Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Pengungsi Gunung Agung Tak Harus Jual Sapi ke Tengkulak...

Kompas.com - 04/10/2017, 17:17 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

KARANGASEM, KOMPAS.com - Ketut Yuni (30), warga Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, sedang menyiapkan rumput untuk delapan sapinya yang dititipkan di pos penampungan hewan ternak sementara di Desa Nongan, Kecamatan Rendang.

Sapi-sapi milik keluarganya sudah seminggu terakhir diungsikan sejak status Gunung Agung berubah menjadi awas.

"Kami dulu yang mengungsi lalu oleh tentara dibantu untuk mengangkut sapi ke sini beberapa hari kemudian," kata Yuni.

Sebelum mengungsi, Yuni memutuskan menjual seekor sapi miliknya yang berusia 11 tahun ke tengkulak dengan harga Rp 3 juta dari harga seharusnya Rp 9 juta.

Keputusannya menjual sapi ke tengkulak dia pilih karena jika mengungsi dia dan keluarganya tidak bisa bekerja lagi di ladang.

"Selain memelihara sapi, kami menanam umbi-umbian di ladang. Selama mengungsi kami ndak mungkin ngurusi ladang, jadi ya harus dijual ke tengkulak, tetapi satu saja," tutur ibu dua anak tersebut.

Setiap hari, dia dan suaminya bergantian mencari rumput di lereng Gunung Agung dekat rumahnya yang ditinggalkan. Namun pada siang hari, mereka sudah ada di tempat penampungan hewan ternak sementara dan sore kembali ke pengungsian.

Yuni mengaku, tidak akan menjual sapi miliknya ke tengkulak walaupun terjadi erupsi Gunung Agung.

"Jika pun harus dijual, kami akan jual dengan harga normal bukan ke tengkulak lagi. Rugi kami," kata Yuni.

(Baca juga: Nengah Guna dan Kisah Pengamatan Gunung Agung Sejak Letusan 1963)

Hal senada juga diceritakan Wayan Rare. Perempuan yang memiliki 10 sapi tersebut agak tenang karena sapi-sapi miliknya sudah aman di pos penampungan.

"Awalnya saya enggak mau mengungsi kepikiran sapi tapi setelah dibawa ke sini agak tenang tapi ya pinginnya bisa pulang ke desa," ungkapnya.

Saat ini, ada 225 sapi Bali di penampungan, sementara hewan ternak di Desa Nongan dan ada 16 sapi yang sudah dijual.

Sapi-sapi tersebut adalah milik warga di Desa Besakih, Desa Pempatan dan Desa Menangan. Namun diperkirakan, masih ada 2.000-an sapi yang masih belum dibawa ke penampungan.

"Beberapa hari lalu, saya naik ke atas dan melakukan pendekatan dengan masyarakat yang belum membawa sapinya turun ke zona aman. Ada sekitar 2.000-an sapi yang di sana. Pemiliknya bilang kalau meletus baru dievakuasi," tuturnya.

Gunawan menjelaskan, sapi tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakat di lereng Gunung Agung karena sebagian besar mereka adalah peternak sapi, selain bekerja di sektor pertanian.

Selama di penampungan, pemilik sapi mencari makanan sendiri untuk binatang peliharaannya namun pihak dinas terkait sudah menyiapkan konsentrat untuk mengantisipasi jika terjadi erupsi Gunung Agung dan petani kesulitan mencari pakan hijau untuk binatang ternak.

"Untuk di Nongan luas lahan penampungan hewan ternak sekitar 1 hektar dan bisa menampung sekitar 700 sampai seribu ekor sapi. Penampungan bukan hanya di sini, tetapi juga di beberapa titik," ungkapnya.

Dengan penampungan ternak sementara itu, diharapkan tidak ada lagi warga yang menjual sapinya kepada tengkulak karena selama ini yang terjadi tengkulak langsung membeli sapi di desa mereka dengan harga murah karena secara mental warga sedang dalam keadaan kalut dan bingung.

"Karena bingung jadi dibeli berapa saja mereka mau. Kalau di sini, walaupun dijual tetapi harga normal bukan harga tengkulak," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, sekitar 10.000 ekor sapi telah diungsikan oleh masyarakat secara mandiri. Sebagian hewan ternak ada juga yang dijual.

"Ditargetkan sebanyak 20.000 ekor sapi akan dievakuasi dari wilayah terdampak," kata Sutopo, Kamis (28/9/2017).

Berdasarkan data dari Posko Pendampingan Nasional di Karangasem, diperkirakan jumlah sapi yang berada di radius berbahaya sekitar 30.000 ekor.

 

Kompas TV Warga Solo Jawa Tengah digegerkan dengan penemuan ular jenis piton di saluran air milik warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com