “Mereka takut keluarganya menggangu warga lainnya,”katanya.

Dari upaya yang dilakukan bersama 16 orang anggota Forum Lentera Jiwa ditambah bantuan dari RS Grasia dan yayasan. Setelah itu keluarga yang memiliki keluarga ODGJ akhirnya merelakan untuk dibawa ke rumah sakit. Warga sekitar pun tak lagi takut berinteraksi.

Setiap beberapa hari sekali, dengan beberapa tim kesehatan, mereka mengunjungi rumah-rumah yang keluarganya mengalami gangguan jiwa. Melalui APBDes Petir menganggarkan Rp 2.500.000 untuk sosialisasi tentang pentingnya kesehatan jiwa.

“Saat ini sudah ada 3 ODGJ yang bisa beraktivitas normal. Sisanya mereka bisa hidup biasa berinteraksi dengan masyarakat meski belum sembuh. Ada salah satu orang selalu membawa sabit, tetapi kalau keluar rumah pulangnya membawa kayu bakar untuk keluarga,” ucapnya. 

(Baca juga: Survei: Semakin Banyak Pemakai Narkoba yang Alami Gangguan Jiwa)

Windarta mengatakan, saat ini pihaknya terus berupaya agar orang yang sudah sembuh bisa diberikan kegiatan. Salah satunya dengan memberikan pelatihan budidaya lele dengan terpal. Dikhawatirkan, jika kembali ke rumah lalu tak ada kegiatan, ia akan kembali sakit.

Selain itu, lanjut dia, orang yang merawat OGDJ juga harus diberikan pekerjaan. Sebab, butuh perhatian khusus dan tak boleh meninggalkan keluarganya sendiri.

“Yang perlu dipikirkan bagaimana setelah sembuh, mereka harus diberikan kegiatan. Saat ini kita tengah berkoordinasi dengan DKP (Dinas Kelautan Perikanan) untuk memberikan bantuan budidaya lele," katanya.

"Mudah-mudahan tahun 2018 mendatang bisa. Tidak hanya untuk orang yang sudah sembuh tetapi keluarga yang masih merawat,” bebernya.

Suryono dan beberapa hewan ternaknya. Suryono adalah OGDJ yang sudah sembuh dan bisa berinteraksi kembali.KOMPAS.com/Markus Yuwono Suryono dan beberapa hewan ternaknya. Suryono adalah OGDJ yang sudah sembuh dan bisa berinteraksi kembali.
Kelola Kambing

Untuk membuktikan klaim kesembuhan ODGJ, Kompas.com mengunjungi salah seorang yang sudah sembuh.

Dia adalah Suryono. Pria 32 tahun ini tampak asyik bersama kedua orangtuanya Perwito Sentono dan Tuginah duduk di ruang tamu. Rumah yang sederhana, berbentuk limasan dan berada di Dusun Dadapan.

Ia tidak terlihat canggung saat dikunjungi beberapa orang bersama Kepala Dusun Deni Sunarwan. Meski beberapa cerita masa lalunya tak lagi diingatnya, namun dia masih bisa menceritakan mengenai pekerjaannya.

“Dulu saya kerja di Jakarta tetapi hanya sebulan, setelah itu di Jogja,” ucapnya.

Setiap beberapa hari sekali ada kunjungan dari dokter dan perangkat desa. Setiap hari dirinya pergi ke ladang dan mencari rumput untuk ketiga ekor kambingnya. DIrinya pun sudah menjual beberapa ekor kambingnya beberapa waktu lalu.

“Kapan itu saya jual satu harganya Rp 500.000. Sekarang (musim kemarau) sulit mencari pakan, harus beli satu ikatnya Rp 5.000,” ujarnya.

Sang ibu, Tuginah mengatakan, sebelum dirawat, Suryono sering mengeluh pusing dan berhenti dari pekerjaannya sebagai penjahit di Gedongkuning, Yogyakarta. “Setiap hari dia mengeluh pusing, tetapi tidak mau diberi obat atau diajak ke rumah sakit,” tuturnya.

Saat itu perkembangan anak ke-6 dari 8 bersaudara itu semakin mengkhawatirkan. Setiap petang Suryono sering menyendiri dan pergi ke lapangan sepakbola hanya untuk melamun. Dirinya pun langsung melaporkan ke pihak desa, lalu dibawa ke RS Grasia.

Tuginah mengaku, saat itu ia khawatir anaknya dibawa ke rumah sakit. Namun setelah dirawat selama seminggu anaknya sudah menunjukan perkembangan yang baik. Bahkan saat ini Suryono sudah seperti pemuda pada umumnya.

“Saat ini sudah baik. Dia masih mengkonsumsi obat pagi dan sore,” imbuhnya.

Untuk memudahkan mengingat jadwal minum obat yang diperoleh secara gratis, tumpukan obat diletakkan di papan kecil yang dipaku di antara tiang rumah. Setiap bulan dirinya memperoleh paket obat dari pemerintah. 

Kompas TV Polisi akan Tes Kejiwaan Pemilik Situs Nikahsirri.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com